PELAYANAN PRIMA DI MUSEUM : SEBUAH KEBUTUHAN MENGHADAPI VISIT MUSEUM YEAR TAHUN 2010

Sabtu, 23 April 2011 ·

Oleh : Suharja

Sebuah pelajaran sangat beharga dapat dipetik dari sejarah perkembangan Negeri Cina yang begitu pesat pada saat ini ialah semboyan nasionalnya. Semboyan nasional bangsa cina mengantarkan cina menjadi Negara modern dan negeri industri tersbesar di asia. Semboyan bangsa cina “‘I want to change my life” merupakan semboyan yang dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat cina sehingga bangsa cina yang sangat miskin dan terbelakang dua dekade yang lalu berubah menjadi raksasa ekonomi yang canggih didunia. Cina benar-benar berubah sesuai dengan semboyannya mengubah kehidupan masyarakat “”menjadi macan Asia”. Tidak terkecuali dalam permuseuman di Cina pun turut berkembang pesat sejalan dengan perkembangan industrinya.

Kita sebagai insan permuseuman perlu belajar banyak dan sangatlah relevan untuk untuk memicu etos kerja di museum. Berkaitan dengan program Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di tahun 2010 yaitu tahun Kunjungan Museum, sudah sepantasnya kita berbenah diri untuk menyiapkan program-program museum agar lebih dikenal dan benar-benar menjadi tempat tujuan wisata pendidikan yang dapat diandalkan. Tidak kalah penting adalah menyiapkan garda terdepan mudium yaitu pelayanan. Pelayanan merupakan kunci utama bagi kesuksesan museum.

Pelayanan memiliki beberapa arti antara lain membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang(soetopo,1999).sedangkan pelayanan adalah merupaqkan usaha melayani kebutuhan orang lain (kamur besar bahasa Indonesia. 1995). Pelayanan yang sangat baik/pelayanan yasng baik. Pelayanan prima merupakan bagian dari Total Quality Service museum terhadap pengunjungnya. Sedangkan Total Quality Service adalah sistem manajemen strategik dan integrative yang melibatkan semua manajer dan pegawai serta menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi & melebihi kebutuhan, keinginan & harapan pelangan (sistematis, 1996).

Pelayanan prima dimusium tidak terlaksana tanpa adanya profsionalitas kerja. Pegawai harus memiliki dedikasi yang tinggi dan professional. Hal itu dapat dilihat dan ditujukan dari cirri profesionalisme antara lain kebanggaan terhadap profesi kerja di museum. Pegawai museum harus mencintai pekerjaannya terlebih dulu. Dengan mencintai pekerjaan maka etos kerja akan meningkat dan kebanggaan profesinya tertanam di dalam sanubarinya. Selanjutnya pegawai museum merupakan pelayan bagi pengunjungmuseum, siapapun pengunjung harus dilayani tanpa terkecualidengan sepenuh hati. Ibarat berdagang maka pengujung museum adalah raja yang harus dilayani kebutuhannya. Jika dua hal tersebut diatas sudah menjadi bagian dari etos kerja pegawai museum maka dengan sendiri setiap permasalahan yang muncul dalam museum baik teknis maupun non teknis akan dfapat karena cirri ketiga professional adalah problem solver yaitu mengatasi segala masalah, bukan membuat masalah baru.

Pelayanan prima di meuseum tidak dpaat dilepaskan dari tiga pilar utama yaitukompetensi, customer (pelanggan) dan competitor. Artinya untuk melayani secara prima maka pegawai museum harus memiliki kompetensi atau keahlian sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Tenaga pemandu harus memiliki keahlian dibidang konservasi dan sebagainya. Pendek kata penempatan personil harus sesuai dengan latar belakang keilmuannya. Selanjutnya segala kegiatan dan aktifitas museum muaranya adalah untuk pelanggan atau customer. Artinya harus menentukan positioning yang tepat dalam menjaring pelanggan disesuaikan dengan visi dan misi museum. Jika focus pelanggan sudah ditetapkan maka harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Tidak kalah penting hal berikutnya adalah selalu bealajr dari kemajuan institusi sejenis sehingga museum tidak ketinggalan. Kemajuan pesaing atau kompetito lain harus menjadi cambuk untuk selalu mengembangkan dan mencari inovasi demi kemajuan dan kepuasan pelanggan.

Filosofi pelayanan prima yang dapat diterapkan di museum antara lain :

  1. Fokus pada pelanggan (pelanggan segalanya)

  2. Obsesi terhadap kualitas (selalu ada peningkatan kualitas, minimal pelayanan pada tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin)

  3. Pendekatan ilmiah (inovatif dan kreatif, trial and error)

  4. Komitmen jangka panjang (perlu perubahan budaya bahwa segala aktivitas harus direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan dan diadakan pengawasan & evaluasi)

  5. Kerjasama tim, perlu ditekankan bahwa semau lini pekerjaan adalah penting, tidak ada yang tidak penting, semua lini memilki andil dalam mencapi kemajuan sehingga jika salah satu lini tidak berfungsi akan menggangg lini lainnya.

  6. Perbaikan sistem secara berkelanjutan(pegawai museum tidak boleh puas dengan hasil yang telah diraih, selali ada perbaikan dan kemajuan)

  7. Pendidikan dan pelatihan (untuk meningkatkan kompetensi pegeawai perlu diadakan pendidikan dan latihan secara berjanjang)

Pada akhirnya sesuatu pelayanan bisa disebut sebagai pelayanan prima apabila sudah memenuhi ketentuan sebagai berikut :

  1. Perbaikan berkelanjutan, artinya selalu ada peningkatan dalam setiap kegiatan.

  2. Bebas dari cacat / mengurangi cacat

  3. Pemenuhan kebutuhan sejak awal dan setiap saat (mulai dari masuk, menikmati, keluar museum, membawa kenangan)

  4. Melakukan secara benar (standar pelayanan) pelayanan di museum harus terukur dan memiliki standar baku.

  5. Membahagiakan pelanggan, artinya pengunjung adalah ibarat raja yang harus dilayani dan dipuaskan)

Pelayanan di mueum dapat dikatakan sebagai pelayanan prima apabila memiliki cirri-ciri standar pelayanan prima antara lain sebagai berikut :

  1. Ketepatan waktu pelayanan, jam buka dan tutup museum harus konsisten. Untuk mengantisipasi pengunjung sebaiknya pegawai museum dibagian pelayanan harus sudah siap sebelum jam buka. Jangan sampai pengunjung museum sudah ada tetapi pegawai yang menangani belum ada.

  2. Akurasi pelayanan, artinya pelayanan dilakukan sesuai dengan kebutuhan umur, pendidikan dan kepentingan pelanggan. Pelayanan terhadap anak-anak TK tentu berbeda dengan pelayanan terhadap anak-anak SD, dan seterusnya. Museum harus memiliki standar pelayanan terhadap masing-masing pelanggan sesuai dengan umur dan pendidikannya.

  3. Kecepatan dalam pelayanan karena waktu pengunjung terbatas. Biasanya pengunjung museum mengunjungi museum dengan waktu yang terbatas. Rata-rata pengunjung berada di museum kurang lebih sekitar satu sampai satu setengah jam. Sebab kunjungan ke museum biasanya merupakan paket kunjungan dengan obyek wisata lainnya sehingga waktunya terbats. Oleh karena itu kecepatan dalam pelayanan sangat dibutuhkan.

  4. Kesopanan dan keramahan. Hal ini merupakan kunci utama untuk menarik pengunjung. Pelayanan yang ramah dan sopan dapat mejadi senjata yang sangat ampuh dalam pemasaran karena kekecwaan pelayanan yang dialami pengunjung akan disampaikan ke semua orang yang ditemuinya. Tetapi kepuaan pelayanan hanya akan disampaikan kepada sepuluh orang teman terdekatnnya.

  5. Kemudahan mendapatkan pelayanan, waktu yang sangat pendek dalam melayani pengunjung harus diimbangi dengan kemudahan untuk mendapat berbagai akses yang dibutuhkan pengunjung baik informasi sarana dan prasana museum.

  6. Kenyamanan dalam pelayanan (di semua lini). Museum harus dilengkapi dengan sarana dan prasana yang mendukung museum sebagai tujuan wisata, pendidikan dan pusat informasi. Pengunjung harus memilki kenangan tersendiri yang lain dari pada yang lain di museum.

  7. Atribut pendukung lainnya seperti bersih, indah dan berkesan.


Dalam pelaksanaannya tentu tidak mudah karena selain ada faktor pendukung tentu ada faktor penghambatnya. Adapun factor pendukung tercapainya pelaksanaan pelayanan prima antara lain :

  1. Self Esteem / Harga Diri

Harga diri merupakan unsure penting dalam pelayanan. Keteladanan dan keprimaan harus dimulai dari lini atas manajemen. Segala sesuatu harus dimulai dari saat ini, mulai dari sdiri sendiri, dan mulai dari hal terkecil.

  1. Exceed Expectation / melampaui yang diharapkan.

Museum harus membuat visi misi yang tidak bisa dijangkau agar bisa memenuhi harapan dan keinginan pengunjung karena banyak organisasi menciptakan haapan tinggi tetapi pelayanan hanya biasa-biasa saja atau bahkan kurang sehingga menjadi boomerang karena tidak sesuai dengan promosi yang diterima masyarakat.

  1. Recovery / pembenahan.

Agar museum benar-benar manjadi milik pengunjung maka pihak museum perlu mengadakan studi tentang kebutuhan pelanggan museum baik dari tingkat umur maupun pendidikan. Mengetahui kebutuhan pelanggan merupakan kebutuhan pokok agar keberadaannya benar-benar sesuai kebutuhan. Keluhan pelanggan bukan masalah tapi merupakan peluang untuk memperbaiki kesalahan. Pembenahan harus selalu diadakan setiap tahun, kalau bisa harus ada hal baru ang dapat dinikmati oleh pengunjung museum setiap tahunnya.

  1. Vision / pendangan ke depan

Museum harus menciptakan kultur organisasi (dorporate culture) karena museum merupakan industri budaya yang memerlukan kreatifitas pegawai. Teknologi merupakan bagian dari kerja bukan sebaliknya.

  1. Improve / peningkatan.

Museum harus selalu memiliki inovasi baru dengan kata lain berubah atau ditinggalkan pelanggan.

  1. Care / perhatian

Museum harus berupaya menyenangkan pelanggan serta memperhatikan kualitas pelayanan.

  1. Empower / pemberdayaan.

Pegawai museum harus diberdayakan sesuai dengan keahlian bidangnya masing-masing. Pegawai museum perlu belajar dari kesalahan.

  1. Sustainable / berkelanjutan.

Segala sesuatu aktifitas di museum harus dilaksanakan secara berkelanjutan..

Ada beberapa perilaku yang perlu dihindari oleh pegawai museum agar tidak menghambat kemajuan yaitu antara lain perilaku negative Bounded Rationality atau memeprtahankan status quo dan menolak perubahan. Perilaku yang kedua adalah Opprtunistic Behavior yaitu perilaku yang hanya mengejar keuntungan sendiri dengan kecurangan. Jika perilaku ini masih banyak dilakukan oleh pegawai musueum maka besar kemungkinan museum akan maju dan dikenal baik oleh masyarakat. Ada dua pilihan yaitu mau maju atau mundur. Ada kebiasaan bangsa Indonesia yang salah satu mebenarkan yang biasa artinya segala sesuatu walaupun salah jika dilakukan oleh banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang benar. Pola tersebut harus diubah menjadi membinasakan yang benar. Artinya walaupun perilaku itu banyak dilakukan oleh banyak orang tetapi jika hal itu salah sebaiknya jangan ditiru. Biasakanlah segala sesuatu yang benar. Kunci terakhir kemajuan adalah tidak ada kemajuan tanpa perubahan tanpa perbuatan, serta tidak ada perbuatan tanpa kemajuan. Intinya untuk maju adalah mau berbuat perubahan untuk kemajuan.


Daftar Pustaka :

Hardjosoedarmo, Soewarso (1997), Dasar Dasar Total Quality Management, Yogyakarta, Penerbit Andi.

Hardjosoekarto, Sudarsono (1994), Beberapa Persfektif Pelayanan Prima, Bisnis dan Birokrasi, No.3/Vol IV/September, 1994.

Soetopo (1990), Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 1999.



Daftar Pustaka :

Hardjosoedarmo, Soewarso (1997), Dasar Dasar Total Quality Management, Yogyakarta, Penerbit Andi.

Hardjosoekarto, Sudarsono (1994), Beberapa Persfektif Pelayanan Prima, Bisnis dan Birokrasi, No.3/Vol IV/September, 1994.

Soetopo (1990), Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 1999.



0 komentar:

Museum Benteng Vredeburg

Foto saya
Jl. Jenderal Ahmad Yani 6 Yogyakarta 55121 Telp. (0274) 586934, Fax. (0274) 510996 e-mail : vrede_burg@yahoo.co.id

Museum Perjuangan

Pengikut

 
Salam Sahabat Museum, Yuk Ke MUSEUM BENTENG VREDEBURG YOGYAKARTA, Kita Semarakkan Tahun Kunjung Museum, AYO KE MUSEUM......