BENTENG VREDEBURG DARI MASA KE MASA: SEBUAH MODEL PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN BENTENG

Minggu, 28 November 2010 ·

Oleh: Dra. Sri Ediningsih, M. Hum

A. Sejarah dan Status Tanah Benteng Vredeburg


Menurut data dari Pusat Data Arsitekrut Indonesia tercatat ada kurang lebih 300-an peninggalan benteng di Indonesia. Dari sejumlah itu hanya 5 persen yang kondisinya terawat, slah satu diantaranya adalah Benteng Vredeburg Yogyakarta. Oleh karena itu kita bias belajar dari pelestarian dan pengelolaan Benteng Vredeburg untuk dijadikan referensi, minimal belajar segala kekurangan dan kelebihannya untuk diambil manfaatnya. Tulisan ini akan melihat Benteng Vredeburg Yogyakarta dari 3 aspek yaitu sejarah dan status tanah Benteng Vredeburg sejak dibangun sampai saat ini, fungsi masing-masing bangunan Benteng Vredeburg, serta pemanfaatan Benteng Vredeburg sebagai museum.

Pendirian Benteng Vredeburg Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari lahirnya Kesultanan Yogyakarta, Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755 yang berhasil menyelesaikan perselisihan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwono 1) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin turut campur urusan dalam negeri Raja-Raja Jawa waktu itu. Orang Belanda yang berperan penting dalam lahirnya perjanjian Giyanti adalah Nicolaas Harting (Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa/Gouvernur en Directeur Java’s noordkust).

Langkah pertama yang diambil oleh Sri Sultan HB 1 adalah segera membangun kraton dengan membuka hutan Beringan. Sri Sultan HB 1 mengumumkan bahwa wilayah kekuasaannya diberi nama Ngayogyakarta Adiningrat(Ngayogyakarta Hadiningrat). Pemilihan nama ini dimaksudkan untuk menghormati tempat bersejarah yaitu Hutan Bareingan yang pada jaman almarhum Sri Susuhunan Amngkurat Jawi(Amngkurat IV) merupakan kota kecil yang indah. Didalamnya terdapat istana pesanggrahan yang terkenal dengan Garjitowati. Kemudian pada jaman Sri Susuhunan Paku Buwono II bertahta di Kartsura nama pesanggrahan itu diganti dengan Ngayogya. Nama Ngayogyakarta ditafsirkan dari kata “Ayuda” dan “Karta”, kata “a” berarti tidan dan “yuda”berarti perang. Jadi “ayuda” mengandung pengertian tidak ada perang atau damai. Sedangkan “Karta” berarti aman dan tentram. Jadi Ngayogyakarta dapat diartikan sebagai “Kota yang aman dan tentram”.

Disamping sebagai seorang penglima perang yang tangguh, Sri Sultan HB I juga seorang ahli bangungan yang hebat. Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755. Selama pembangunan kraton berlangsung, Sultan dan keluarga tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang Gamping, kurang lebih selama satu tahun. Pada hari Kamis Pahing, tanggal 7 Oktober 1756 meski kraton belum sempurna, Sultan dan keluarga berkenan menempati. Peresmian ditandai dengan candra sangkala”Dwi Naga Rasa Tunggal”. Dalam tahun Jawa sama dengan 1682, tanggal 13 Jimakir yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1756.

Setelah kraton mulai ditempati kemudian berdiri pula bangunan-bangunan pendukung lainnya. Kraton dikelilingi tembok yang tebal. Didalamnya terdapat beberapa beangunan dengan aneka rupa dan fungsi. Bangunan kediaman sultan dan kerabat dekatnya dinamakan Prabayeksa, selesai dibagun tahun 1`756. Bangunan Sitihinggil dan pagelaran selesai dibangun tahun 1757. Gapura penghubung Dana Pertapa dan Kemagangan selesai tahun 1761 dan 176. Masjid Agung didirikan tahun 1771. Benteng besar yang mengelilingi kraton selesai tahun 1777. Bangsal Kencana selesai tahun 1792. Demikianlah kratin Yogyakarta berdiri dengan perkembangan yang senantiasa terjadi dari waktu ke waktu.

Meneliti kemajuan yang sangat pesat dari Kraton Yogyakarta, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulia muncul. Belanda mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng didekat kraton dengan dalih untuk menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap kejalan utama menuju kraton menjadi indikasibahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blockade. Dapat dikatakn bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusihi Belanda.

Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang, pada tahun 1760 atas permintaan Belanda, Sultan HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat penjagaan yang disebut seleka tau bastion. Oleh Sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprkosaningprang (sudut barat daya), Jayaprayitna (sudut tenggara).

Menurut penuturan Nicolaas Hartingh seorang Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa di Semarang, bahwa benteng tersebut keadaannya masih sangat sederhana. Tembok dari tanah yang diperkuat dengan tian-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren. Bangunan didalamnya terdiri atas bambu dan kayu dengan atap ilalang.

Dalam perkembangan selanjutnya sewaktu W.H Osseberch menggantikan kedudukan Nicolaas Hartingh, tahun 1765 mengusulkan kepada Sultan agar benteng diperkuat menjadi bangunan yang lebih permanen agar lebih menjamin keamanan. Usul tersebut dikabulkan, selanjutnya pembangunan benteng dikerjakan tahun itu juga. Akan tetapi dalam kenyataannya proses pembangunan akan sangat lambat dan baru selesai tahun 1787. Hal ini terjadi karena pada masa tersebutSultan yang beredia mengadakan bahan dan tenaga dalam pembangunan benteng, sedang disibukkan dengan pembangunan Kraton Yogyakarta, sehingga bahan dan tenaga yang dijanjikan lebih banyak teralokasi unutk pembangunan kraton. Setelah selesai bangunan benteng yang telah disempurnakan tersebut diberi naam Rustenburg yang berarti “Benteng Peristirahatan”.

Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga banyak merobihkan beberapa bangunan besar termasuk Benteng. Benteng Rustenburg segera diadakan pembenahan dibeberapa bagian yang rusak. Setelah selesai bangunan benteng yang semula bernama Rustenburg diganti menjadi Vredeburg yang berarti “Benteng Perdamaian”. Nama ini diambil sebagai manifestasi hubungan antara Kesultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang tidak saling menyerang waktu itu.

Di Benteng Vredeburg terapat bangunan-bangunan rumah perwira, asrama prajurit, gudang logistic, gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah residen. Benteng Vredeburg ditempati sekitar 500 orang prajurit, termasuk petugas medis dan para medis. Disamping itu pada masa pemerintahan Hindia Belanda digunakan sebagai tempat perlingungan para residen yang sedang bertugas di Yogyakarta. Hal itu sangat dimungkinkan karan kantor residen berada berseberangan dengan letak Benteng Vredeburg.

Sejalan dengan perkembangan politik yang terjadi di Indonesia, terjadi pula perubahan atas status kepemilikan dan fungsi bangunan. Benteng Vredeburg. Secara kronologis perkembangan status tanah dan bangunan Benteng Vredeburg sejak awal dibangunnya (1760) sampai dengan sebelum kemerdekaan sebagai berikut :

  1. Tahun 1760 – 1765

Pada awal pembangunannya tahun 176 status tanah merupakan milik kesultanan, tetapi dalam penggunaannya dihibahkan kepada Bleanda (VOC) dibawah pengawasan Nicolaas Hartingh, Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jwa.

  1. Tahun 1765 – 1788

Secara yuridis formal status tanah tetap milik kesultanan tetapi secara de facto penguasaan benteng dan tanahnya dipegang oleh Belanda. Usul Gubernur W.H Van Osseberch (Pengganti Nicolaas Hartingh) agar bangunan benteng lebih disempurnakan, dilaksanakan tahun 1767. Periode ini merupakan periode penyempurnaan Benteng yang lebih terarah pada satu bentuk benteng pertahanan.

  1. Tahun 1788 – 1799

Pada periode ini status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kesultanan, secara de facto dikuasai Belanda. Periode ini merupakan saat digunakannya Benteng secara sempurna oleh Belanda (VOC).

  1. Tahun 1799 – 1808

Status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kesultanan, tetapi penggunaan benteng secara de facto menjadi milik Bataafsche Republik (Pemerintah Belanda) dibawah Gubernur VanDenBurg. Benteng tetap difungsikan sebagai markas pertahanan.

  1. Tahun 1808 – 1811

Pada periode ini benteng diambil alih pengelolaannya oelh Koninflik Holland. Maka secara yuridis formal status tanah tetap milik kesultanan, tetapi secara de facto menjadi milik Pemerintah Kerajaan Belanda dibawah Gubernur Daendels.

  1. Tahun 1811 – 1816

Ketika Inggris berkuasa di Indonesia tahun 1811 – 1816, untuk sementara benteng dikuasai Inggris dibawah Gubernur Jendral Rafles. Mengambil alih, secara yuridis formal benteng tetap milik kesultanan.

  1. Tahun 1816 – 1942

Status tanah benteng tetap milik kesultanan, tatapi secara de facto dipegang oleh pemerintah Belanda. Karena kuatnya pengaruh Belanda, maka pihak kesultanan tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi masalah penguasaan atas benteng. Sampai akhirnya benteng dikuasai bala Tentara Jepang tahun 1942.

  1. Tahun 1942 – 1945

Seiring dengan pergantian penjajahan dari Belanda ke Jepang maka secara de facto Benteng Vredeburg dikuasai oleh Jepang. Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga dipusatkan di Benteng Vredeburg, tentara jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam. Selain itu Benteng Vrdeburg digunakan sebagai tempat tahanan bagi tawanan tentara Jepang.


Setelah proklamasi kemerdekaan, secara kronologis perkembangan status tanah dan pemanfaatan Benteng Vredeburg sejak proklamasi kemerdekaan (1945) sampai dengan dimanfaatkan sebagai museum khusus sejarah perjuangan adalah sebagai berikut :

  1. Tahun 1945 – 1977

Status tanah benteng masih tetap milik kesultanan Yogyakarta, Penguasaan Benteng diambil alih instansi militer RI. Selain itu Benteng Vredeburgdimanfaatkan sebagai sekolah militer Akademi dan Markas KSAD Kol. Djatikusumo. Tahun 1946 pernah dipakai untuk menahan tokoh yang terlibat peristiwa 3 Juli 1946 (HR Darsono, Moh Yamin dan Tan Malaka) sewaktu agresi militer II benteng sempat dikuasai Belanda. Namun dengan SU 1 Maret 1949 TNI berhasil menguasai Benteng Vredeburg kembali walau tidak lama kemudian berhasil dikuasai kembali oleh Belanda sampai 7 Mei 1949.

  1. Tahun 1977 -1980

Penguasaan dan pengelolaan benteng diserahkan dari pihak HANKAM kepada Pemerintah Dareah Yogyakarta. Benteng dimanfaatkan sebgai pusat pengembangan Budaya Nusantara dibawah pimpinan Ki Suratman. Periode ini Benteng Vredeburg pernah digunakan sebagai ajang Jambore dan latihan Dodiklat POLRI. Juga pernah digunakan sebagai markas Garnizun 072 serta markas TNI AD Batalyon 403.

  1. Tahun 1980 – 1992

Tanggal 9 agustus 1980 dadakan penandatanganan piagam perjanjian tentang pemanfaatan Benteng Vredeburg oleh Sri Sultan HB IX dan Mendikbud Dr. Daoed Joesof. Setahun berikutnya Benteng Vredeburg diterapkan sebagai bangunan cagar budaya. Kemudian dikuatkan dengan Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto tanggal 5 November 1984. Bahwa bekas Benteng Vredeburg aka difungsikan sesuai dengan kebutuhannya. Selanjutnya pada tahun 1987 museum diresmikan Presiden Soeharto dandapt dikunjungi oleh Umum.

  1. Tahun 1992 – sampai sekarang

Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai museum melalui SK Mendikbud RI Prof. Dr Fuad Hasan nomor 0475/O/1992 tertanggal 23 November 1992 dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

B. Pemanfaatan Bangunan di Komplek Benteng Vredeburg


Adapun pemanfaatan bangunan di komplek Benteng Vredeburg sejak dari awal pembangunan sampai dengan saat ini adalah :
  1. Jembatan dan Parit

Periode 1765 – 1830 benteng dikelilingi parit, jembatan terpasang disebelah barat, timur dan selatan. Setelah 1830, Sebgai sarana berfungsi sebagai saluran pembuangan. Tahun 1898 parit sebelah utara benteng ditutup. sejalan dengan kemajuan teknologi terutama peralatan perang, maka jembatan angkat diganti jembatan biasa. Pada periode 1945 – 1977 parit sudah ,ulai kering dan selanjutnya seluruh parit yang ada ditutup.

  1. Pintu Gerbang Utama

Pintu gerbang utama barat terdiri dari dua lantai. Pada periode 1765 – 1830, lantai atas digunakan sebagai kantor komando. Sedangkan lantai bawah baik disisi kanan maupun kiri jalan masuk merupakan ruang juga. Saat ini ruangna atas dimanfaatkan sebagai ruang Rapat. Sedangkan ruangan bawah tetap sebagai Ruang Jaga (Satpam) dan ruang tiket.

  1. Pintu Gerbang Timur

Fungsi pintu gerbang timur dari periode 1765 – 1830 dan tahun-tahun berikutnya sama dengan pintu gerbang utama barat. Lantai bawah merupakan ruang jaga. Sedangkan lantai atas semual dipergunakan sebagai pos pengawasan daerah di sekitar benteng baik ke dalam maupun keluar. Saat ini pintu gerbang timur pemanfaatannya belum maksimal. Namun dalam pengembangan ke depan, Pintu Gerbang Timur akan dimanfaatkan sebagai pintu masuk dari arah timur sebagai kawasan 3 in 1, yaitu Taman Pintar, Taman Budaya dan Museum Benteng.

  1. Gedung Pengapit Utara

Berfungsi sebagai Kantor administrasi, berdasarkan hasil penelitian bentuk asli, bangunan yang ada merupakan bentuk asli, bangunan yang ada merupakan bentuk yang asli dengan ornament-ornamen gaya Yunani masa Renaisance/ hal itu menunjukkan usianya yang relative lebih tua disbanding dengan bangunan yang lain. Gaya atap yang lancip, menunjukkan gaya Eropa dengan maksud mengurangi beban salju di musim salju. Ini menunjukkan bahwa arsitektur untuk bangunan ini masih murni gaya Eropa.

  1. Gedung Pengapit Selatan

Fungsi telah mengalami perkembangan dilihat dari bentuknya memungkinkan dimanfaatkan sebagai kantor administrasi. Nmaun ketika benteng terdapat tawaran yang berderajat tinggi (tawaran kraton yang berpangkat tinggi) maka ruangan ini dimanfaatkan sebagai sel tahanan khusus. Juga ada kemungkinan ruangan ini dipergunakan sebagai ruang tamu VIP. Hal ini terlihat dari bentuk dan performance ruangan. Sekarang difungsikan sebagai Ruang Tamu VIP.

  1. Barak Prajurit Barat

Terdiri dari dua lantai. Lantai bawah terdiri satu ruang luas dan empat ruang kecil. Dua ruang kecil di selatan di lantai bawah diperkirakan merupakan fasilitas barak bagian bawah karean posisinya menyatu dengan ruang lantai bawah. Sedangkan dua ruang kecil di utara diperkirakan sebagai ruang pengawasan perwira juga, karena ruang-ruang tersebut terpisah dengan barak. Pemanfaatan sekarang sebagai Ruang Pengenalan Museum.

  1. Barak Prajurit Utara

Bangunan ini digunakan sebagai barak prajurit yang telah bekerluarga baik di lantai bawah maupun lantai atas. Sekarang Rang Diorama Sejarah Perjuangan bangsa yang berisi peristiwa sejarah perjuangan sekitar Proklamasi Perjuangan Kemerdekaan. Sedangkan lantai atas dimanfaatkan sebagai ruang pameran tidak tetap.

  1. Bangunan Fasilitas Umum

Berdasarkan data bahwa didalam benteng pernah dibangun rumah sakit, maka bangunan ini diperkirakan sebagai rumah sakit. Karena benteng dikuasai oleh TNI bangunan ini dimanfaatkan sebagai mushola. Sekarang bangunan lantai bawah dimanfaatkan sebagai ruang kerja Teknis. Lantai atas difungsikan sebagai Ruang Seminar dan Rang Bioskop khusus film Sejarah Perjuangan.

  1. Societet Militaire

Bangunan ini adalah Bangunan yang difungsikan sebgai ruang pertemuan. Hal ini diperkuat dengan adanya dat bahwa tahun 1838 di benteng ada societe militaire yang lokasinya di timur laut. Sekarang bangunan ini dimanfaatkan sebagai Ruang Diskusi/Ceramah/Seminar di lantai atas, dan Ruang Diorama Sejarah Perjuangan di Lantai bawah.

  1. Pavilion

Bangunan ini berfungsi sebagai tempat tinggal perwira atau pavilion (guet house). Hal ini sangat memungkinkan dengan adanya fasilitas-fasilitas pelengkapnya seperti dapur, kamar mandi dan WC. Sewaktu di bawah kekuasaan TNI bangunan ini dimanfaatkan sebagai tempat tinggal prajurit maupun perwira. Pada saat itu difungsikan sebagai Guest House seperti semula.

  1. Gudang Mesiu

Bentuk Bangunan dengan adanya peninggian-peninggian lantai dan tanpa jendela tetapi hanya ventilasi saja, menuatkan dugaan bahwa fungsi bangunan ini adalah sebagai gudang mesiu. Fungsi ini tetap bertahan dari tahun ketahun meskupun benteng mengalami pergantian penguasa. Pada saat ini dipergunakan sebgai Storage Museum.

  1. Dapur Umum

Bangunan ini relative baru. Dalam peta tahun 1937 belum muncul, sehingga diperkirakan bangunan dibangun setelah tahun tersebut bersamaan dengan bangunan kembarannya yaitu bangunan dapur selatan. Pada masa benteng dikuasi TNI banguna dapur ini dimanfaatkan sebagai rumah tinggal prajurit. Pada saat ini dimanfaatkan sebagai ruang storage Museum.

  1. Sel / Ruang Tahanan

Bangunan ini dibangun sesudah tahun 1830 dengan menempel pada anjungansebelah barat. Adanya peninggian lantai sewaktu ditemukanpada bangunan ini diduga merupakan tempat tidur. Kemungkinan juga dimanfaatkan sebagai gudang. Pada saat ini dipergunakan sebgai fasilitas ibadah di museum yaitu Mushola putra dan putrid.

  1. Perumahan Perwira Utara

Semula mempunyai fungsi sebgai tempat tinggal perwira. Dengan adanya perubahan bentuk teras depan menjadi ruang depan, maka diperkirakan bangunan ini telah mengalami perubahan fungsi yaitu sebgai kantor administrai. Kemudian ketika benteng digunakan oleh TNI tempat ini digunakan sebgai tempat tinggal prajurit yang telah bekeluarga. Sekarang bangunan ini merupakan tata pameran tetap Ruang Diorama II.

  1. Perumahan Perwira Selatan 1

Bangunan ini mempunyai susunan ruang yang terdiri dari teras depan, bangunan utama, dan teras belakang, diperkirakan berfungsi sebgai perumahan perwira. Dengan adanya perubahan teras depan menjadi ruang depan, diperkirakan bangunan ini mulai dipergunakan sebagai perumahan prajurit atau perwira yang telah bekeluarga, bukan unutk perwira saja. Hal ini diperkirakan terjadi ketika benteng digunakan oleh TNI. Sekarang difungsikan sebagai ruang Diorama 1.

  1. Gudang Senjata Ringan & Barak Prajurit.

Banguna ini semula difungsikan sebgai barak prajurit dilantai atas dan sebgai tempat penyimpanan senjata Ringan dilantaibawah. Hal ini dikuatkan dengan letaknya yang berdekatan dengan bangunan (N2) yang berfungsi sebgai gudang senjaa berat. Disamping itu juga berdekatan dengan gudang mesiu. Saati in meruppakan Ruang Konservasi, fumigasi dan laboratorium di lantai bawah dan ruang dokumentasi dilantai atas.

  1. Gudang Senjata Berat

Bangunan ini berfungsi sebai gudang senjata. Sedangkan keberadaan ruang-ruang yang berdekatan diperkirakan mempunyai fungsi yang berkaitan dengan keberadaan gudang senjata ini, antara lain untuk perkantoran bagain admisnitrasi gudang, perawatan senjata, dll. Saat ini dipergunkan sebagai Kantor Konservasi.

  1. Anjungan

Semula anjungan dibangun mengelilingi benteng bagain dalam sebagai sarana pertahanan. Di anjungan ini ditempatkan prajurit dengan senjata tangan dan meriam yang dikonsentrasikan pada sudut anjungan. Tahun 1830, anjungan di sudut di timur laut dibongkar dan dibangun gedung societet. Tahun 1898 anjungan utara dibongkar dan dibuat terowongan untuk megakses unit service baru di utara benteng. Selanjutnya anjungan tidak punya arti strategi militer dan difungsikan sebagai sarana rekreasi dan kebun sayur. Pada saat ini anjungan dimanfaatkan sebagai sarana untuk melihat kawasan nol kota Jogja dan sekelilingnya.

C. Pemanfaatan Benteng Vredeburg sebagai Museum

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Museum Benteng Vredeburgmempunyai visi terwujudnya pengembanan dan pemanfaatn museum yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, memperkokoh identitas dan jati diri, integrasi nasional dan ketahanan budaya. Adapun misi yang diemban adalah mewujudkan peran museum sebagai sarana edukasi, pariwisata, pusat informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan pelestarian, penyajian dan pengembangan sejarah dan budaya denan nuansa edutainment.

Visi dan misi museum secara keseluruhan dijabarkan dalam berbagai kegiatan rutin yang terbagi menjadi tiga bagian kegiatan sebagai berikut :
  1. Pelestarian sejarah dan budaya melalui berbgai kegiatan seperti perawatan dan pemeliharaan benteng sebagai cagar budaya, konservasi, fumigasi, dan restorasi benda-benda sejarah Perjuangan. Perawatan dan pemeliharaan benteng sebgai cagar budaya dilakukan secara bersama-sama dengan Balai Pelestraian Peninggalan Purbakala. Sedangkan kegiatan konservasi, fumigasi, dan restorasi terhadap benda-benda koleksi sejarah Perjuangan dilakukan secaraintern oleh petugas pemeliharaan dan perawatan museum. Adapun koleksi benda-benda sejarah perjuangan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta terdiri dari benda-benda realia, replica, foto, lukisan dan koleksi lainnya yang berjumlah kurang lebih 7.000 buah. Seluruh benda koleksi museum disimpan diruang pameran tetap maupun storage museum sesuai dengan standar International Council of Museum.

  2. Penyajian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti pameran tetap dan temporer, penydiaan film-film sejarah perjuangan, perpustakaan sejarah serta penerbitan buku dan bulletin. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta memiliki 5 ruang pameran tetap yang terdiri dari 4 Ruang Diorama dan Ruang Realia. Ruang pameran tetap berisi koleksi benda sejarah yang memvisualisasikan peristiwa sejarah perjuangan bangsa, terutana perjuangan dari Yogyakarta sejak kedatangan bangsa barat ke Indonesia sampai dengan saat ini. Selain itu pengunjung juga bisa menikmati sajian film-film sejarah perjuangan di Runga Bioskop Sejarah Perjuangan. Museum juga dilengkapi denan perpustakaan yang berisi buku-buku sejarah dan budaya. Saran pembelajaran sejarah bagi anak-anak sekolah juga disediakan melalui CD interaktif.

  3. Pengembangan sejarah dan budaya melalui kegiatan penelitian dan pengkajian sejarah perjuangan, festival, lomba, ceramah, diskusi, loka karya, workshop, pentas seni, baik diselenggarakan sendiri, kerjasama instansi terkait, maupun memfasilitasi masyarakat melalui saran dan prasarana museum. Pengkajian sejarah difokuskan pada sejarah perjuangan di Yogyakarta baik peristiwa berkaitan dengan koleksi tata pameran tetap museum. Festival, lomba, diskusi, pentas seni bernuansa sejarah juga rutin dilakukan sperti festival busana perjuangan, lomba lagu, teater, lukis dan mewarnai dengan nuangsa perjuangan, cerdas cermat permuseuman, kesejarahan dan kepurbakalaan, dan kemah budaya. Selain itu museum juga menyediakan saran dan prasarana bagi masyarakat untuk mengadakan pameran, lomba, festival, ceramah, diskusi dan kegiatan lain yang bernuansa budaya.

0 komentar:

Museum Benteng Vredeburg

Foto saya
Jl. Jenderal Ahmad Yani 6 Yogyakarta 55121 Telp. (0274) 586934, Fax. (0274) 510996 e-mail : vrede_burg@yahoo.co.id

Museum Perjuangan

Pengikut

 
Salam Sahabat Museum, Yuk Ke MUSEUM BENTENG VREDEBURG YOGYAKARTA, Kita Semarakkan Tahun Kunjung Museum, AYO KE MUSEUM......