tag:blogger.com,1999:blog-30046246011849047142024-03-14T03:47:26.876-07:00MUSEUM BENTENG VREDEBURGMuseum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.comBlogger26125tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-33704939492295590622011-04-30T00:49:00.000-07:002011-05-19T21:17:51.455-07:00RADEN AJENG KARTINI Permasalahan yang dihadapinya<div style="text-align: justify;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <span style="font-family: "Trebuchet MS";">*</span><br /><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Kartini tidak di karuniai Tuhan umur panjang. Lahir pada 21 April 1879 dan meninggal pada 17 September 1904. Tetapi umur yang pendek itu sempat menggoreskan riwayat yang dikenal banyak orang. Dikenal lantaran surat-suratnya yang mampu menggerakkan hati setiap pembacanya. Surat-surat itu ia tulis sejak 25 Mei 1899 sampai dengan 7 September 1904. Surat terakhir ia tulis tepat sepuluh hari sebelum ia meninggal. Gaya, ungkapan, serta ketajaman surat-surat itu mencerminkan kecerdasan dan pribadinya yang tanggap terhadap soal-soal kemanusiaan yang terjadi di sekitarnya. Kartini tampil sebagai pribadi yang gelisah, yang bertanya. Sekalipun dalam ciri-ciri aristokrasinya yang lembut dan penuh etiket kesopanan, tak pelak Kartini adalah sebuah protes, bahkan ia meneriakkan tuntutan-tuntutan yang keras dan sarkastis. Suaranya bergaung menembus ruang dan waktu yang luas dan panjang. Bahkan ia pada akhirnya telah menjadi bagian dari sejarah sebuah bangsa.<span style="font-weight: bold; font-style: italic;">1</span><br />Surat-surat Kartini memang telah menjadi bukti sejarah tentang kemelut yang terjadi di sebuah masyarakat yang sedang mengalami perubahan mendasar. Dalam kehidupan Kartini, perubahan zaman itu menampakkan diri dalam bentuk pergulatan batin yang tandas. la bukan hanya mewakili cita-cita akan perubahan, akan tetapi juga kiblat. Yakni kiblat baru yang ditandai oleh masuknya pengaruh pendidikan Barat ke benak sumsum masyarakat Jawa tradisional pada masa tu. Kartini sekaligus juga mewakili wajah sebuah masyarakat yang enggan berubah, yang hendak mempertahankan milik berupa pusaka lama yang bernama adat. Terjadilah kecamuk pertentangan, tarik-menarik, konflik dan pergulatan batin. Dilema-dilema pelik bertabur di hadapan Kartini. Kekuatan-kekuatan besar, kepentingan-kepentingan kaum feodal dan kolonial, bertarung saling berebut pengaruh, saling tabrak dan kadang muncul pula dalam topeng-topeng tipu muslihat dan siasat. Kartini tepat berada di tengah kemelut itu. Ia harus menentukan sikap.</span> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dalam surat-suratnya yang membentang pada jarak waktu selama kurang lebih lima tahun, dapatlah ditelusuri pengalaman Kartini, pergulatannya selaku anak sebuah zaman yang sedang berubah. Kartini sendiri bukanlah pemenang dalam persengketaan dan perlawanan tersebut. Ia tidak keluar di sana selaku "pahlawan" yang dengan gegap gempita memaklumkan keunggulannya atas lawan-lawannya yang bernama penjajahan, penindasan, kekolotan, kebodohan, dan keserakahan. Dan sebenarnya ia tidak hanya berhadapan dengan kebodohan bangsanya, akan tetapi juga kebodohan pihak kolonial Barat yang hendak menghalangi perubahan-perubahan yang sedang terjadi di tengah bangsanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Tulisan ini mengangkat permasalahan-permasalan apa sajakah yang dihadapi Kartini pada zamannya, berdasarkan surat-surat Kartini kepada rekan-rekan korespondensinya di negeri Belanda.<br /></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">**<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Kartini, sebagai anak penguasa tertinggi di wilayah Jepara, tidak mengalami persoalan apa-apa dan akan merasa hidup sangat berbahagia di rumah besar kabupaten seandainya ia tidak berkenalan dengan gagasan-gagasan yang dibawa masuk oleh pendidikan model Barat ke tengah-tengah kehidupannya. Nasib telah membawanya ke arah lain. Bakat, kecerdasan, serta kepekaannya turut menyeretnya kepada pilihan-pilihan yang amat sulit ketika ia semakin lama semakin menyelami kebudayaan Barat serta nilai-nilai baru yang amat ia kagumi. Agaknya basis pendidikan yang rendah tersebut cukup bagi Kartini untuk mengembangkannya sendiri. Khususnya berbekal penguasaan Belanda serta kekuatan intelektualnya, ia mampu menyerap dan merumuskan persoalan yang sedang dihadapi oleh bangsanya. Kartini, dalam keterbatasannya sebagai makluk perempuan di dalam gedung kabupaten, mampu melayangkan pandangan dan cita-citanya ke dunia modern di Barat. Ia menjelajahi pikiran-pikiran dunia maju dengan jalan korespondensi. Dalam terbitan kumpulan surat-surat Kartini yang disusun oleh Abendanon, terdapat sepuluh alamat dan lebih separo adalah perempuan. Beruntung bahwa Niewenhuijs dalam artikelnya tentang Kartini secara luas menyebut teman-teman korespondensinya, meskipun surat-surat tersebut sudah tidak dapat ditemukan lagi. Ada kemungkinan jumlah sahabat korespondensi Kartini lebih banyak lagi, mengingat dalam surat-suratnya yang sudah terbit Kartini menyebut sejumlah nama atau tema tertentu yang berhubuftgan dengan nama-nama tersebut, misalnya Snouck Hurgronje.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Sahabat pena Kartini bukanlah orang sembarangan. Mereka pada umumnya memiliki pendidikan serta kedudukan yang tinggi di tengah masyarakat pada masa itu. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan Kartini yang hanya lulusan sekolah dasar, dan lagi usianya masih sangat muda. Dalam surat-suratnya Kartini tampak mampu mengimbangi gagasan-gagasan mereka. Ia menyerap, mengolah, serta merumuskan sendiri pikiran-pikiran tersebut sampai menjadi milik Kartini sendiri. Dengan cara itu Kartini telah menjadi bagian dalam percaturan ide-ide .</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Barat modern. Dengan kemauan dan kemampuannya berbahasa Belanda, yang merupakan bahasa terpenting untuk memahami khasanah kebudayaan barat di Hindia Belanda saat itu, ia sangat mengetahui apa yang sedang terjadi berikut segala persoalan yang sedang berkembang sehubungan dengan relasi antara negeri Belanda dan tanah jajahannya, Hindia Belancla. Dengan demikian Kartini banyak mengerti tentang aliran baru yang mulai muncul dan menjadi lebih banyak pendukungnya di kalangan swasta maupun amtenar Belanda yang terkenal dengan nama " aliran Etis".</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Di pihak lain, secara mengagumkan pula Kartini, dengan caranya sendiri berhasil mengetahui keadaan rakyatnya, khususnya di Jawa. Dalam surat-suratnya ia kerap menceritakan keadaan masyarakat pribumi, khususnya di sekitar Kabupaten Jepara. Ia merumuskan persoalan-persoalan rakyat yang diketahuinya, kedaan hidup mereka, kepercayaan mereka, serta hambatan-hambatan yang mereka hadapi. Salah satu pokok yang dapat dibicarakan dan diinformasikannya secara tepat adalah mengenai kehidupan keluarganya selaku priyayi tinggi di Jawa, yang masih sangat terkungkung oleh banyak tata cara dan adat istiadat, yang pada akhirnya, tidak bisa tidak, ditentangnya dengan keras.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dalam ruang lingkup pergaulan, pengalaman, serta wawasan yang diperoleh Kartini di tengah lingkungan tersebut di atas, maka ia dengan jelas dapat merumuskan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Dalam surat-suratnya, sedikitnya terkandung tiga hal yang selalu muncul dan menjadi pokok perhatiannya. Pertama, soal emansipasi wanita, khususnya melawan adat serta ajaran feodal yang memelihara praktek poligami. Kedua masalah pendidikan di kalangan rakyat Jawa. Dan ketiga adalah buruknya kehidupan rakyat yang disebabkan oleh bermacam-macam sebab, khususnya menyangkut kondisi kesehatan mereka.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; font-weight: bold; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Persoalan Poligami</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Poligami, yang memungkinkan seorang laki-laki secara sah bisa memiliki istri lebih dari seorang, merupakan salah satu hasil penilaian tertentu mengenai hubungan antara laki-laki dengan perempuan, khususnya dalam lembaga perkawinan. Dalam lingkungan kehidupan bangsawan Jawa, tempat Kartini hidup, praktek poligami merupakan hal yang biasa. Kebiasaan dan adat-istiadat yang hidup di kalangan masyarakat- khususnya di kalangan priyayi Jawa yang berkedudukan tinggi, memang menempatkan kedudukan perempuan memang tidak sama dengan kedudukan kaum laki-laki. Perempuan tidak sepantasnya mengerjakan hal-hal yang dikerjakan oleh laki-laki. Kedudukan yang dianggap cocok untuk perempuan adalah sebagai pemelihara kedudukan rumah tangga. Seorang lelaki Jawa dididik secara terpisah dan memiliki kesempatan yang jauh lebih besar dan lebih bebas. Dalam rangka itu maka lelaki Jawa melihat seorang perempuan Jawa tidak bisa lebih daripada melihatnya dalam hubungan sebuah keluarga, atau keluarga-keluarga dengan seorang lelaki sebagai kepalanya; tepatnya dalam hubungan perkawinan. Perempuan hanya berharga apabila dihubungkan dengan soal perkawinan. Dan perkawinan itu sendiri seringkali merupakan puncak kesengsaraan kaum perempuan, karena meskipun menjadi istri sah dari suaminya, ia bukan satu-satunya istri, melainkan salah satu istri drsamping istri-istri yang lain. Kartini melihat kenyataan yang timpang dan tidak adil ini dengan kegeraman.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"...saya akan menyinggung kaum lelaki dalam sifat mereka yang selalu mementingkan diri sendiri, egoistis. Celakalah mereka itu...yang menganggap egoisme lelaki semacam ini sebagai sesuatu yang sah dan adil".<span style="font-weight: bold; font-style: italic;">2</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Kartini mengemukakan persoalan poligami sebagai pemberontakan. Ia mengetahui bahwa adat-istiadat semacam ini, apabila diberi toleransi, akan memperanakkan jenis ketidakadilan yang lain, seperti kawin paksa, batasan yang menyakitkan hati tentang hak perceraian, perkawinan anak-anak di bawah umur, dan penghormatan martabat seorang perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Kartini tidak membesar-besarkan soal poligami ini, ia tidak berkhayal. Ia sendiri dalam keluarganya, mengalami kepedihan yang diakibatkan oleh musuh besarnya yang utama itu.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Ibu kandung Kartini bukan raden ayu, dan sekalipun ia istri sah dari Bupati Sosroningrat, Ibu Kartini tidak berhak untuk tinggal di rumah utama kabupaten. Ngasirah melahirkan delapan orang anak, lima di antaranya adalah lelaki. Raden Ayu memiliki tiga orang anak perempuan. Sekalipun Kartini tidak pernah mengungkapkan secara terbuka penderitaan yang dialami oleh ibu kandungnya, dapat dibayangkan betapa perasaannya melihat keanehan kehidupan di kabupaten. Ngasirah tetap dalam martabatnya selaku perempuan, tetap harus merangkak-rangkak dan menunduk-nunduk karena ia berasal dari kalangan jelata. Sedangkan anak-anaknya, karena mereka merupakan benih dari seorang bangsawan, dihormati selaku para bangsawan. Dengan demikian Ngasirah tidak dianggap sebagai seorang Ibu, melainkan hanya seperti seorang pembantu, atau sekedar seorang yang telah melahirkan. Kartini dengan pedih menulis:<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"... saya telah melihat neraka darijarak dekat-malahan saya berada di dalamnya-,.. .saya telah menyaksikan penderitaan, dan merasakan sendiri kesengsaraan ibu saya sendiri... karena saya adalahanaknya." (F.G.P. Jaquet; 2987, tidak terbit di DDTL oleh Abendanon).<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">3</span></span><br /></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Pengalaman lain tentang poligami terjadi pada adiknya sendiri Kardinah. Kardinah menikah dengan patih dari Pemalang, yang sudah beristri dan mempunyai enam orang anak. Perkawinan itu dilakukan dengan paksaan kedua orang tuanya. Kartini sendiri dengan semangat menyala-nyala menuliskan pendapatnya tentang perkawinan dan poligami. Dalam salah satu suratnya kepada sahabatnya, Stella, ia menulis:</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"..Saya tidak akan, sekali-kali tidak akan jatuh cinta. Karena mencintai seseorang, menurut hemat saya, pertama-tama harus ada rasa hormat. Dan saya tidak bisa menghormati seorang pemuda Jawa. Bagaimana saya bisa menghormati seseorang yang sudah kawin dan menjadi ayah, yang apabila sudah bosan kepada ibu dan anak-anaknya, dapat membawa perempuan lain ke rumah dan mengawininya secara syah..."<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">4</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Kepada alamat lain, yaitu Ny. Abendanon-Mandri, Kartini juga melancarkan serangannya yang sengit ke arah poligami dengan menyuarakan protesnya:</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"...Bukankah hal itu merupakan perkosaan terhadap kodrat alam, apabila perempuan harus tinggal dengan damai serumah dengan madunya? Sesungguhnyalah, anak bangsa ini sendiri, kaum perempuan hams mendengarkan suaranya. Masih akan adakah orang yang dengan tenang mengatakan bahwa "keadaan mereka melihat dan mengetahui yang telah karni lihat sendiri? Saya pernah mengutip sesuatu pidato Prof. Max Muller, seorang ahli bahasa-bahasa Timur yang ulung dari Jerman, yang juga ahli sejarah dan lain-lain. Bunyinya kurang lebih: Poligami seperti yang dijalankan bangsa-bangsa Timur adalah suatu kebajikan bagi kaum perempuan dan gadis-gadis yang di dalam negerinya tidak dapat hidup tanpa suami atau pelindung. Max Muller sudah tiada, kami tidak dapat memanggilnya kemari untuk memperlihatkan adat itu kepadanya. Orang berusaha membohongi kami, bahwa tidak kawin itu bukan hanya aib, melainkan juga dosa besar..."<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">.5</span></span><br /></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Perlawanan Kartini terhadap praktek poligami di kalangan bangsawan Jawa pada akhirnya membawa dia pada kesadaran bahwa ia sendiri sudah selalu hidup dalam bayang-bayang musuh besar yang dilawannya. Ia sadar bahwa ia sedang berhadapan dengan lawan yang sangat bengis dan kuat, yang didukung oleh adapt istiadat, bahkan juga dibenarkan oleh ajaran-ajaran agama yang ada pada masa itu. Sudah sewajarnya apabila Kartini juga merasa was-was dan takut.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"... Saya putus asa, dengan rasa pedih-perih saya punter-puntir tangan saya jadi satu. Sebagai manusia saya merasa seorang diri tidak mampu melawan kejahatan berukuran raksasa itu, dan yang - aduh alangkah, kejamnya! Dilindungi oleh ajaran Islam dan dihidupi oleh kebodohan perempuan: korbannya aduh! saya pikir saya mungkin pada suatu ketika mungkin nasib menimpakan kepada saya suatu siksaan yang kejam, yang bernama poligami itu! Saya tidak mau! Mulutku menjerit hatiku menggemakan jeritan itu ribuan kali...".<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;"></span></span><br /></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dugaan Katini tidak luput. Tiga tahun kemudian ia harus menikah dengan seorang yang bukan pilihannya sendiri. Lagi pula laki-laki itu memiliki tiga istri dan tujuh orang anak. Anak yang tertua hanya berbeda delapan tahun dengan Kartini. Pernikahan dengan Bupati Rembang, Djojoadiningrat, tak dapat dielakkan dan itu berlangsung pada 8 November 1903. Mengenai pertunangannya, Kartini merasakan itu sebagai kehinaan yang memalukan. Mahkota di kepalanya telah direnggut dan jatuh berantakan di pasir. Kebanggaan dan kebesaran dirinya telah sirna. Kartini merasa bahwa dirinya kini hanyalah salah seorang dari ribuan korban perempuan Jawa yang hendak ditolongnya. Malah ia telah menambah jumlah bilangan korban tersebut. Perlawanan Kartini menemui jalan buntu, bahkan menelan korban baru, dirinya sendiri.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Rintihan Kartini yang bernada tragis disuratkan juga kepada Ny. Abendanon, kurang lebih sebulan sebelum hari pernikahan. Ia merasa telah mati dengan sia-sia. Secara fisik, moral telah patah, tak memiliki apa-apa lagi. Ia merasa gagal dalam perjuangannya, tak satupun hasil, yang dicapainya. Semuanya, segala cita-cita telah runtuh oleh oleh egoisme orang-orang. Sayap-sayap telah putus, hatinya pecah berkeping-keping. Ia harus mengangkat sendiri beban penderitaan beban penderitaan itu, dan ia merasa tidak mampu menanggungnya.<br /></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Sesudah pernikahan, ia segera diboyong ke Rembang, dan menjadi raden ayu di kabupaten. Kartini tidak memberontak lagi, tidak menjeritkan kegelisahananya terhadap nasib perempuan Jawa. Surat-surat yang ditulisnya dari Rembang bukan lagi surat-surat protes tentang kedudukan perempuan, dan bukan tentang soal poligami. Tampaknya ia berusaha damai dengan keadaannya yang baru. Tanpa protes Kartini memang tidak berhak lagi mengeluhkan keputusan yang telah diambilnya meskipun dengan berat dan terpaksa, surat-surat Kartini pada periode Rembang adalah surat yang menyatakan kebahagiannya di tengah suami, ketiga istri selir, dan tujuh anak-anaknya. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Kebahagiaan itu dengan sendirinya berhenti, ketika pada 17 September 1904 ia meninggal, empat hari setelah ia melahirkan anak laki-lakinya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; font-weight: bold;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Pendidikan Rakyat dan Emansipasi Wanita</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Minat kartini pada soal pendidikan di kalangan masyarakat luas amatlah besar. Ia menyadari keterbelakangan mereka. Massa rakyat yang berjumlah jutaan orang tersebut masih berada dalam kegelapan dan kebodohan. Keterbelakangan ini amat mempengaruhi kesejahteraan hidup rakyat, karena mereka tidak tahu bagaimana mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi, seperti soal pangan, kesehatan, mengatur ekonomi rumah tangga, ataupun mendidik anak. Kartini bercita-cita memperbaharui masyarakat yang kolot, yang tidak punya daya hidup lagi. Ia ingin membuat perubahan. Dalam suratnya yang panjang kepada Estella Zeehandellar pada Januari 1900, Kartini banyak membicarakan keadaan rakyat yang menyedihkan yang disebabkan oleh suasana kolonial, khususnya para pejabatnya. Kartini merasa bahwa pemerintah kolonial setengah hati menolong memajukan rakyat. Kartini mengutip pandangan ayahnya yang tertuang dalam sebuah nota untuk pemerintah yang menyatakan bahwa salah satu kunci untuk memecahkan persoalan rakyat di tanah Jawa adalah dengan mendidik mereka.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Pemerintah tidak mungkin bisa menyediakan nasi di piring bagi setiap orang untuk mereka makan, tetapi yang bisa dilakukan pemerintah adalah memberikan daya upaya agar rakyat sanggup mencapai tempat di mana makanan itu tersedia. Daya upaya itu adalah pendidikan. Pemberian pendidikan kepada anak negeri berarti bahwa pemerintah memberikan suluh ke tangan mereka, agar selanjutnya ia sendiri menemukan jalan yang semestinya menuju tempat di mana nasi itu terdapat.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Selanjutnya terdapat kecanggungan pemerintah melakukan pendidikan rakyat, Kartini mengemukakan kritiknya yang pedas:</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"...hak adalah hak dan adil adalah adil. Maklumlah, dalam hal kemajuan dan peradaban, kami ingin sama dengan orang Eropa. Hak yang kami tuntut untuk diri kami sendiri, harus kami berikan pula kepada orang lain yang memintanya kepada kami. Merintangi kemajuan rakyat kiranya sama halnya dengan perbuatan Tsar, yang mengkotbahkan perdamaian dunia, sedang ia sendiri menginjak-injak hak rakyat dengan kakinya".<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">6</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dan selanjutnya:</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"Oh, sekarang saya paham, mengapa orang tidak setuju dengan kemajuan orang Jawa. Kalau orang Jawa berpengatahuan, ia tidak akan lagi mengiyakan dan mengamini saja segala sesuatu yang ingin dikatakan atau diwajibkan kepada mereka oleh atasan mereka".</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dalam soal pendidikan kepada rakyat, khususnya yang memberikan perhatian besar kepada peran kaum perempuan, Kartini banyak memperoleh ide yang segar dari Direktur Urusan Pengajaran dan Kerajinan, J.H. Abendanon, salah seorang dari kalangan etisi yang menaruh perhatian pada usaha memajukan rakyat pribumi. Kartini mengutip sebuah surat edaran Abendanon yang ditujukan kepada kepala-kepala pemerintahan daerah mengenai pendirian sekolah untuk anak-anak perempuan bumiputra.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dari masa ke masa menjadi semakin jelas bahwa kemajuan para perempuan merupakan faktor yang penting untuk untuk membudayakan bangsa itu. Kecerdasan penduduk bumiputera tidak akan terjadi secara cepat bila perempuan adalah pendukung peradaban.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Uraian Kartini mengenai persoalan ini bertaburan hampir dalam setiap suratnya, dan ia mengemukakan dengan penuh semangat serta optimisme yang tinggi. Pikiran Kartini mengenai permasalahan pendidikan paling jelas dan sistematik tampak dalam sebuah nota yang ditulisnya dengan judul "Berikanlah Pendidikan Kepada Orangjawa". Naskah itu ditulis oleh Kartini di Jepara pada Januari 1903. Di samping itu juga anaskah lain yang ditulis oleh Kartini dan Rukmini, adiknya (dari ibu lain), yang juga merupakan nota pada lampiran surat permohonan pada pemerintah tertanggal 19 April 1903. Gagasan Kartini tentang pendidikan banyak dibentuk dan didasari pemikiran-pemikiran Abendanon. Dialah orang Belanda pertama dengan jabatan tinggi yang dengan sungguh hati mencari jalan agar kaum wanita benar-benar memperoleh pendidikan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; font-weight: bold;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Keadaan Rakyat di Mata Kartini</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dalam hal pendidikan, emansipasi wanita, dan pemikiran sehubungan dengan Kartini menyandarkan diri pada informasi serta wawasan sahabat-sahabat penanya dari Belanda. Namun menyangkut persoalan rakyatnya, Kartini memperoleh informasi dari lingkungannya sendiri terutama dari ayah dan saudara-saudaranya, serta atas inisiatifnya sendiri menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Penuturannya tentang keadaan rakyat yang ia ketahui bahkan seolah-olah merupakan kritik yang dialamatkan kepada teman-teman Belandanya itu. Sekalipun kebanyakan waktunya dia habiskan di kamarnya untuk membaca, merenung dan menulis, Kartini sering juga keluar dari tembok kabupaten. Dengan pengamatannya yang tajam ia mampu merumuskan persoalan masyarakat di sekitarnya. Ia sering pula mengikuti ayahnya melakukan kunjungan ke desa-desa di wilayah kekuasaannya. Atas inisiatifnya sendiri pula ia mengamati kehidupan para pembatik dari dekat. Juga Ia bisa banyak bercerita tentang industri kayu yang terkenal di daerah Jepara. Kartini tahu dengan tepat harga serta pendapatan yang diperoleh oleh perajin tersebut. Selain itu ia juga sangat memberi perhatian pada berita-berita hangat tentang keadaan rakyat melalui koran yang dibacanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dalam hubungan ini tepatlah apabila pertama-tama disebut tentang persoalan candu. Kebiasaan menghisap candu ini sudah lama menjadi penyakit masyarakat yang menghabiskan daya hidup rakyat Jawa. Bencana ini telah dialami oleh rakyat secara menyeluruh sebagai kutuk mengerikan. Kriminalitas dan serta keruntuhan hidup rumah tangga selalu merupakan akibat yang disuguhkan oleh candu. Candu adalah musuh besar masyarakat tetapi soalnya adalah perdagangan candu justru dilindungi oleh pemerintah. Tulis Kartini sengit:</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"Persoalan ini tetap mengharu biru dalam bayangan Kartini sebagai laknat besar. Kira-kira lima setengah tahun kemudian, di Rembang ia menulis lagi tentang usaha suaminya, Bupati Djojoadiningrat, untuk mengakhiri kebiasaan buruk rakyat tersebut. Namun usaha tersebut mendapat jawaban dari seorang anggota Dewari Hindia, bahwa pemerintah memang membutuhkan uang. Tengoklah! Tulis Kartini, jadi bukannya rakyat yang tidak mau berhenti menghisap candu, tetapi pemerintah. Pahit tetapi benar, kutuk terhadap orang Jawa adalah sesuatu kekuatan hidup bagi pemerintah".</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Soal lain yang menjadi keprihatinan Kartini adalah pajak. Sebagai orang yang memikirkan rakyatnya, Kartini tidak dapat melepaskan satu soal yang sudah sejak zaman Tanam Paksa amat memberati rakyat, yaitu soal pajak. Ia juga mengatakan bahwa zaman tatkala para penguasa pribumi memeras rakyatnya sebagaimana dikumandangkan dengan nyaring oleh Multatuli telah lewat. Kartini kini amat meresahkan beban pajak yang ditaruh dipundak rakyat oleh pemerintah. Ayahnya seorang penguasa pribumi, tidak seperti yang digambarkan Multatuli. Kartini mengakui bahwa kritik amat keras yang dilancarkan oleh buku Max Havelaar terhadap para penguasa pribumi ada benarnya. Tetapi secara khusus menyangkut ayahnya, ia menyangkal keras bahwa ayahnya menindas rakyat.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dengan permainan kata yang halus dan lucu, Kartini berusaha menjelaskan bahwa yang menyebabkan wabah penyakit dan bencana kelaparan serta kesengsaraan rakyat adalah regen (bahasa Belanda, yang artinya hujan). Saat itu hampir seluruh Jawa memang mengalami bencana alam beruntun, kalau bukan musim kering yang berkepanjangan, hujan kelewat banyak, sehingga panen selalu gagal. Jadi kesengsaraan disebabkan oleh regen (hujan), dan bukan oleh regent (bahasa Belanda, artinya bupati), yang oleh Multatuli digambarkan sebagai penghisap dan penindas rakyat. Kartini sering bercerita tentang ayahnya yang bekerjan keras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ia juga memberi gambaran tentang pamannya, Bupati Demak, sebagai seorang pemuka masyarakat yang sungguh-sungguh memedulikan rakyatnya. Namun, Kartini juga tidak menutup mata terhadap praktek buruk pejabat yang masih suka menerima upeti-upeti serta pungutan pada rakyat. la menilai hal itu sebagi hal yang sangat memalukan. Bupati Jepara ini dengan sekuat tenaga bekerja untuk rakyat, tetapi.., pemerintah memang membebani rakyat dengan berbagai pajak yang sangat berat. Sebagai ilustrasi Kartini memberi contoh kecil tetapi menyakitkan:</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">"...Apa sebab orang Jawa menjadi miskin? Pemotong rumput yang setiap hari penghasilannya hanya 10 atau 12 sen terkena pajak pencaharian. Untuk tiap ekor kambing atau domba yang disembelih, hams membayar pajak 20 sen. Demikianlah penjual sate yang tiap hari menyembelih dua ekor kambing hams membayar pajak setiap tahun 144 gulden. Lalu berapakah penghasilan mereka? Hanya cukup untuk hidup...".<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;"><span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">7</span></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Persoalan ketiga yang amat banyak memperoleh perhatian Kartini menyangkut wabah penyakit dan soal kelaparan di kalangan penduduk. Pada paro kedua abad 19 dalam siklus kira-kira sepuluh tahun, pulau Jawa selalu dihinggapi serangan epidemi yang selalu memakan korban jiwa puluhan ribu. Penyakit rakyat menular ke mana-mana, seperti tuberkolosis, kolera, beri-beri, cacing, malaria, pes, dan lain-lain yang begitu berjangkit sukar untuk dibendung. Hal itu memperlihatkan betapa buruknya kondisi kehidupan rakyat baik di wilayah pedesaan maupun di kota. Juga pelayanan kesehatan rakyat yang amat jelek, ditambah lagi kebodohan rakyat yang tidak mengerti bagaimana menanggulangi wabah tersebut. Ditambah lagi dengan bencana alam, musim kering yang telalu panjang, atau banjir yang tak tertahan yang menyebabkan gagalnya panen dan bencana kelaparan. Pada tahun 1901 dan 1902 seluruh Pulau Jawa memang secara serentak dijangkiti oleh penyakit dan juga bahaya kelaparan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dalam suratnya tanggal 10 Agustus 1901 kepada Dr. Adriani, Kartini bercerita tentang wabah kolera yang berjangkit di Semarang dan juga kota-kota besar lainnya, seperti Batavia dan Surabaya. Dalam surat yang sama ia menulis tentang bencana kelaparan di Purwadadi. Pada bulan Oktober tahun yang sama, ia menulis kepada Stella Zeehandelaar tentang kegagalan padi di derah Purwadadi dan Demak. Sekitar 26.000 bau sawah tidak bisa mengeluarkan biji. Bencana ini meniupkan pula kutuk kolera. Dalam suratnya tanggal 26 Mei, ia juga menceritakan wabah kolera yang memakan korban 200 jiwa dalam seminggu. Wabah ini menyerang kota Pemalang di mana adiknya, Kardinah, tinggal. Dan akhirnya pada tanggal 17 Januari 1903 ia menyurat kepada Ny. Van Kol, memberitahukan kesengsaraan rakyat Jepara yang tertimpa musim kering yang ganas dan panjang. Sawah-sawah menjadi padang berwarna coklat, dan bencana yang menyakitkan itu tampak membayang: kelaparan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Bencana tersebut masih ditambah dengan bencana khusus untuk wanita, yaitu kematian ibu sewaktu melahirkan. Ia menulis dengan pedih: setiap tahun di Pulau Jawa dan seluruh Hindia Belanda rata-rata 20.000 wanita mati karena rnelahirkan, dan 30.000 anak lahir meninggal karena pertolongan bidan yang tidak sempurna. Semua gambaran yang diberikan Kartini, yang sering dengan amat mengharukan dan kadang-kadang amat tajam diungkapkan, menunjukkan betapa "gelap-nya" kehidupan rakyat Jawa saat itu. Mereka secara fisik dan mental amat terbelakang. Secara sosial amat terbelenggu oleh adat yang buruk serta kebiasaan yang merusak, dan selain itu dibebani pajak berat oleh pemerintah. Kondisi fisik lingkungan, serta kesehatan amat menyedihkan sehingga selalu menjadi bulan-bulanan siklus epidemi yang memakan korban ribuan jiwa.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">***<br /></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Pergulatan Kartini bisa dimengerti dengan baik manakala seluruh pergulatan batinnya diletakkan dalam konteks sebuah proses besar perubahan masyarakat di Indonesia pada pergantian abad ke-19 dan abad ke-20. Perubahan itu khususnya terjadi ketika masyarakat semakin disadarkan kepada upaya untuk memikirkan masa depan yang lebih baik, ketika mereka mulai semakin mengerti makna kata "kemajuan" yang disebarluaskan pada oleh pemerintah kolonial saat itu. Cita-cita tantang kemajuan itu disebarluaskan oleh pemerintah kolonial menjalankan program "politik etis". Pendidikan Barat mulai diperkenalkan secara sistematis di kalangan penduduk bumiputra melalui para bangsawan dan pegawai pemerintah. Pendidikan semacam inilah yang bagaikan virus merasuki seluruh bagian masyarakat, menyebabkan demam dan menganggu kehidupan masyarakat sehari-hari. Cita-cita untuk mengubah masyarakat semakin meningkat dan meluas di segenap lapisan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Dalam proses tersebut, Kartini bisa dibilang sebagai personifikasi dari proses perubahan tersebut. Karena seluruh hidupnya ia curahkan kepada upaya mengajak semua orang untuk terlibat dalam gerakan memperkenalkan gagasan-gagasan baru tentang emansipasi, kebebasan, dan kemandirian, sebelum pada akhirnya harus mengakui bahwa dirinya terlalu kecil untuk berhadapan dengan tantangan yang terlalu besar.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"><span style="font-weight: bold;">Sumber</span><br /></span></p><ol><li><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Th. Sumartana, Tuhan dan Agama Dalam Pergulatan Batin Kartini, hlm. 1.</span></li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify;" start="2" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Surat Kartini yang melukiskan hubungan yang memilukan antara laki-laki dan perempuan Jawa antara lain dpat dibaca dalam suratnya kepada Stella Zehandelar tanggal 17 Mei 1902.</span></li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify;" start="3" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">F.G.P. Jaquet; 1987, tidak terbit di DDTL oleh Abendanon.</span></li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify;" start="4" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Surat</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> tertanggal 6 November 1989 kepada Stella Zehandelaar … dalam Armin Pane, 1992.</span></li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify;" start="5" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Surat</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> tanggal 27 Maret 1902 kepada Ny. Abendanon Mandri … dalam DDTL.</span></li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify;" start="6" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Surat</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> tertanggal 9 Januari 1901 kepada Stella Zeehandelaar … dalam DDTL</span></li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify;" start="7" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";">Surat Kartini tertanggal 10 Agustus kepada Ny. Abendanon Mandri pada periods Rembang, sejak perkawinannya tanggal 8 November 1903, Kartini tidak banyak lagi bercerita tentang cita-citanya mengenai pendidikan dan emansipasi wanita. Disitu tampak bahwa Kartini Kalah dan gagal, Namun pada masa itu dengan nada sengit ia banyak bicara soal keadaan rakyat yang miskin dan sulit, karena pajak dan pengaruh candu dari pemerintah kolonial.</span></li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-51711874396455904352011-04-30T00:41:00.000-07:002011-05-19T21:24:44.148-07:00MENGENAL PAHLAWAN NASIONAL RM. SURYOPRANOTO<!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Kesan kota Yogyakarta yang disampaikan oleh Ir. Sukarno, bahwa "Yogyakarta menjadi termashur olehkarena jiwa kemerdekaannya. Hidupkanlah terus jiwa kemerdekaan itu". Kesan tersebut bukan muncul begitu saja tanpa alasan. Namun dilandasi oleh peristiwa-peristiwa sejarah yang melatarbelakanginya.</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Sejak zaman Kerajaan Mataram, Yogyakarta telah menorehkan tinta emas dalam album sejarah perjuangan bangsa Indonesia, dari merintis hingga mengisi kemerdekaan. Deretan nama tokoh pahlawan nasional muncul dari Yogyakarta mengisi lembar demi lembar kenangan bangsa tersebut. Salah satu diantaranya adalah RM. Suryopranoto, seorang tokoh keturunan bangsawan Istana Pakualaman Yogyakarta. Karena kegigihannya dalam membela kaum buruh melalui pemogokan, oleh pamerintah Belanda diberi julukan "de staking koning" (raja pemogokan).</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jiwa pahlawannya". Demikianlah kata bijak yang sering kita dengan. Namun, akan lebih bijaksana jika pernyataan tersebut diberi makna baru, bahwa bukan hanya jiwa pahlawannya, namun juga jiwa perjuangannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, marilah kita coba renungkan kembali siapa dan bagaimana, pahlawan nasional RM. Suryopranoto.</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Lahir Hingga Menjadi Pegawai Pemerintah Kolonial</span></b><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">RM. Suryopranoto dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal tanggal 11 Juni 1871. Ia adalah putra Kanjeng Pangeran Arya (KPA) Suryaningrat, seorang pangeran istana Pakualaman putra Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam III yang lahir dari garwa padmi (permaisuri). Oleh KPA Suryaningrat, ayahnya, putra laki-laki tersebut diberi nama RM Iskandar. Anak laki-laki yang kelak lebih populer dengan nama RM. Suryopranoto tersebut merupakan putra pertama KPA Suryaningrat dari sembilan orang bersaudara. Adapun kedelapan adiknya antara lain: R.M.. Suryosisworo, Ray. Suwartiyah Bintang, R.Ay. Suwardinah Suryopratiknyo, R.M. Suwardi (Ki Hadjar Dewantara), R.M. Joko Suwarto (KRT. Suryoningrat), R.M. Suwarman Suryaningrat, R.M. Surtiman Suryodiputro, dan R.M. Harun Al Rosyid. (Drs. Suratmin, 1981/1982:19)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Tahun-tahun pertama RM. Iskandar tumbuh berkembang di lingkungan istana Pakualaman. Sebagai cucu pertama, RM Iskandar mendapat perlakuan istimewa dari eyang putrinya. Ia sangat dimanjakan. Ketika RM Iskandar sembuh dari sakit, apa saja yang dikehendakinya selalu dipenuhi. Oleh neneknya RM. Iskandar diajak ke pasar Prambanan dan apa yang dimintanya agar diambil dan abdi dalem yang mengawalnya yang akan membayar. Dalam perkembangannya RM Iskandar tumbuh menjadi bangsawan istana yang gamar berkelahi. Tabiat ini sudah nampak sejak masa kanak-kanak, sering terlibat dalam perkelahian dengan anak abdi dalem. Jika ada buah sawo kecik yang jatuh di halaman istana Pakualaman, RM Iskandar segera menyuruh perga anak abdi dalem yang telah berada disana. Jika seruannya tidak diindahkan maka perkelahian tak dapat dihindari dan baru selesai setelah ada abdi dalem yang melerainya. (Budiawan, 1991 : 25)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Pada usia kurang lebih tujuh tahun, RM Iskandar mengikuti ayahnya hidup dikampung, keluar dari istana Pakualaman. Peristiwa ini merupakan hal yang biasa, karena bila seorang pangeran telah berkeluarga, berhak untuk dibuatkan rumah tinggal di luar istana. Namun bagi KPA Suryaningrat, nampaknya peristiwa itu merupakan hal luar biasa. Seakan mereka memang dibuang dari kehidupan istana Pakualaman. Hal itu dilatarbelakangi oleh anggapan Belanda bahwa ayah KPA Suryaningrat (KGPAA Paku Alam III) merupakan anasir yang menghalangi perkembangan kolonialisme. Sehingga lengkap sudah cobaan yang diterima oleh KPA Suryaningrat setelah ia kehilangan haknya sebagai putra mahkota setelah menderita tuna netra saat memasuki usia dewasa. Sebagai pengganti KPA Suryaningrat, Belanda mengangkat saudara sepupunya yang bernama Pangeran Notoningrat sebagai KGPAA Paku Alam IV yang kemudian bergelar KGPAA Surya Sasranigrat. (Budiawan, 1991: 21)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Kepindahan KPA Suryaningrat sekeluarga, termasuk RM Iskandar, menjadikan kehidupan kampung lebih akrab dengan mereka. Pergaulan dengan kaum bangsawan menjadi berkurang dan sebaliknya pergaulan dengan anak kampung lebih meningkat. Kedekatannya dengan anak kampung terlihat jelas ketika RM Iskandar bersama anak-anak kampung belajar Al-Qur'an. Kadang-kadang setelah belajar, mereka tidak pulang dan tidur di masjid Kauman. Permainan dan kebiasaan RM Iskandar juga menyesuaikan dengan kehidupan anak-anak kampung lainnya, yang biasanya mengandung unsur petualangan. Salah satu petualangan yang biasa dilakukan oleh RM Iskandar adalah "memet" atau mencari ikan di Kali Code dibawah jembatan Sayidan. Petualangan lain yang sering dilakukan oleh RM Suryopranoto adalah berkelahi dengan para sinyo (anak-anak keturunan orang Belanda). Para sinyo melontarkan kata-kata yang bagi RM Iskandar begitu memekakkan teilinga dengan mengatakan orang bumi putera bodoh, biadab, ataupun orang Jawa Inlander. Ketika ucapan itu terdengar di hadapannya, RM Iskandar lalu menterjemahkannya sebagai tantangan untuk berkelahi. Hal itu ia perlihatkan ketika saudara sepupunya yang bernama Sutartinah (kelak menjadi Nyi Hadjar Dewantara) dihina oleh seorang sinyo Belanda.(Budiawan, 1991 : 29-31)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Memasuki usia belasan tahun, karena tabiatnya yang pemarah dan gemar berkelahi, di kampungnya yaitu sebelah timur Istana Pakualaman, RM Iskandar mendapat sebutan "Si Landung". Hal ini karena. tubuhnya yang gagah tinggi besar. Sebutan lain yang tak kalah populernya adalah "RM Iskandar Pendekar Jalanan. (Bambang Sukawati, 1983 : 24)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Meskipun ia telah hidup dan berbaur dengan anak-anak kampung, namun ikatan dengan istana Pakualaman tetap terjalin. Pada waktu-waktu tertentu, RM Iskandar sebagai keturunan bangsawan harus memenuhi kewajibannya untuk menghadap raja. Hal ini untuk menanamkan nilai-nilai disiplin, hormat, dan sopan. Dalam audiensi tersebut anak-anak dituntut dapat bersikap halus, sopan, tenang dan patuh.(Budiawan, 1991 : 27)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Memasuki usia tujuh tahun, RM Iskandar mulai memasuki dunia pendidikan formal di sekolah bentukan Belanda yaitu ELS (<i>Europheesche Lagere School</i>)<i> </i>sebuah sekolah rendah Eropa. Kesempatan untuk bersekolah di tempat ini dapat dinikmati oleh RM Iskandar karena kedudukannya sebagai seorang bangsawan sehingga dapat digolongkan dalam golongan pribumi yang dipersamakan (<i>gelijkgesteld</i>).<i> </i>Setelah lulus dari ELS, RM Iskandar mengambil kursus pegawai rendah (<i>Klein Abtenaren Cursus</i>)<i> </i>yang setingkat dengan MULO (<i>Meer Uitgebreid Lager Ondenvijs</i>),<i> </i>yaitu setingkat SLTP sekarang. Lulus dari Klein Ambtenaren Cursus, RM Iskandar memperoleh ijazah Klein Ambtenaren -Examen. (Budiawan, 1991 : 32).</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Dengan ijazah yang dimilikinya, RM Iskandar diterima sebagai juru tulis di sebuah kantor pemerintah kolonial di Tuban (Gresik). Ditempat kerjanya ini, RM Iskandar bertemu dengan RM Oemar Said Cokroaminoto, seorang pekerja dalam sebuah kongsi dagang. Fenomena yang disampaikan oleh Oemar Said Cokroaminoto kepada RM Iskandar berkisar masalah penetrasi kaum kecil (pedagang kecil) yang dilakukan oleh kaum pemilik modal (kapitalis). Ternyata apa yang disampaikan oleh Oemar Said Cokroaminoto ada kesamaan dengan apa yang terjadi di kantor tempat kerjanya, yaitu penghinaan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pejabat Belanda terhadap anak buahnya seorang pegawai rendahan pribumi. Namun pertemuan tersebut tidak berlangsung lama, karena setelah itu RM Iskandar dipecat dari pekerjaannya. Hal itu disebabkan RM Suryopranoto menempeleng seorang kontrolir Belanda yang menghina seorang pegawai rendahan bumiputera. Tanpa menunggu surat pemecatan yang dikeluarkan oleh Kantor Kontrolir di Tuban, RM Iskandar segera pulang ke Yogyakarta, dan disambut dengan pujian ayahnya. Pangeran Sasraningrat pamannya selaku Gusti Wakil, beberapa hari kemudian mengangkatnya sebagai Wedono Sentono yang menyerupai kepala bagian administrasi kerabat Paku Alam dengan pangkat Pandji. (Bambang Sukawati, 1983 : 46-47)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Dengan jabatan barunya, RM Iskandar mampu lebih banyak belajar dari kondisi yang berkembang di Pakualaman. Kaum lemah menjadi makanan kaum kuat. Rentenir meraja lela. Bagi RM Iskandar hal ini merupakan "genderang perang" untuk memanbantu kaum lemah. Pada tahun 1900 RM Iskandar bersama dengan kawan-kawannya mendirikan perkumpulan yang diberinama "Mardi Kaskaya", yaitu sebuah organisasi yang menyerupai usaha simpan pinjam.(Bambang Sukawati, 1983 : 48) Disamping itu, karena ketertarikannya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, RM Iskandar tahun 1901 mendirikan sebuah klub atau medan pertemuan yang diberinama <i>Societeit Sutrohardjo. </i>Dalam klub ini orang bisa membaca berbagai bacaan, seperti surat kabar, majalah dan sebagainya.(Budiawan, 1991:48)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Dua buah organisasi sosial ekonomi yang berhasil dibentuk oleh RM Iskandar tersebut menimbulkan dampak yang luar biasa. Majunya "Mardi Kaskaya" menjadikan ruang gerak rentenir yang telah lama menekan hidup rakyat menjadi lebih sempit. Bahkan kebencian rakyat terhadap mereka (rentenir) tidak jarang memunculkan makian yang berbuntut perkelahian. Hal itu karena reaksi rakyat ditanggapi oleh mereka. Fenomena ini oleh Asisten Residen dipandang sebagai gejala yang mengganggu ketertiban umum. Kondisi ini langsung dikaitkan dengan keberadaan "Mardi Kaskaya". Oleh karena RM Iskandar adalah pendiri dan penggeraknya, maka tuduhan terhadapnya sebagai biang keladi semuanya itu tidak terelakkan. Atas dasar tuduhan tersebut rencana membuang RM Iskandar telah disiapkan. Dengan dalih disekolahkan ke MLS (<i>Middelbare</i><i> Landbouw School</i>)<i> </i>atau Sekolah Mengah Pertanian di Bogor, RM Suryopranoto berusaha dibuang. (Budiawan, 1991:49)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Sesampainya di Bogor, RM. Iskandar tidak semata-mata hanya belajar saja, namun tetap aktif bergaul dengan pelajar-pelajar lainnya baik dari kalangan bupitera maupun indo. Beberapa sahabat barunya yang berhasil memberikan nuansa baru dalam cakrawala berpikirnya antara lain: Van Hinloopen Labberton seorang tokoh theosofi Belanda tempat RM Suryopranoto mondok, Ernest Eugene Douwes Francois Dekker seorang peranakan Jawa Belanda yang berjiwa ksatria, H. Van Kol, van De Venter, dan para pelajar pribumi baik yang sedang belajar di STOVIA (<i>School tot Opleiding van Inlandsche Arisen</i>)<i> </i>atau Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. (Budiawan, 1991:50)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Pada tahun 1904 ketika RM Iskandar dan seorang pemuda bernama Achmad merigurus adiknya RM Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) yang mendapat tugas belajar di STOVIA, mempergunakan kesempatan tersebut untuk mempropagandakan sebuah organisasi yang digagasnya, yaitu "Pirukunan Jawi". Karena waktunya yang kurang pas maka propaganda tersebut belum berhasil. Ketika itu Soetomo tokoh Budi Utomo, belum banyak perannya di STOVIA. (Bambang Sukawati, 1983 :54)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Perkenalannya dengan Van Hinloopen Labberton memberikan dasar-dasar ilmiah dalam pemikiran Islam, sehingga RM Iskandar mampu mengembangkan Islam dalam konteks ilmiah. Sedangkan melalui EEF Douwes Dekker banyak keuntungan yang diraih oleh RM Iskandar. Disamping mampu memperluas cakrawala berpikirnya dengan mengadopsi buah-buah pikiran yang dilontarkan tokoh pendukung politik etis ini, juga adanya bibliothiek besar di rumahnya yang terbuka bagi siapa saja, termasuk para pelajar pribumi. Ditambah lagi bahwa EEF Douwes Dekker memberi kesempatan kepada RM Iskandar untuk membantu dalam dewari redaksi <i>Bataviaasch Niewsblad, </i>sebuah surat kabar berbahasa Belanda dibawah pimpinan EEF Douwes Dekker. Pada sisi lain H Van Kol dan Van De Venter yang dikenal sebagai tokoh sosialis Belanda dan penganjur politik etis, serta simpatisan terhadap pergerakan nasional, memberikan masukan yang berharga bagi RM Iskandar tentang pengetahuan awal mengenai paham sosialisme yang digeluti oleh hampir setiap aktifis pergerakan. Dari mereka berdua ini pula RM Iskandar banyak memperoleh buku-buku te ntang Sosialisme, Demokrasi, Nasionalisme dan lain sebagainya (Budiawan, 1991 :55)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Pada tahun 1907, RM Iskandar berhasil menyelesikan pendidikannya di MLS dan berhak atas dua buah ijazah sekaligus yaitu <i>Landbouw Kundige </i>(ahli pertanian) dan <i>Landbouw Leeraar </i>(guru pertanian). Dengan ijazah tersebut RM Iskandar dipekerjakan di Wonosobo sebagai Kepala Dinas Pertanian (<i>Landbouw Consulent</i>)<i> </i>untuk daerah Wonosobo, Dieng, dan Batur guna mengawasi perkebunan tembakau di Kejajar - Garung. Kemudian ia dipindahkan ke Wonosobo karena harus memimpin sebuah sekolah pertanian. Ketika menjalankan pekerjaannya di Wonosobo, RM Iskandar bertemu dengan seorang gadis, anak Kyai Abdussukur penghulu Agama Karang Anyar yang bernama Jauharin Insyiah, yang kemudian menjadi Nyonya Suryopranoto. Sejak perkawinan itulah maka dengan resmi nama RM Iskandar diganti menjadi RM Suryopranoto. (Bambang Sukawati, 1983 : 55)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Dari perkawinannya dengan R.Ay. Jauharin Insiyah, R.M. Suryopranoto dianugerahi empat orang putri dan enam orang putra, yaitu: 1. R.Ay. Retno Setoadi Yudopranoto, 2. R.M. Sumaryo, 3. R.Ay. Sri Kamariyah Sumarno, 4. R.M. Sutaryo, 5. R.M. Sunaryo, 6. R.Ay. Retno Setyati Sriyono Suryosuparto, 7. R.M. Suharyo, 8. R.Ay. Endang Sasakamdani Abdullah Kartoatmojo, 9. R.M. Imam Sumantri, S.H., 10. R.M. Bambang Susilarjo. (Drs. Suratmin, 1981/1982:25-26)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Masuk Dunia Pergerakan</span></b><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Pada tanggal 20 Mei 1908, di Jakarta tepatnya di gedung STOVIA, dicetuskanlah beridirinya Organisasi Budi Utomo. Nampaknya organisasi yang dipelopori oleh Dr Wahidin Sudirohusodo dengan program Studie Fond-nya ini telah menyentuh hati RM Suryopranoto. Hal ini mungkin dilandasi oleh beberapa kali pertemuannya dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo yang ketika masih di Yogyakarta pernah menjadi dokter keluarga ayahnya. Disamping itu, pembicaraan yang agak serius pernah berlangsung ketika Dr. Wahidin Sudirohusodo singgah di pondokannya di Bogor. Mungkin pula adanya ide mendirikan "Pirukunan Jawi" yang gagal ada hubunganya dengan kedekatannya dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo. (Budiawan, 1991 :58-59)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Ketertarikannya RM Suryopranoto terhadap Budi Utomo ini, dibuktikan bergaungnya RM Suryopranoto ke dalam organisasi tersebut. Bahkan dalam kongresnya pertama di Yogyakarta tanggal 3-5 Oktober 1908, RM Suryopranoto terpilih sebagai <i>Secretaris Hoofbestuur. </i>Namun ketertarikan RM Suryopranoto terhadap Budi Utomo berlangsung kurang lebih hanya empat tahun. Setelah berkiprah di dalam Budi Utomo, antara lain dalam pembentukan Onderling Leven-Zekering Maatschappij PGHB (sebuah organisasi yang bergerak dlam bidang asuransi jiwa, yang kemudian berkembang menjadi O.L. Mij Bumi Putera dan selanjutnya menjadi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912) dimana dia menjadi anggota dewan komisaris bersama dengan Sastrowidjojo, Soetandar, dan Dwidjosewojo yang selama menjalankan tugasnya tidak pernah digaji, akhirnya RM Suryopranoto menemukan hal-hal yang tidak memuaskan dalam Budi Utomo.(Budiawan, 1991:62,66-67)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Budi Utomo yang kebanyakan dipimpin oleh kaum priyayi menyebabkan emansipasi sosial yang meperjuangkan rakyat kecil menjadi terganjal. Disamping itu dominasi kelompok tua menggiring organisasi Budi Utomo mengarah pada kooperatif dengan pemerintah Belanda. Ketidak puasan tersebut berpuncak pada keluarnya RM Suryopranoto dan beberapa tokoh dari organisai tersebut dan bergabung ke organisasi lain yang dipandang cocok. RM Suryopranoto keluar dari Budi Utomo dan masuk ke SI (Sarekat Islam) yang setahun sebelumnya bernama SDI (Serikat Dagang Islam) yang berdiri di bawah pimpinan Haji Saman Hudi tahun 1911.(Bambang Sukawati, 1983 : 57)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Kelahiran SI yang dianggap berhasil menyuarakan cita-cita emansipasi sosial menimbulkan daya tarik bagi sejumlah aktifis. Hal ini sangat berbeda dengan Budi Utomo yang menerjemahkan cita-cita emansipasi itu hanya dalam dunia pendidikan untuk dapat mengakat martabat kaum bumi putera yang dalam prakteknya hanya terbatas pada kaum priyayi. SI dengan tegas mendifinisikan cita-citanya sebagai suatu penentuan nasib sendiri dalam politik. Dalam perjuangannya, SI selalu menampakkan sifatnya yang anti kapitalis dan menentang praktek feodalisme. Inilah yang menarik bagi RM Suryopranoto sehingga ia memilih menjadi bagian di dalamnya. Dalam susunan pengurus SI pusat atau CSI (Central Sarekat Islam), RM Suryopranoto berhasil terpilih sebagai salah satu anggota komisaris melalui kongres I SI di Yogyakarta tahun 1914. Ketika itu RM. Suryopranoto masih berkedudukan sebagai <i>Secretaris Hoofbestuur </i>Budi Utomo dan sekaligus sebagai Kpala Dinas Pertanian dan Kepala Sekolah Pertanian di Wonosobo. Bisa dibayangkan betapa sulitnya dalam mengatur waktu. Namun bagi RM. Suryopranoto niat dan semangatlah yang dapat menyelesaikan permasalahan yang dia hadapi. (Budiawan, 1991 : 68-69)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Pada tahun 1915, peristiwa aksi sepihak muncul di depan mata RM. Suryopranoto. Dengan alasan karena masuk menjadi anggota SI, seorang pegawai rendahan pribumi dipecat dari pekerjaanya. Bagi RM. Suryopranoto, hal ini dianggap sebagai panggilan untuk memperjuangkan keadilan yang telah telah menjadi tekadnya. Sifat seorang bertemperamen tinggi mulai muncul, dengan mendatangi pejabat Belanda dengan amarah yang meledak-ledak. Bahkan aksi protesnya dilakukan dengan tindakan yang luar biasa dalam kondisi waktu itu. Secara demonstratif, RM. Suryopranoto mengeluarkan Surat Pengangkatan Jabatan dan Ijazah yang diperolehnya dari MLS Bogor. Dihadapan pejabat Belanda itu, disobek-sobeklah kedua surat berharga itu, sambil mengucapkan janji bahwa mulai saat itu RM. Suryopranoto tidak akan lagi bekerja untuk kepentingan pemerintah Belanda. Apa yang diucapkan oleh RM. Suryopranoto bukan hanya di bibir saja. Berkali-kali pembesar Belanda mencoba untuk menyuapnya agar mau dan bersedia lagi bekerja untuk kepentingan pemerintah Belanda. Namun hal itu tidak ditanggapinya. Dengan lepasnya RM. Suryopranoto dari ikatan dinas dengan pemerintah kolonial Belanda, kebebasan yang sebebas-bebasnya akhirnya dapat diraih. Dengan demikian curahan perhatiannya kepada dunia pergerakan dapat dilakukannya dengan maksimal. (Bambang Sukawati, 1983 : 59)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Sebagai seorang pribadi yang dinamis, keras, dan berjiwa petualang, RM. Suryopranoto tidak dapat tinggal diam. Di dalam organisasi barunya yaitu SI, bersama dengan rekan-rekannya antara lain: Raden Joyodiwiryo, Raden Sastrowiyono, dan Raden Muso, RM. Suryopranoto mendirikan Organisasi Tentara Buruh Adhi Dharma, dimana ia duduk sebagai pimpinannya. (Bambang Sulistyo, 1995 : 44)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Organisasi Adhi Dharma ini, sesuai dengan namanya yang mempunyai arti "Kewajiban Utama", merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang sosial-ekonomi dan sosial-pendidikan. Untuk merealisasikan misi yang telah dicanangkan yaitu meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan-rakyat serta meningkatkan kehidupan di bidang sosial ekonomi, maka berbagai usaha telah dijalankan oleh Adhi Dharma. Adapun usaha-usaha tersebut antara lain: 1) Mendirikan sekolah-sekolah umum bagi rakyat dan kaum miskin dalam bentuk SD / HIS, SMP, Sekolah Guru dan Schakel School. HIS Adhi Dharma ini merupakan sekolah partikelir pertama yang didirikan di Indonesia. 2) Mengadakan penyebaran inf ormasi melalui ceraman dan diskusi kepada generasi muda tentang kemasyarakatan dan pergerakan. Sebagai hasil nyata dari usaha ini maka lahirlah JIB / Jong Islamieten Bond yang diketuai oleh Syamsoeridjal adik bungsu Nyonya Suryopranoto. 3) Membuka biro-biro bantuan hukum khususnya bagi kaum lemah atas tindakan sewenang-wenang para penguasa. Lembaga ini sangat membantu rakyat yang tertindas. Keberadaan RM. Suryopranoto yang langsung menangani lembaga ini, menjadikan rakyat menjadi terlindungi jika berada di bawah naungan Adhi Dharma. 4) Mendirikan Koperasi Gotong Royong dengan nama Mardi Kaskaya, yang dulu pernah ada tahun 1900, namun tidak berkembang semenjak ditinggal oleh RM. Suryopranoto ke Bogor untuk menempuh pendidikan di MLS. 5) Membentuk brigade kesehtatan rakyat "Adhi Dharma". 6) Mengadakan pendidikan kader melalui majalah "Medan Budiman". 7) Mendirikan Gedung Adhi Dharma di Jl. Gunung Ketur Yogyakarta. 8) Mengembangkan cabang-cabang Adhi Dharma di berbagai kota seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatra. (Bambang Sukawati, 1983:72-74)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Disamping sebagai pemimpin Adhi Dharma, RM. Suryopranoto juga merupakan anggota komisaris CSI, dan sekaligus pengurus SI Cabang Yogyakarta. Sehinga bukan tidak beralasan apabila sekolah-sekolah Adhi Dharma oleh RM Suryopranoto dinyatakan sebagai sekolah SI. Untuk itu bagi anggota-anggota SI yang berniat menyekolahkan anak-anaknya dianjurkan untuk pergi ke Yogyakarta. (Bambang Sulistyo, 1995 : 49)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Tugas RM. Suryopranoto yang menduduki tempat penting bersama Haji Umar Said Cokroaminoto dalam SI, adalah mengurus masalah gerakan buruh dan tani. Tugas ini, dikaitkan dengan hasil kongres SI di Surabaya tahun 1918, merupakan bidang garapan pokok SI. Oleh karena itu pada tahun 1919, dalam kongres SI di Surabaya, setelah mempertimbangkan dan mempelajari perkembangan yang terjadi, RM. Suryopranoto berani menegaskan bahwa sudah waktunya dilakukan aksi massa untuk melaksanakan program SI menuntut dihapusnya kerja paksa, pembagian air sawah rakyat tani, serta adanya kuli ordonansi. Sebagai bentuk tangapan dari apa yang ditegaskan oleh RM. Suryopranoto tersebut maka di berbagai daerah muncul aksi-aksi sporadis menentang tindakan kaum kapitalis antara lain berupa pembakaran kebun tebu dan pemogokan. (Bambang Sukawati, 1983 : 75)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Melihat kenyataan yang ada, maka RM. Suryopranoto melalui Adhi Dharma berusaha mengubah gerakan massa tersebut ke dalam bentuk gerakan yang terkoordinasi dalam sebuah organisasi. RM. Suryopranoto menyatakan bahwa kaum buruh dan tani harus bersatu memperjuangkan kepentingannya tanpa harus melanggar peraturan dengan melakukan tindak pencurian dan pembakaran. Usaha tersebut menjadi kenyataan setelah bulan Agusutus 1918, RM Suryopranoto mengumumkan beridirinya <i>Personeel Fabriek Bond </i>(PFB), Perkumpulan Tani dan Koperasi yang kemudian lazim disebut dengan Perkumpulan Kaum Tani atau Sarekat Tani, dan Perserikatan Kaum Burum Umum (PKBO / <i>Perserikatan Kaoem Boeroeh Oemoeni</i>).<i> </i>Kembali RM. Suryopranoto menganjurkan agar buruh tetap pada pabrik menjadi anggota PFB, buruh musiman di perkembunan tebu masuk menjadi anggota PKBO, dan kuli kenceng atau pemilik tanah yang disewa pabrik agar mendirikan koperasi dan bergabung dalam Sarekat Tani. Ketiga organisasi tersebut diketuai oleh RM. Suryopranoto. Dalam perkembangannya PFB segera menjadi kuat dibawah SI Yogyakarta. (Bambang Sulistyo, 1995 :72)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Mulai akhir tahun 1918 anggota PFB kira-kira 700 orang, pada akhir tahun 1919 menjadi lebih kurang 8.000 orang yang tersebut di 90 pabrik gula. Memasuki bulan Desember 1919 anggota PFB mencapai 8.723 dan bulan April 1920 anggota PFB telah mencapai 31.000 orang yang tersebut ke 190 pabrik bula. Dengan demikian anggota PFB telah tersebar ke seluruh pabrik gula di Jawa dan merupakan organisasi buruh terbesar di Indonesia.(Bambang Sulistyo, 1995 :86)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Tahun-tahun sesudah berkecamuknya Perang Dunia I merupakan masa yang sulit. Hal itu sangat dirasakan oleh sebagian besar rakyat di Hindia Belanda. Peristiwa tersebut mengakibatkan buruknya situasi ekonomi di Eropa yang ditandai dengan semakin merosotnya barang-barang produksi Eropa. Sementara itu daerah Hindia Belanda sangat menggantungkan diri pada impor barang-barang kebutuhan pokok dari Eropa. Sesuai dengan hukum ekonomi, dimana kebutuhan meningkat maka harga barangpun menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika harga barang-barang tersebut juga naik. Hal itu sungguh berbeda dengan apa yang terjadi dengan upah buruh. Upah buruh tidak dapat mengikuti naiknya harga barang-barang, kalaupun upah buruh naik, namun tidak sebanding dengan harga barang-barang yang ada. Kondisi ini sangat menyengsarakan rakyat, khususnya para buruh. (Budiawan, 1991 : 86)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span><b><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Aksi Pemogokan</span></b><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Kondisi tersebut memancing munculnya aksi para buruh yang menuntut perbaikan nasib, yang salah satu model yang dipakai adalah pemogokan. Aksi ini akan berhasil jika didukung oleh momentum yang tepat dimana waktu itu posisi buruh sangat dibutuhkan oleh pemilik modal guna meningkatkan produksinya, dan adanya solidaritas antar kaum buruh dengan tidak memanfaatkan keadaan jika aktifis pemogok di kenai sangsi (dipecat), buruh lain agar tidak mau mengisi lowongan yang ada. Koordinasi ini akan berjalan dengan baik jika dibentuk suatu organisasi sekerja. Dengan latar belakang inilah maka dalam rapat CSI di Yogyakarta pada akhir Desember 1919 diputuskan untuk didirikan federasi buruh yang bernama Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) dengan susunan pengurus sementara adalah Semaun (ketua), RM. Suryopranoto (Wakili Ketua), Bergsma (Bendahara). Adapun basis PPKB berada di Semarang. Susunan tersebut selanjutnya disempurnakan dalam kongres PPKB I tanggal 1 Agustus 1920 di Semarang, dengan format baru yaitu: Semaun (ketua), RM. Suryopranoto (Wakil Ketua), H. Agus Salim (Sekretaris), dan Alimin (Pembantu). (Budiawan, 1991: 88 dan 96)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Sejalan dengan lahirnya PPKB yang kemudian muncul cabang-cabangnya di seluruh Jawa, pada sekitar pertengahan 1920 muncul berbagai aksi pemogokan yang waktunya hampir bersamaan antara lain di <i>Electische Zagerij </i>(Pabrik Gergaji Listrik) di Surabaya, perusahaan perkebunan Tembakau di Klaten, <i>drukkerij </i>(percetakan) "Sindoro" di Pekalongan, pabrik tapioka di Malang, pabrikgula di Malang, pabrik gula di Langse, Pati, dan pabrik kayu di Malang, pabrikgula di Surabaya, dan Kanigoro, Madiun, Posbond di Weltevreden, dan pabrik gula di Tegal. Disitu terlihat bahwa aksi pemogokan banyak terjadi di pabrik gula. Hal itu dapat dimengerti, karena gula pada waktu itu memegang peran sebagai komoditi eksport yang menjanjikan, serta disitulah nasib buruh banyak bergantung. Dalam hal ini, peranan RM Suryopranoto bersama PFB-nya cukup besar. Hal ini terkait dengan propanda yang dilakukannya di daerah-daerah dekat pabrik gula. PFB yang mengangkat masalah ekonomi, bukan politik, masih dapat ditolerir oleh para penguasa perkebunan dan pemerintah. (Budiawan, 1991 : 90)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Jumlah massa PFB yang cukup besar, dan kondisi obyektif dimana kebencian rakyat terutama buruh terhadap kaum kapitalis mulai meluap-luap, RM. Suryopranoto dengan optimis menyerukan bahwa mobilisasi buruh besar-besaran dengan melakukan pemogokan umum untuk memperoleh kemenangan akan berjalan dengan lancar. Namun seruan yang disampaikannya dalam Kongres PPKB tanggal 1 Agustus 1920 di Semarang tersebut ditanggapi negatif oleh Semaun ketua PPKB sementara. Menurutnya, RM. Suryopranoto telah melakukan aksi-aksi pemogokan sebelumnya yang tidak dikonsultasikan dulu dengannya. Akan tetapi tanggapan Semaun tersebut tidak digubrisnya, ia tetap jalan terus. Langkah awal yang dilakukannya yaitu mengirimkan ultimatum kepada <i>Suikersyndicaat </i>(para majikan gula) pada tanggal 9 Agustus 1920. Ultimatum yang diajukan tersebut kurang lebih berisi bahwa upah buruh yang rendah, sementara biaya hidup telah melambung tinggi, dan pimpinan pabrik gula menolak membahas hal-hal yang menyangkut nasib buruh tersebut memicu keresahan para buruh. Disaming itu PFB menuntut agar keberadaannya diakui sebagai organisasi serikat buruh gula. Jika tuntutan tersebut tidak dikabulkan maka dalam waktu dekat akan dilangsungkan pemogokan umum. (Budiawan, 1991:97-98)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Sesudah ultimatum tersebut tidak ditanggapi, maka RM. Suryopranoto<br />mengumumkan berlangsungnya pemogokan tanpa dukungan dari Semaun<br />dan kelompoknya. Pemogokan pertama kali di Indonesia berlangsung dari pabrik gula Padokan Yogyakarta, kemudian munyusul pabrik Gula Nglungge Delanggu, Sala, jatiroto dan seterusnya meluas di seluruh Jawa. RM. Suryopranoto secara bergilir mendatangi tempat-tempat pemogokan untuk memimpin sendiri dan mengobarkan semangat. Karena aksinya inilah maka Pers Belanda memberi gelar kepada RM Suryopranoto dengan "<i>De Stakingskoning</i>"<i> </i>(si Raja Pemogokan). (Bambang Sukawati, 1983:76)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Meski tuntutan-tuntutan mengenai kenaikan upah dapat dikabulkan oleh kaum kapitalis para pemilik pabrik gula, yang juga bearti meningkatkan kaum buruh, namun pada akhirnya PFB gagal diakui sebagai organisasi buruh. Di sinilah awal keruntuhan PFB. Dari peristiwa ini menyebabkan pamor RM. Suryopranoto dan PFB mulai menyurut. Cabang-cabang PFB di daerah mulai melepaskan diri dan kehilangan kontrol dari pusat. Bahkan ada yang kemudian justru mendirikan sarikat baru dengan nama SBP (<i>Serikat Buruh Pabrikan</i>)<i> </i>yang berorientasi ke Semarang (kubu Semaun). Yang terjadi kemudian adalah pemogokan-pemogokan yang bersifat lokal. Isu yang dimunculkan hanyalah berkisar masalah kenaikan upah dan pengurangan jam kerja. Ini berarti mereka telah berjalan sendiri dan menurut kepentingan sendiri-sendiri pula. Disamping itu PFB mengalami kehancuran akibat krisis finansial yang dialaminya. Guna memperbaiki keadaan, pada tanggal 31 Desember 1920 - 2 Januari 1921 diadakanlah kongres PFB. Dalam kongres tersebut, guna memperbaiki kondisi finansial organisasi, RM Suryopranoto menghimbau agar iuran anggota PFB lebih teratur lagi. Namun apa yang disampaikan oleh RM Suryopranoto kurang mendapat tanggapan dari anggotanya. Kian hari kondisi keuangan PFB semakin buruk sehingga untuk membayar sewa kantor saja sudah tidak mampu lagi, sehingga harus dipindahkan ke salah satu gedung kosong di Sekolah Adhi Dharma. Bukanlah RM. Suryopranoto jika harus menyerah di tengah jalan. Meski keadaan jauh dari seperti yang diharpakan, RM. Suryopranoto pantang menyerah. Dia tetap menyerukan aksi pemogokan umum pada musim giling tebu tahun 1921. Namun para buruh yang kebanyakan telah belajar dari pengalaman, yaitu dipecat dan tidak dipekerjakan kembali setelah aksi mogok, rnaka seruan RM Suryopranoto tidak mendapat tanggapakan yang positif, dan ini berarti rekonsiliasi PFB gagal. (Budiawan, 1991:114,117-118)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Dalam salah satunya pidatonya di Delanggu, RM Suryopranoto melakukan kritik terhadap pemerintah bahkan telah berani menghina polisi yang bertugas mengawasi rapat. Atas tuduhan tersebut RM Suryopranoto terkena <i>Spreekdelict, </i>dan dihadapkan pada <i>Raad van Justitie </i>sehingga harus menerima hukuman penjara selama dua minggu di Malang sejak akhir Desember 1921. Memasuki bulan Januari 1922 RM. Suryopranoto telah keluar dari penjara. Sementara itu pada tanggal 28 Januari 1922, PPPB menyelenggarakan rapat umum di Yogyakarta yang sekaligus menyambut pembebasan RM Suryopranoto dari penjara. Dalam petemuan itu RM Suryopranoto menyampaikan pidato bahwa pemogokan merupakan day a upaya buat mendidik kemerdekaan kaum buruh. Selanjutnya untuk persiapan pemogokan umum dibentuk <i>Comite Hidoep Merdeka </i>yang diketuai oleh RM Suryopranoto. Meski telah dipersiapkan, namun pemogokan gagal dilaksanakan. Hal ini karena adanya intimidasi dari pemerintah, yang akan memecat karyawan pegadaian jika diketahui terlibat dengan aksi pemogokan yang diinstruksikan oleh PPPB. (Budiawan, 1991:129 dan 133)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Titik Balik</span></b><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Semenjak rencana pemogokan umum PPPB (Januari-Februari 1922) gagal, situasi pergerakan buruh mengalami pasang surut. RM. Suryopranoto sebagai ketua PPPB dan Prawirowijoto selalu sekretaris PPPB segera melakukan perbaikan. Namun perbaikan yang dilakukannya tidak lebih hanyalah bersifat defensif, dan sangat menurun radikalitasnya, bahkan sampai ia ditahan di Semarang tahun 1926 selama enam bulan, geliat pergerakan buruh semakin tidak terasa. Keluar dari penjara, RM Suryopranoto mulai bersikap lebih moderat dan kooperatif. Meski demikian ia tetap konsisten dengan idealismenya. Sikap moderat itu tampak ketika dalam rapat bersama antara PPPB dan VIPBOW (<i>Vereniging Inheems Personeel Burgerlijke Openbare Werken</i>)<i> </i>yang berlangsung tanggal 31 Mei 1919. Salah satu keputusannya adalah rencananya membentuk sentral baru yang anggota-anggotanya hanya terbatas para pegawai pemerintah saja. Sentral baru tersebut kemudian bernama PVPN (<i>Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri</i>).<i> </i>Selain itu diputuskan pula bahwa sentral baru ini tidak berpolitik serta tidak beraliran agama. Memasuki tahun 1930, ketika usianya memasuki 60 tahun, RM. Suryopranoto disamping aktif dalam PVPN, juga aktif dalam sebuah partai politik dengan bergabung dengan PSII (Partasi Sarikat Islam Indonesia). Dalam partai itu RM Suryopranoto duduk sebagai anggota Dewan Partai atau Majelis Takkhim bersama dengan H. Agus Salim, sertai berberapa yang lain, dengan diketuai oleh HOSCokroaminoto. (Budiawan, 1991:157-159)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Namun PSII yang moderat itu, dalam perkembangannya memunculkan sifat lamanya yaitu keras dan radikal. Dalam perkembangannya dalam tubuh PSII terjadi pertikaian antar pimpinan. Hal ini memunculkan dua kubu yang sulit dipertemukan. Yang satu adalah Duet Cokro - Salim (Cokroaminoto dan Agus Salim) dan Suryo - Sukiman (RM Suryopranoto dan Sukiman). Akibat dari pertikaian itu Sukiman dipecat oleh Cokroaminoto dan kemudian mendirikan PII (Partai Islam Indonesia). Sedangkan RM. Suryopranoto mengundurkan diri dari PSII dan selanjutnya menggabungkan diri pada PII. Dalam PII ini RM Suryopranoto hanya duduk sebagai anggota dan tidak begitu aktif lagi. Makin lama aktifitasnya dalam politik makin berkurang. Selanjutnya RM Suryopranoto lebih aktif dalam dunia pendidikan dengan mengajar murid-murid Sekolah Adhi Dharma dan menulis. Melalui hobinya yang suka menulis ini RM Suryopranoto ditangkap dan dijebloskan ke dalam Penjara Sukamiskin mulai tahun 1933 - 1935. Tindakan ini dilatarbelakangi oleh tulisan RM. Suryopranoto yang berupa <i>Encyclopedic Socialisme, </i>yang direncanakan terbit dalam 3 jilid. Namun sebelum karya itu selasai, RM Suryopranoto keburu ditangkap oleh polisi kolonial. Hal itu karena dalam karyanya tersebut RM Suryopranoto telah menghasut rakyat. (Budiawan, 1991:161)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Keluar dari Penjara Sukamiskin, kondisi RM. Suryopranoto mulai menurun. la memutuskan mengundurkan diri dari kegiatan politik dan keluar dari PII. Waktunya dipergunakan untuk kegiatan di Instituut Adhi Dharma. Disamping ilmu pertanian, ia memberikan pelajaran berbagai cabang ilmu seperti tatanegara, ilmu bumi, ekonomi, sosiologi, dan sejarah. Pada masa pendudukan Jepang, RM Suryopranoto semakin menjauh dari kegiatan politik. Disamping karena seluruh kegiatan politik dilarang untuk dilakukan oleh Jepang, juga faktor usia yang telah lanjut. Perguruan Adhi Dharma pun waktu itu tidak luput dari larangan tersebut. Karena Adhi Dharma ditutup, RM. Suryopranoto membantu mengajar di Taman Tani Tamansiswa, disamping juga mengajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Namun setelah masa pendudukan berakhir, dan memasuki masa kemerdekaan, Perguruan Adhi Dharma dibuka kembali dan RM Suryopranoto kembali mengajar di perguruan tersebut. Disamping itu ia memberikan kursus-kursus politik. Agar kursus tidak hanya dapat diikuti anak-anak sekolah saja, maka materi yang diberikan diterbitkan dalam buku antara lain: 1) Dasar Peladjaran Politik, 2)Tjara Mendirikan Perserikatan, 3) Dasar Tata negera Indonesia. (Budiawan, 1991:162-164)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Menyadari keadaan fisiknya maka sejak tahun 1949 ia berhenti mengajar dan memberi kursus dan lebih banyak tinggal di rumah untuk melakukan kegiatan spritual dengan belajar dan menghanyati Al-Qur'an. Membuat kliping-kliping artikel keagamaan juga sering dilakukakan. Kebanyakan sumber yang diambil adalah dari koran <i>Kedaulatan Rakyat.</i>(Budiawan, 1991:166)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS"; color: black;">Pada tanggal 15 Oktober 1959, RM Suryopranoto meninggal dunia di Cimahi, Jawa Barat. Jenazahnya dikembumikan di Makam "Rachmat Jati" Kota Cede, Yogyakarta, tanggal 17 Oktober 1959, dengan upacara kemiliteran sebagai seorang Perwira Tinggi, Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 310, RM. Suryopranoto dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional Rebulik Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1960 juga kepadanya diterimakan anugerah Bintang Maha Putra Tingkat II Republik Indonesia.(Budiawan, 1991: 81 dan 178)</span><span style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%; background: none repeat scroll 0% 0% white;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></p>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-48382782787201185542011-04-23T09:42:00.000-07:002011-04-23T09:58:40.180-07:00PELAYANAN PRIMA DI MUSEUM : SEBUAH KEBUTUHAN MENGHADAPI VISIT MUSEUM YEAR TAHUN 2010<span style="font-family:serif;">Oleh : Suharja</span><br /><p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Sebuah pelajaran sangat beharga dapat dipetik dari sejarah perkembangan Negeri Cina yang begitu pesat pada saat ini ialah semboyan nasionalnya. Semboyan nasional bangsa cina mengantarkan cina menjadi Negara modern dan negeri industri tersbesar di asia. Semboyan bangsa cina “‘</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>I want to change my life</i></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">” merupakan semboyan yang dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat cina sehingga bangsa cina yang sangat miskin dan terbelakang dua dekade yang lalu berubah menjadi raksasa ekonomi yang canggih didunia. Cina benar-benar berubah sesuai dengan semboyannya mengubah kehidupan masyarakat “”menjadi macan Asia”. Tidak terkecuali dalam permuseuman di Cina pun turut berkembang pesat sejalan dengan perkembangan industrinya.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Kita sebagai insan permuseuman perlu belajar banyak dan sangatlah relevan untuk untuk memicu etos kerja di museum. Berkaitan dengan program Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di tahun 2010 yaitu tahun Kunjungan Museum, sudah sepantasnya kita berbenah diri untuk menyiapkan program-program museum agar lebih dikenal dan benar-benar menjadi tempat tujuan wisata pendidikan yang dapat diandalkan. Tidak kalah penting adalah menyiapkan garda terdepan mudium yaitu pelayanan. Pelayanan merupakan kunci utama bagi kesuksesan museum.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pelayanan memiliki beberapa arti antara lain membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang(soetopo,1999).sedangkan pelayanan adalah merupaqkan usaha melayani kebutuhan orang lain (kamur besar bahasa Indonesia. 1995). Pelayanan yang sangat baik/pelayanan yasng baik. Pelayanan prima merupakan bagian dari Total Quality Service museum terhadap pengunjungnya. Sedangkan Total Quality Service adalah sistem manajemen strategik dan integrative yang melibatkan semua manajer dan pegawai serta menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi & melebihi kebutuhan, keinginan & harapan pelangan (sistematis, 1996).</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pelayanan prima dimusium tidak terlaksana tanpa adanya profsionalitas kerja. Pegawai harus memiliki dedikasi yang tinggi dan professional. Hal itu dapat dilihat dan ditujukan dari cirri profesionalisme antara lain kebanggaan terhadap profesi kerja di museum. Pegawai museum harus mencintai pekerjaannya terlebih dulu. Dengan mencintai pekerjaan maka etos kerja akan meningkat dan kebanggaan profesinya tertanam di dalam sanubarinya. Selanjutnya pegawai museum merupakan pelayan bagi pengunjungmuseum, siapapun pengunjung harus dilayani tanpa terkecualidengan sepenuh hati. Ibarat berdagang maka pengujung museum adalah raja yang harus dilayani kebutuhannya. Jika dua hal tersebut diatas sudah menjadi bagian dari etos kerja pegawai museum maka dengan sendiri setiap permasalahan yang muncul dalam museum baik teknis maupun non teknis akan dfapat karena cirri ketiga professional adalah problem solver yaitu mengatasi segala masalah, bukan membuat masalah baru.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pelayanan prima di meuseum tidak dpaat dilepaskan dari tiga pilar utama yaitukompetensi, customer (pelanggan) dan competitor. Artinya untuk melayani secara prima maka pegawai museum harus memiliki kompetensi atau keahlian sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Tenaga pemandu harus memiliki keahlian dibidang konservasi dan sebagainya. Pendek kata penempatan personil harus sesuai dengan latar belakang keilmuannya. Selanjutnya segala kegiatan dan aktifitas museum muaranya adalah untuk pelanggan atau customer. Artinya harus menentukan </span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i> positioning </i></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">yang tepat dalam menjaring pelanggan disesuaikan dengan visi dan misi museum. Jika focus pelanggan sudah ditetapkan maka harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Tidak kalah penting hal berikutnya adalah selalu bealajr dari kemajuan institusi sejenis sehingga museum tidak ketinggalan. Kemajuan pesaing atau kompetito lain harus menjadi cambuk untuk selalu mengembangkan dan mencari inovasi demi kemajuan dan kepuasan pelanggan.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Filosofi pelayanan prima yang dapat diterapkan di museum antara lain :</span></span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Fokus pada pelanggan (pelanggan segalanya)</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Obsesi terhadap kualitas (selalu ada peningkatan kualitas, minimal pelayanan pada tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin)</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pendekatan ilmiah (inovatif dan kreatif, trial and error)</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Komitmen jangka panjang (perlu perubahan budaya bahwa segala aktivitas harus direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan dan diadakan pengawasan & evaluasi)</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Kerjasama tim, perlu ditekankan bahwa semau lini pekerjaan adalah penting, tidak ada yang tidak penting, semua lini memilki andil dalam mencapi kemajuan sehingga jika salah satu lini tidak berfungsi akan menggangg lini lainnya.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Perbaikan sistem secara berkelanjutan(pegawai museum tidak boleh puas dengan hasil yang telah diraih, selali ada perbaikan dan kemajuan)</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pendidikan dan pelatihan (untuk meningkatkan kompetensi pegeawai perlu diadakan pendidikan dan latihan secara berjanjang)</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pada akhirnya sesuatu pelayanan bisa disebut sebagai pelayanan prima apabila sudah memenuhi ketentuan sebagai berikut :</span></span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Perbaikan berkelanjutan, artinya selalu ada peningkatan dalam setiap kegiatan.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Bebas dari cacat / mengurangi cacat</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pemenuhan kebutuhan sejak awal dan setiap saat (mulai dari masuk, menikmati, keluar museum, membawa kenangan)</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Melakukan secara benar (standar pelayanan) pelayanan di museum harus terukur dan memiliki standar baku.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Membahagiakan pelanggan, artinya pengunjung adalah ibarat raja yang harus dilayani dan dipuaskan)</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pelayanan di mueum dapat dikatakan sebagai pelayanan prima apabila memiliki cirri-ciri standar pelayanan prima antara lain sebagai berikut :</span></span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Ketepatan waktu pelayanan, jam buka dan tutup museum harus konsisten. Untuk mengantisipasi pengunjung sebaiknya pegawai museum dibagian pelayanan harus sudah siap sebelum jam buka. Jangan sampai pengunjung museum sudah ada tetapi pegawai yang menangani belum ada.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Akurasi pelayanan, artinya pelayanan dilakukan sesuai dengan kebutuhan umur, pendidikan dan kepentingan pelanggan. Pelayanan terhadap anak-anak TK tentu berbeda dengan pelayanan terhadap anak-anak SD, dan seterusnya. Museum harus memiliki standar pelayanan terhadap masing-masing pelanggan sesuai dengan umur dan pendidikannya.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Kecepatan dalam pelayanan karena waktu pengunjung terbatas. Biasanya pengunjung museum mengunjungi museum dengan waktu yang terbatas. Rata-rata pengunjung berada di museum kurang lebih sekitar satu sampai satu setengah jam. Sebab kunjungan ke museum biasanya merupakan paket kunjungan dengan obyek wisata lainnya sehingga waktunya terbats. Oleh karena itu kecepatan dalam pelayanan sangat dibutuhkan.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Kesopanan dan keramahan. Hal ini merupakan kunci utama untuk menarik pengunjung. Pelayanan yang ramah dan sopan dapat mejadi senjata yang sangat ampuh dalam pemasaran karena kekecwaan pelayanan yang dialami pengunjung akan disampaikan ke semua orang yang ditemuinya. Tetapi kepuaan pelayanan hanya akan disampaikan kepada sepuluh orang teman terdekatnnya.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Kemudahan mendapatkan pelayanan, waktu yang sangat pendek dalam melayani pengunjung harus diimbangi dengan kemudahan untuk mendapat berbagai akses yang dibutuhkan pengunjung baik informasi sarana dan prasana museum.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Kenyamanan dalam pelayanan (di semua lini). Museum harus dilengkapi dengan sarana dan prasana yang mendukung museum sebagai tujuan wisata, pendidikan dan pusat informasi. Pengunjung harus memilki kenangan tersendiri yang lain dari pada yang lain di museum.</span></span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Atribut pendukung lainnya seperti bersih, indah dan berkesan.</span></span></p> </li></ol> <p style="text-indent: -0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <p style="text-indent: 0.25in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Dalam pelaksanaannya tentu tidak mudah karena selain ada faktor pendukung tentu ada faktor penghambatnya. Adapun factor pendukung tercapainya pelaksanaan pelayanan prima antara lain :</span></span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Self Esteem / Harga Diri</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Harga diri merupakan unsure penting dalam pelayanan. Keteladanan dan keprimaan harus dimulai dari lini atas manajemen. Segala sesuatu harus dimulai dari saat ini, mulai dari sdiri sendiri, dan mulai dari hal terkecil.</span></span></p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Exceed Expectation / melampaui yang diharapkan.</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Museum harus membuat visi misi yang tidak bisa dijangkau agar bisa memenuhi harapan dan keinginan pengunjung karena banyak organisasi menciptakan haapan tinggi tetapi pelayanan hanya biasa-biasa saja atau bahkan kurang sehingga menjadi boomerang karena tidak sesuai dengan promosi yang diterima masyarakat.</span></span></p> <ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Recovery / pembenahan.</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Agar museum benar-benar manjadi milik pengunjung maka pihak museum perlu mengadakan studi tentang kebutuhan pelanggan museum baik dari tingkat umur maupun pendidikan. Mengetahui kebutuhan pelanggan merupakan kebutuhan pokok agar keberadaannya benar-benar sesuai kebutuhan. Keluhan pelanggan bukan masalah tapi merupakan peluang untuk memperbaiki kesalahan. Pembenahan harus selalu diadakan setiap tahun, kalau bisa harus ada hal baru ang dapat dinikmati oleh pengunjung museum setiap tahunnya.</span></span></p> <ol start="4"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Vision / pendangan ke depan</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Museum harus menciptakan kultur organisasi (dorporate culture) karena museum merupakan industri budaya yang memerlukan kreatifitas pegawai. Teknologi merupakan bagian dari kerja bukan sebaliknya.</span></span></p> <ol start="5"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Improve / peningkatan.</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Museum harus selalu memiliki inovasi baru dengan kata lain berubah atau ditinggalkan pelanggan.</span></span></p> <ol start="6"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Care / perhatian</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Museum harus berupaya menyenangkan pelanggan serta memperhatikan kualitas pelayanan.</span></span></p> <ol start="7"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Empower / pemberdayaan.</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Pegawai museum harus diberdayakan sesuai dengan keahlian bidangnya masing-masing. Pegawai museum perlu belajar dari kesalahan.</span></span></p> <ol start="8"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Sustainable / berkelanjutan.</span></span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Segala sesuatu aktifitas di museum harus dilaksanakan secara berkelanjutan..</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Ada beberapa perilaku yang perlu dihindari oleh pegawai museum agar tidak menghambat kemajuan yaitu antara lain perilaku negative Bounded Rationality atau memeprtahankan status quo dan menolak perubahan. Perilaku yang kedua adalah Opprtunistic Behavior yaitu perilaku yang hanya mengejar keuntungan sendiri dengan kecurangan. Jika perilaku ini masih banyak dilakukan oleh pegawai musueum maka besar kemungkinan museum akan maju dan dikenal baik oleh masyarakat. Ada dua pilihan yaitu mau maju atau mundur. Ada kebiasaan bangsa Indonesia yang salah satu mebenarkan yang biasa artinya segala sesuatu walaupun salah jika dilakukan oleh banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang benar. Pola tersebut harus diubah menjadi membinasakan yang benar. Artinya walaupun perilaku itu banyak dilakukan oleh banyak orang tetapi jika hal itu salah sebaiknya jangan ditiru. Biasakanlah segala sesuatu yang benar. Kunci terakhir kemajuan adalah tidak ada kemajuan tanpa perubahan tanpa perbuatan, serta tidak ada perbuatan tanpa kemajuan. Intinya untuk maju adalah mau berbuat perubahan untuk kemajuan.</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><b><br /></b></span></span></p><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><b>Daftar Pustaka :</b></span></span></p> <p style="text-indent: -0.01in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="LEFT"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i> Hardjosoedarmo, Soewarso (1997), Dasar Dasar Total Quality Management, Yogyakarta, Penerbit Andi.</i></span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="LEFT"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Hardjosoekarto, Sudarsono (1994), Beberapa Persfektif Pelayanan Prima, Bisnis dan Birokrasi, No.3/Vol IV/September, 1994.</i></span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="LEFT"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Soetopo (1990), Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 1999.</i></span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="LEFT"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="LEFT"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><b>Daftar Pustaka :</b></span></span></p> <p style="text-indent: -0.01in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%; text-align: justify;"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i> Hardjosoedarmo, Soewarso (1997), Dasar Dasar Total Quality Management, Yogyakarta, Penerbit Andi.</i></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Hardjosoekarto, Sudarsono (1994), Beberapa Persfektif Pelayanan Prima, Bisnis dan Birokrasi, No.3/Vol IV/September, 1994.</i></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Soetopo (1990), Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 1999.</i></span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="LEFT"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="LEFT"><br /></p>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-43895594947406651902011-04-23T09:13:00.000-07:002011-04-23T09:56:05.597-07:00SEKILAS TENTANG MUSEUM PERJUANGAN (MUSEUM BENTENG VREDEBURG UNIT II)<p style="margin-bottom: 0in; line-height: 100%; text-align: left;"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Oleh : Budiyono</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>Pendahuluan</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Gagasan mendirikan</span><span style="font-family:serif;"> bangunan Monumen muncul ketika diselenggarakan peringatan setengah abad kebangkitan Nasional di Yogyakarta Mei 1958. </span><span style="font-family:serif;">Bahwa untuk mengenang sejarah perjuangan bangsa Indonesia perlu dibuat bangunan monumental yang didalamnya memuat sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangakan kemerdekaan. Jadi ide pada awalnya adalah mendirikan sebuah bangunan monument dalam rangka mengenang sejarah perjuangan bangsa. Namun setelah gagasan tersebut direalisasikan dengan membangun gedung yang kemudian didalamnya diisi dengan dokumen yang memuat sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan, maka bangunan monumen tersebut lebih dikenal sebagai Museum. Pembangunannya diawali dengan pencangkulan pertama oleh Sri Pakualam Ke VIII pada peringatan hari ABRI 5 Oktober 1958. Pembangunan gedung diselesaikan dalam eaktu dua tahun, tanggal 29 Juni 1961. Sedangkan peletakan batu terakhir oleh Sri Sultan Hemngku Buwono ke IX. Sedangkan tanggal 17 November 1961 dilakukan Upacara Pembukaan dan peresmian oleh Sri Pakualam ke VIII. Ada perbedaan fungsi yang jelas antara Museum dengan Monumen. Monument pada prinsipnya adalah sebuah bangunan yang ditujukan untuk sebuah peninggalan. Sedangkan Museum merupakan sebuah ragnisasi yang mempunyai tugas mengumpulkan, merawat, meneliti, memamerkan, an mengkomunikasikan benda-benda koleksi kepada masyarakat. Kamus besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian terhadap kedua istilah tersebut sebagai berikut : </span><span style="font-family:serif;"><b>Monumen </b></span><span style="font-family:serif;">adalah bangunan dan tempat yang mempunyai nilai sejarah yang pentingdan karena itu dipelihara dan dilindungai Negara. </span><span style="font-family:serif;"><b>Monumental</b></span><span style="font-family:serif;"> artinya bersifat menimbulkan kesan peringatan kepada suatu yang agung. </span><span style="font-family:serif;"><b>Museum</b></span><span style="font-family:serif;"> adalah gedung yang digunakan sebagai tempat pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu, tempat meyimpan barang kuno. Mencermati antara fungsi sebagai monumen ataupun museum terhadap Museum Perjuangan (Museum Benteng Vredeburg Unit II) dapat dikatakan bahwa kedua fungsi tersebut dapat disandang oleh Museum Perjuangan. Sebab, gedung yang ditempati sengaja dibangun untuk memperingati suatu yan agng(Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan Kemerdekaan) jadi merupakan </span><span style="font-family:serif;"><b>Bangunan Monumental.</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Sedangkan mengapa disebut oleh masyarakat umum sebgai Museum., karena didalamnya disimpan dokumen yang berupa foto atau surat-surat penting bahkan ada benda peninggalan mengenai sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan.</span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"></p><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>PENGELOLAAN MUSEUM</b></span></p> <ol type="a"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Administrasi</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.19in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Secara administrasi saat ini museum perjuangan berasa si bawah pengelolaan Museum Benteng Yogyakarta sesuai dengan keputusan Direktur Pndidikan dan Kebudayaan Nomor : 386/FLIV/E/97 tanggal 22 Agustus 1997, sedrta Berita Acara Penyerahan Nomor : 14/F4.113/D2.1997 tanggal 5 september 1997 yang dotanda tangani oleh Kepala Museum Negeri Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sonobudoyo sebagai pihak pertama dan kepala Museum Benteng Yogyakarta sebagai pihak kedua.</span></p> <ol start="2" type="a"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Organisasi</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.19in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Organisasi museum Perjuangan sampai saat ini belum aa sejak diresmikannya sebagai museum dan dibuka untuk umum pengelolaannya berganti-ganti sebagai berikut :</span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1961 – 1969</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.44in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Museum Perjuanan dikelola oleh panitia peringatan Setengah Abad Kebangkitan Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta.</span></p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1970 – 1974</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.44in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Museum Perjuanan dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.</span></p> <ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1974 – 1980</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.44in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Museum Perjuangan berada dibawah pengelolaan Bidang Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Provinsi DIY.4. tanggal 30 Juni 1980 – 5 September 1997 Mseum Perjuangan berada di bawah pengelolaan Museum Sonobudoyo.</span></p> <ol start="4"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tanggal 5 september 1997 – sekarang</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.44in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Pengelolaan oleh Mseum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan dijadikan sebagai Museum Benteng Vredeburg Unit II.</span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>PENGELOLA MUSEUM</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Sebagai Unit II Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta pengelola Museum Perjuangan Yogyakarta ditunjuk dari karyawan-karyawan Museum Benteng Vredeburg oleh kepala Museum melalui surat tugas berikut :</span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>Kordinator Unit</b></span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Menyusun dan melaksanakan program kerja baik administrasi maupun teknis yang telah dikordinasikan dengan Kepala Museum.</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Melaporkan dan megkordinasikan seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan kepada Kepala Museum baik yang sudah terprogram maupun tidak.</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Menyusun laporan pertanggung jawaban pelaksanaan program kerja.kegiatan dalam bentuk laporan bulanan, tengah tahunan, dan tahunan. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari Kordinator Unit dibantu oleh beberapa orang staff dengan tugas sebagai berikut :</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tugas dan tanggung jawab masing-masing karyawan / karyawati :</span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>Petugas persuratan / perlengkapan</b></span></p> </li></ol> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Mengagendakan surat-surat ke luar maupun masuk</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Meyelesaikan surat-surat yang perlu ditindaklanjuti</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Menyimpan surat-surat masuk dan keluar</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Mencatat seluruh perlengkapan inventaris kantor</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Menyimpan dan merawat barang inventaris kantor</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Membantu pembuatan laporan kegiatan bulanan, tengah tahunan dan tahunan.</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.38in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>Petugas penyajian</b></span></p> </li></ol> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Merencanakan tata penyajian pameran koleksi museum agar mudah dipahamai oleh pengunjung</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Mengevaluasi tata penyajian pameran setiap tiga bulan sekali aga tidak terkesan kau dan monoton.</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Mengubah tata penyajian pameran sesuai hasil evaluasi yang dilaksanakan bersama tenaga teknis kelompok penyajian</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Membuat laporan kegiatan yang dilaksanakan</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.38in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>Petugas konservasi</b></span></p> </li></ol> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Merencanakan kegiatan perawatan/pemeliharaan koleksi</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Melaksanakan konservasi koleksi bersama tenaga teknis kelompok konservasi</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Merencanakan kebutuhan/keperluan alat bahan perawatan / pemeliharaan dan konservasi</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Membuat laporan kegiatan yang dilaksanakan</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <ol start="4"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>Petugas bimbingan edukasi</b></span></p> </li></ol> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Melaksanakan kegiatan bimbingan edukasi kepada pengunjung museum</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Memandu pengunjung museum dalam melihat koleksi yang dipamerkan</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Merencanakan pengadaan buku panduan musuem</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Mencatat jumlah pengunjung museum</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Membuat laporan kegiatan yang dilaksanakan</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.38in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <ol start="5"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>Petugas keamanan</b></span></p> </li></ol> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Menjaga keamanan dan ketertiban kantor siang dan malam</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Menjaga seluruh aset yang dimiliki kantor</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Membantu kemudahan tamu kantor maupun pengunjung museum dalam segala keperluan yang ada hubungannya dengan kantor</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Menyiapkan buku tamu dan pengunjung museum yang harus selalu diisi oleh tamu kantor maupun pengunjung museum</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Mengadakan kontrol lingkungan setiap jam sekali</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.38in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Terhitung sejak dibukanya kembali tanggal 29 Juli 2008 setelah lebih kurang dua tahun tidak melayani kunjungan karena ditutup akibat gempa bumi tanggal 27 mei 2006, di gedung Museum Perjuangan Yogyakarta juga dipamerkan koleksi-koleksi dari Museum Sandi yang merupakan museum baru yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta</span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 100%; text-align: left;"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></span></p><div style="text-align: left;"> </div>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-65107256355482911192011-04-23T09:04:00.000-07:002011-04-23T09:54:52.056-07:00DIPLOMASI PASCA PROKLAMASI (1945 – 1949) MENCARI PENGAKUAN INTERNATIONAL<span style="font-family:serif;"><span style="font-size:85%;">Oleh : RR. Muri Kuniawati, SIP</span></span><p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Diplomasi adalah sebuah istilah yang memiliki beragam arti, Menurut Sameudera Lal Roy, Diplomasi mempunyai makna </span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>seni mengedepankan kepentingan suatu neagra melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin, dalam berhubungan dengan Negara lain.</i></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"> Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengijinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata. Sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya. Menelusuri jejak seja</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">rah berdirinya NegaraKesatuan REpublik Indonesia merupak</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">an sebuah perjalanan panjang dan penuh liku untuk meraih kemerdekaan. Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, eksistensi republic muda tersebut mendapat tantangan dari Belanda yang telah menjajah Indonesia selama kurang lebih tiga setengah abad. Belanda ingin mengembalikan kekuasaannya di bumi Indonesia setelah Jepang menyerah kepada sekutu. Sikap Belanda yang demikian ini tercermin dari ucapan Prof. Logeman, menteri Daerah Seberang Belanda. Katanya ketika itu:”</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Praten met Soekarno is even onwardig als onvruchtbaar” yang berarti </i></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>:”Berunding dengan Soekarno adalah hina sekaligus tanpa guna”</i></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">. Pemerintah Belanda pada waktu ituberanggapan bahwa Kepulauan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda masih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kerajaan Belanda. Untuk itu dibentuklah Netherkands Indies Civil Administration (NICA) untuk menghidupkan dan menjalankan kembali pemerintanahan Belanda di Indoenesia. Hal ini mengakibatkan munculnya kembali konflik-konflik fisik terut</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">ama di kota-kota besar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Sesuai perhitungan awal, untuk menghadapi ke</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">kuatan Belanda yang ingin kembali menduduki Indonesia adalah bahwa perjuangan bersenjata melawan Belanda tidak akan berhasil mencapai sasaran. Beberapa pemimpin Indonesia pada waktu itu memandang bahwa kemerdekaan dapat dicapai melalui proses diplomasi. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa perlawanan menggunakan senjata dikesampingkan. Oleh karena itu usaha untuk memperoleh kemerdekaan dan pengakuan internasional ditempuh melalui dua cara yaitu diplomasi yang di</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">anggap sebagai sarana efektif untuk menjamin penyerah</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">an kedaulatan danperjuangan bersenjata, dimana kemerdekaan yang sejati hanya dapat dicapai melalui konfrontasi yang tidak mengenal kompromi. Kedua cara ini secara substansive berbeda, tetapi tujuan yang hendak dicapai melalui cara-cara itu pada dasarnya sama. Mencari pengakuan international pada waktu itu merupakan prioritas utama diplomasi Indonesia, apalagi setelah berita proklamasi kemerdekaan Indonesia diketahui oleh masyarakat internasional. Sebagai bagian dari usaha itu, pemerintahan Soekarno berusaha memperlihatkan kemampuannya untuk menegakkan ketertiban umum di dalam negeri Indonesia. Sehubungan dengan ini, Soekarno pada awal September 1945 mengatakan</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"> bahwa “Kebijaksanaan yang ditempuh oleh Republik Indonesia haruslah diarahkan pada dunia internasional. untuk itu persyaratan utama adalah diplomasi.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Perjuangan diplomasi ditempuh dengan memperlihatkan, pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alenia 4 yang berbunyi : ….</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><b>ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan</b></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">…alenia tersebut mempunyai makna bahwa bangsa Indonesia mempunyai tugas untuk memelihara perdamaian. Apabila da persengketaan antara Negara dengan Negara lain, bagi sebua</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">h Negara yang menjadi anggota Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB), harus turut prihatin dan dapat menyelesaikannya melalui meja perundingan. Artinya apabila bangsa Indoenesia menghadapi penjajah belanda melalui perjuangan bersenjata akan mendapat kecaman dari dunia internasional dan berarti bertentangan dengan isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945, terutama alenia 4. Oleh karena itu pemerintah republik Indonesia pada awal pemerintahannya menempuh perjuangan diplomasi dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dunia internasional, agar memberikan pengakuan terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Soekarno memilih Sultan Sjahrir sebagai pimpinan eksek</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">utif, bertugas sebagai Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri untuk melakukan diplomasi dengan Belanda. Politik pemerintahan yang dijalankan oleh kabinet Sjahrir ialah berunding atas dasar kemerdekaan penuh. Usaha-usaha pemerintah Republik Indonesia tersebut dihalangi oleh Belanda dengan cara memecah belah (devide et impera) wilayah republik Indonesia melalui </span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Konfrensi Malino</i></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"> tanggal 15–25 Juli 1946 disusul kemudian dengna konfrensi Pangkal Pinang tanggal 1-12 Oktober 1946 dan Belanda berhasil mendirikan “Negara Boneka”. Diplomasi Sjahrir menghasilkan persetujaun Linggarjati tanggal 15 November 1946 dimana Belanda setuju untuk mengakui pemerintah Republik sebagai pelaksana</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"> kewenangan </span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>de facto</i></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"> atas wilayah Jawa, Madura dan Sumatera. Dengan hasil ini setidaknya di tingkat permukaan, kebjaksanaan diplomasi Indonesia telah mencapai sukses pertamanya karena adanya pengakuan pertamanya Belanda tersebut. Namun demikian hasil dari perundingan tersebut diinterpretasikan secara berbeda oleh kedua belah pihak. Kunjungan Sjahrir ke India untuk menghadiri Konfrensi Antar Asia oleh Belanda dianggap sebgai sebuah kelancangan politik karena Indoenesia seolah-olah bertindak sebagai suatu negara merdeka. Akibatnya pada tanggal 21 Juli 1947, belanda mela</span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">ncarkan agresinya yang pertama. Untuk meminimalisir konfrontasi militer dengan Belanda, Sjahrir bersedia membuat konsesi mengenai persyaratan pemerintahan sementara. Hal ini menyebabkan kemunduran dalam posisi awal perundingan Indoenesia., serta memaksa Sjahrir mengundurkan diri dari jabatannya dan digantikan oleh Amir Sjarifudin.</span></span></p><p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%; text-align: center;"></p><p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Konflik Indonesia Belanda yang berujung pada pecahnya Agresi Militer Belanda I telah melemahkan ketahan fisik republic Indoenesi. Oleh karena itu para pemimpin politik hanya mampu betahan melalui diplomasi dengan mencari dukungan pihak ketiga yang dapat memperkuat tuntutan kemerdekaan Indonesia. Usaha tersebut berhasil, terutama setelah para pemimpin Indonesia menemui pemimpin India(Nehru). Dengan bantuan India dan Australia, masalah Indonesia berhasil diajukan ke Dewan Keamanan PBB bulan agustus 1947. Berkat simpati dari kedua Negara tersebut, suatu resolusi yang mengusulkan gencatan senjata diterima. Hal ini merupakan suatu kemenangan diplomasi untuk Indonesia. Sejak itu konlfik Indonesia Belanda tidak semata-mata konfilk antara kedua Negara, tetapi sudah merupakan suatu masalah Internasional yang dibahas di forum Internasioanl, pada bulan Agustus 1947, PBB mengeluarkan sebuah resolusi mengenai pembentukan Komisi Jasa Baik(Good Office Comitee). Komisi tersebut dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri dari Australia(pilihan Indonesia, Belgia(pilihan Belanda) dan Amerika Serikat (pilihan Australia dan Belgia). Pada tanggal 6 desember 1947, KTN memprakarsai diselenggarakannya perundingan antara Indonesia dan Belanda diatas kapal angkut Milik Amerika Serikat bernama”Renville”. Namun demikian hasil dari persetujuan tersebut justru semakin mempersempit wilayah Negara Republik Indoensia. Akibatnya terjadilah pergolakan politik didalam negeri Republik Indonesia. Dengan sendirinya Kabinet Amir Sjarifusin jatuh dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Perjuangan Diplomasi terus dilanjutkan dengan melakukan penyelesaian masalah intern terlebih dahulu. Setelah konflik intern berhasil diselesaikan, atas desakan dari berbagainegara yang menjadi anggota PBB serta pemakarsa KTN maka untuk mengakhiri persengketaan Indonesia – Belanda, pada tanggal 23 Agustus 1949 – 2 September 1949 diselenggarakan Konfrensi Meja Bundar (KMB) di kota Den Haag, Belanda.</span></span></p><p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="JUSTIFY"></p><p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Perudingan Indoensia – Bleanda dalam KMB berlangsung dengan lamban, karna Belanda senantiasa mengulur-ulur keputusan KMB. Pihak Belanda merasa sudah menang dalam perundingan sebelumnya. Namun demikian akhirnya berhasil disepakati oleh kedua belah pihak pada tanggal 2 November 1949 bahwa pihak Belanda akan melakukan </span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><b>“Penyerahan Kedaulatan”</b></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"> atas Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat dicabut lagi. Adapun pelaksanaan penyerahan kedaulatan itu baru akan dilaksanakan kemudian setelah segala sesautu telah siap. Tanggal 27 Desember 1949 terjadilah hal tersebut yang dilakukan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia. Dengan demikian Indonesia secara </span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>de jure</i></span></span><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"> telah diakui oleh masyarakat Internasional. Bagi pemerintahan Indonesia penyerahan kedaulatan itu merupakan suatu kemenangan diplomatic yang besar yang diraih oleh para pelaksana kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indoenesia.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;">Rangkaian peristiwa di atas menunjukkan bahwa periode 1945 -1949 para pemimpin Indonesia lebih banyak menggunakan taktik diplomasi sebagai alat untuk mencari pengakuan Internasional. Persetujuan Linggarjati dan Renville merupakan dua tonggak sejarah yang menentukan sejarah diplomasi Indonesia. Namun demikian para pemimpin Indonesia tidak begitu saja meninggalkan taktik perang untuk mendukung taktik diplomasi mereka. Diplomasi tidak akan menang atau mempunyai suara meyakinkan tanpa para pejuang. Demikian pula sebaliknya para pejuang tidak akan menang tanpa diplomasi.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><b>Daftar Pustaka</b></span></span></p> <p style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 100%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Notosusanto, Nugroho, Kol. , Ichtisar Sedjarah RI (1945 – sekarang), Dept.Pertahanan-Keamanan, Jakarta 1971.</i></span></span></p> <p style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 100%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Roem, Mohammad, MR, Suka Duka Berunding Dengan Belanda, Idayu Press, Jakarta, 1977.</i></span></span></p> <p style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 100%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Roem, Mohammad, MR, Diplomasi: UjungTombak Perjuangan RI, PT. Gramedia, Jakarta, 1998</i></span></span></p> <p style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 100%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Sudiyo, Drs., Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, Dept. Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1998</i></span></span></p> <p style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 100%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;"><span style="font-size:100%;"><i>Suraputra, D.Sidik., Revolusi Indoenesia dan Hukum Internasional, Universitas Indonesia-Press, Jakarta, 1991.</i></span></span></p><br /><span class="fullpost"><br /><br /></span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-57364760733365263212010-11-28T18:58:00.000-08:002011-04-23T09:53:33.705-07:00BENTENG VREDEBURG DARI MASA KE MASA: SEBUAH MODEL PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN BENTENG<span class="fullpost">Oleh: Dra. Sri Ediningsih, M. Hum</span><br /><span style="font-family:serif;"><b><br />A. Sejarah dan Status Tanah Benteng Vredeburg</b></span><br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:serif;">Menurut da</span><span style="font-family:serif;">ta dari Pusat Data Arsitekrut Indonesia tercatat ada kurang lebih 300-an peninggalan benteng di Indonesia. Dar</span><span style="font-family:serif;">i sejumlah itu hanya 5 persen yang kondisinya terawat, slah satu diantaranya adalah Benteng Vredeburg Yogyakarta. Oleh karena itu kita bias belajar dari pelestarian dan pengelolaan Benteng Vredeburg untuk dijadikan referensi, minimal belajar segala kekurangan dan kelebihannya untuk diambil manfaatnya. Tulisan ini akan melihat Benteng Vredeburg Yogyakarta dari 3 aspek yaitu </span><span style="font-family:serif;">sejarah dan status tanah Benteng Vredeburg sejak dibangun sampai saat ini, fungsi masing-masing bangunan Benteng Vredeburg, serta pemanfaatan Benteng Vredeburg sebagai museum.</span></div> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Pendirian Benteng Vredeburg Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari lahirnya Kesultanan Yogyakarta, Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755 yang berhasil menyelesaikan perselisihan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwono 1) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin turut campur urusan dalam negeri Raja-Raja Jawa waktu itu. Orang Belanda yang berperan penting dalam lahirnya perjanjian Giyanti adalah Nicolaas Harting (Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa/</span><span style="font-family:serif;"><i>Gouvernur en Directeur Java’s noordkust</i></span><span style="font-family:serif;">).</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Langkah pertama yang diambil oleh Sri Sultan HB 1 adalah segera membangun kraton dengan membuka hutan Beringan. Sri Sultan HB 1 mengumumkan bahwa wilayah kekuasaannya diberi nama Ngayogyakarta Adiningrat(Ngayogyakarta Hadiningrat). Pemilihan nama ini dimaksudkan untuk menghormati tempat bersejarah yaitu Hutan Bareingan yang pada jaman almarhum Sri Susuhunan Amngkurat Jawi(Amngkurat IV) merupakan kota kecil yang indah. Didalamnya terdapat istana pesanggrahan yang terkenal dengan Garjitowati. Kemudian pada jaman Sri Susuhunan Paku Buwono II bertahta di Kartsura nama pesanggrahan itu diganti dengan Ngayogya. Nama Ngayogyakarta ditafsirkan dari kata “Ayuda” dan “Karta”, kata “a” berarti tidan dan “yuda”berarti perang. Jadi “ayuda” mengandung pengertian tidak ada perang atau damai. Sedangkan “Karta” berarti aman dan tentram. Jadi Ngayogyakarta dapat diartikan sebagai “Kota yang aman dan tentram”.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Disamping sebagai seorang penglima perang yang tangguh, Sri Sultan HB I juga seorang ahli bangungan yang hebat. Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755. Selama pembangunan kraton berlangsung, Sultan dan keluarga tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang Gamping, kurang lebih selama satu tahun. Pada hari Kamis Pahing, tanggal 7 Oktober 1756 meski kraton belum sempurna, Sultan dan keluarga berkenan menempati. Peresmian ditandai dengan candra sangkala”Dwi Naga Rasa Tunggal”. Dalam tahun Jawa sama dengan 1682, tanggal 13 Jimakir yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1756.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Setelah kraton mulai ditempati kemudian berdiri pula bangunan-bangunan pendukung lainnya. Kraton dikelilingi tembok yang tebal. Didalamnya terdapat beberapa beangunan dengan aneka rupa dan fungsi. Bangunan kediaman sultan dan kerabat dekatnya dinamakan Prabayeksa, selesai dibagun tahun 1`756. Bangunan Sitihinggil dan pagelaran selesai dibangun tahun 1757. Gapura penghubung Dana Pertapa dan Kemagangan selesai tahun 1761 dan 176. Masjid Agung didirikan tahun 1771. Benteng besar yang mengelilingi kraton selesai tahun 1777. Bangsal Kencana selesai tahun 1792. Demikianlah kratin Yogyakarta berdiri dengan perkembangan yang senantiasa terjadi dari waktu ke waktu.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Meneliti kemajuan yang sangat pesat dari Kraton Yogyakarta, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulia muncul. Belanda mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng didekat kraton dengan dalih untuk menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap kejalan utama menuju kraton menjadi indikasibahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blockade. Dapat dikatakn bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusihi Belanda.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang, pada tahun 1760 atas permintaan Belanda, Sultan HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat penjagaan yang disebut seleka tau bastion. Oleh Sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprkosaningprang (sudut barat daya), Jayaprayitna (sudut tenggara).</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Menurut penuturan Nicolaas Hartingh seorang Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa di Semarang, bahwa benteng tersebut keadaannya masih sangat sederhana. Tembok dari tanah yang diperkuat dengan tian-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren. Bangunan didalamnya terdiri atas bambu dan kayu dengan atap ilalang.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Dalam perkembangan selanjutnya sewaktu W.H Osseberch menggantikan kedudukan Nicolaas Hartingh, tahun 1765 mengusulkan kepada Sultan agar benteng diperkuat menjadi bangunan yang lebih permanen agar lebih menjamin keamanan. Usul tersebut dikabulkan, selanjutnya pembangunan benteng dikerjakan tahun itu juga. Akan tetapi dalam kenyataannya proses pembangunan akan sangat lambat dan baru selesai tahun 1787. Hal ini terjadi karena pada masa tersebutSultan yang beredia mengadakan bahan dan tenaga dalam pembangunan benteng, sedang disibukkan dengan pembangunan Kraton Yogyakarta, sehingga bahan dan tenaga yang dijanjikan lebih banyak teralokasi unutk pembangunan kraton. Setelah selesai bangunan benteng yang telah disempurnakan tersebut diberi naam Rustenburg yang berarti “Benteng Peristirahatan”.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga banyak merobihkan beberapa bangunan besar termasuk Benteng. Benteng Rustenburg segera diadakan pembenahan dibeberapa bagian yang rusak. Setelah selesai bangunan benteng yang semula bernama Rustenburg diganti menjadi Vredeburg yang berarti “Benteng Perdamaian”. Nama ini diambil sebagai manifestasi hubungan antara Kesultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang tidak saling menyerang waktu itu.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Di Benteng Vredeburg terapat bangunan-bangunan rumah perwira, asrama prajurit, gudang logistic, gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah residen. Benteng Vredeburg ditempati sekitar 500 orang prajurit, termasuk petugas medis dan para medis. Disamping itu pada masa pemerintahan Hindia Belanda digunakan sebagai tempat perlingungan para residen yang sedang bertugas di Yogyakarta. Hal itu sangat dimungkinkan karan kantor residen berada berseberangan dengan letak Benteng Vredeburg.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Sejalan dengan perkembangan politik yang terjadi di Indonesia, terjadi pula perubahan atas status kepemilikan dan fungsi bangunan. Benteng Vredeburg. Secara kronologis perkembangan status tanah dan bangunan Benteng Vredeburg sejak awal dibangunnya (1760) sampai dengan sebelum kemerdekaan sebagai berikut :</span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1760 – 1765</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Pada awal pembangunannya tahun 176 status tanah merupakan milik kesultanan, tetapi dalam penggunaannya dihibahkan kepada Bleanda (VOC) dibawah pengawasan Nicolaas Hartingh, Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jwa.</span></p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1765 – 1788</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Secara yuridis formal status tanah tetap milik kesultanan tetapi secara de facto penguasaan benteng dan tanahnya dipegang oleh Belanda. Usul Gubernur W.H Van Osseberch (Pengganti Nicolaas Hartingh) agar bangunan benteng lebih disempurnakan, dilaksanakan tahun 1767. Periode ini merupakan periode penyempurnaan Benteng yang lebih terarah pada satu bentuk benteng pertahanan.</span></p> <ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1788 – 1799</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Pada periode ini status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kesultanan, secara de facto dikuasai Belanda. Periode ini merupakan saat digunakannya Benteng secara sempurna oleh Belanda (VOC).</span></p> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"></p><ol start="4"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1799 – 1808</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kesultanan, tetapi penggunaan benteng secara de facto menjadi milik </span><span style="font-family:serif;"><i>Bataafsche Republik </i></span><span style="font-family:serif;">(Pemerintah Belanda) dibawah Gubernur VanDenBurg. Benteng tetap difungsikan sebagai markas pertahanan.</span></p> <ol start="5"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1808 – 1811</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Pada periode ini benteng diambil alih pengelolaannya oelh </span><span style="font-family:serif;"><i>Koninflik Holland</i></span><span style="font-family:serif;">. Maka secara yuridis formal status tanah tetap milik kesultanan, tetapi secara de facto menjadi milik Pemerintah Kerajaan Belanda dibawah Gubernur Daendels.</span></p> <ol start="6"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1811 – 1816</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Ketika Inggris berkuasa di Indonesia tahun 1811 – 1816, untuk sementara benteng dikuasai Inggris dibawah Gubernur Jendral Rafles. Mengambil alih, secara yuridis formal benteng tetap milik kesultanan.</span></p> <ol start="7"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1816 – 1942</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Status tanah benteng tetap milik kesultanan, tatapi secara de facto dipegang oleh pemerintah Belanda. Karena kuatnya pengaruh Belanda, maka pihak kesultanan tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi masalah penguasaan atas benteng. Sampai akhirnya benteng dikuasai bala Tentara Jepang tahun 1942.</span></p> <ol start="8"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1942 – 1945</span></p> </li></ol> <p style="margin-left: 0.69in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"> <span style="font-family:serif;">Seiring dengan pergantian penjajahan dari Belanda ke Jepang maka secara de facto Benteng Vredeburg dikuasai oleh Jepang. Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga dipusatkan di Benteng Vredeburg, tentara jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam. Selain itu Benteng Vrdeburg digunakan sebagai tempat tahanan bagi tawanan tentara Jepang.</span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Setelah proklamasi kemerdekaan, secara kronologis perkembangan status tanah dan pemanfaatan Benteng Vredeburg sejak proklamasi kemerdekaan (1945) sampai dengan dimanfaatkan sebagai museum khusus sejarah perjuangan adalah sebagai berikut :</span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1945 – 1977</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Status tanah benteng masih tetap milik kesultanan Yogyakarta, Penguasaan Benteng diambil alih instansi militer RI. Selain itu Benteng Vredeburgdimanfaatkan sebagai sekolah militer Akademi dan Markas KSAD Kol. Djatikusumo. Tahun 1946 pernah dipakai untuk menahan tokoh yang terlibat peristiwa 3 Juli 1946 (HR Darsono, Moh Yamin dan Tan Malaka) sewaktu agresi militer II benteng sempat dikuasai Belanda. Namun dengan SU 1 Maret 1949 TNI berhasil menguasai Benteng Vredeburg kembali walau tidak lama kemudian berhasil dikuasai kembali oleh Belanda sampai 7 Mei 1949.</span></p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1977 -1980</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Penguasaan dan pengelolaan benteng diserahkan dari pihak HANKAM kepada Pemerintah Dareah Yogyakarta. Benteng dimanfaatkan sebgai pusat pengembangan Budaya Nusantara dibawah pimpinan Ki Suratman. Periode ini Benteng Vredeburg pernah digunakan sebagai ajang Jambore dan latihan Dodiklat POLRI. Juga pernah digunakan sebagai markas Garnizun 072 serta markas TNI AD Batalyon 403.</span></p> <ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1980 – 1992</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tanggal 9 agustus 1980 dadakan penandatanganan piagam perjanjian tentang pemanfaatan Benteng Vredeburg oleh Sri Sultan HB IX dan Mendikbud Dr. Daoed Joesof. Setahun berikutnya Benteng Vredeburg diterapkan sebagai bangunan cagar budaya. Kemudian dikuatkan dengan Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto tanggal 5 November 1984. Bahwa bekas Benteng Vredeburg aka difungsikan sesuai dengan kebutuhannya. Selanjutnya pada tahun 1987 museum diresmikan Presiden Soeharto dandapt dikunjungi oleh Umum.</span></p> <ol start="4"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Tahun 1992 – sampai sekarang</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai museum melalui SK Mendikbud RI Prof. Dr Fuad Hasan nomor 0475/O/1992 tertanggal 23 November 1992 dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.<b><br /></b></span></p><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>B. Pemanfaatan Bangunan di Komplek Benteng Vredeburg </b></span> </p><span style="font-family:serif;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:serif;">Adapun pemanfaatan bangunan di komplek Benteng Vredeburg sejak dari awal pembangunan sampai dengan saat ini adalah :</span> </div><ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Jembatan dan Parit</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Periode 1765 – 1830 benteng dikelilingi parit, jembatan terpasang disebelah barat, timur dan selatan. Setelah 1830, Sebgai sarana berfungsi sebagai saluran pembuangan. Tahun 1898 parit sebelah utara benteng ditutup. sejalan dengan kemajuan teknologi terutama peralatan perang, maka jembatan angkat diganti jembatan biasa. Pada periode 1945 – 1977 parit sudah ,ulai kering dan selanjutnya seluruh parit yang ada ditutup.</span></p> <ol start="2"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Pintu Gerbang Utama</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Pintu gerbang utama barat terdiri dari dua lantai. Pada periode 1765 – 1830, lantai atas digunakan sebagai kantor komando. Sedangkan lantai bawah baik disisi kanan maupun kiri jalan masuk merupakan ruang juga. Saat ini ruangna atas dimanfaatkan sebagai ruang Rapat. Sedangkan ruangan bawah tetap sebagai Ruang Jaga (Satpam) dan ruang tiket.</span></p> <ol start="3"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Pintu Gerbang Timur</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Fungsi pintu gerbang timur dari periode 1765 – 1830 dan tahun-tahun berikutnya sama dengan pintu gerbang utama barat. Lantai bawah merupakan ruang jaga. Sedangkan lantai atas semual dipergunakan sebagai pos pengawasan daerah di sekitar benteng baik ke dalam maupun keluar. Saat ini pintu gerbang timur pemanfaatannya belum maksimal. Namun dalam pengembangan ke depan, Pintu Gerbang Timur akan dimanfaatkan sebagai pintu masuk dari arah timur sebagai kawasan 3 in 1, yaitu Taman Pintar, Taman Budaya dan Museum Benteng.</span></p> <ol start="4"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Gedung Pengapit Utara</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Berfungsi sebagai Kantor administrasi, berdasarkan hasil penelitian bentuk asli, bangunan yang ada merupakan bentuk asli, bangunan yang ada merupakan bentuk yang asli dengan ornament-ornamen gaya Yunani masa Renaisance/ hal itu menunjukkan usianya yang relative lebih tua disbanding dengan bangunan yang lain. Gaya atap yang lancip, menunjukkan gaya Eropa dengan maksud mengurangi beban salju di musim salju. Ini menunjukkan bahwa arsitektur untuk bangunan ini masih murni gaya Eropa.</span></p> <ol start="5"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Gedung Pengapit Selatan</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Fungsi telah mengalami perkembangan dilihat dari bentuknya memungkinkan dimanfaatkan sebagai kantor administrasi. Nmaun ketika benteng terdapat tawaran yang berderajat tinggi (tawaran kraton yang berpangkat tinggi) maka ruangan ini dimanfaatkan sebagai sel tahanan khusus. Juga ada kemungkinan ruangan ini dipergunakan sebagai ruang tamu VIP. Hal ini terlihat dari bentuk dan performance ruangan. Sekarang difungsikan sebagai Ruang Tamu VIP.</span></p> <ol start="6"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Barak Prajurit Barat</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Terdiri dari dua lantai. Lantai bawah terdiri satu ruang luas dan empat ruang kecil. Dua ruang kecil di selatan di lantai bawah diperkirakan merupakan fasilitas barak bagian bawah karean posisinya menyatu dengan ruang lantai bawah. Sedangkan dua ruang kecil di utara diperkirakan sebagai ruang pengawasan perwira juga, karena ruang-ruang tersebut terpisah dengan barak. Pemanfaatan sekarang sebagai Ruang Pengenalan Museum.</span></p> <ol start="7"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Barak Prajurit Utara</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bangunan ini digunakan sebagai barak prajurit yang telah bekerluarga baik di lantai bawah maupun lantai atas. Sekarang Rang Diorama Sejarah Perjuangan bangsa yang berisi peristiwa sejarah perjuangan sekitar Proklamasi Perjuangan Kemerdekaan. Sedangkan lantai atas dimanfaatkan sebagai ruang pameran tidak tetap.</span></p> <ol start="8"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bangunan Fasilitas Umum</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Berdasarkan data bahwa didalam benteng pernah dibangun rumah sakit, maka bangunan ini diperkirakan sebagai rumah sakit. Karena benteng dikuasai oleh TNI bangunan ini dimanfaatkan sebagai mushola. Sekarang bangunan lantai bawah dimanfaatkan sebagai ruang kerja Teknis. Lantai atas difungsikan sebagai Ruang Seminar dan Rang Bioskop khusus film Sejarah Perjuangan.</span></p> <ol start="9"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Societet Militaire</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bangunan ini adalah Bangunan yang difungsikan sebgai ruang pertemuan. Hal ini diperkuat dengan adanya dat bahwa tahun 1838 di benteng ada societe militaire yang lokasinya di timur laut. Sekarang bangunan ini dimanfaatkan sebagai Ruang Diskusi/Ceramah/Seminar di lantai atas, dan Ruang Diorama Sejarah Perjuangan di Lantai bawah.</span></p> <ol start="10"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Pavilion</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bangunan ini berfungsi sebagai tempat tinggal perwira atau pavilion (guet house). Hal ini sangat memungkinkan dengan adanya fasilitas-fasilitas pelengkapnya seperti dapur, kamar mandi dan WC. Sewaktu di bawah kekuasaan TNI bangunan ini dimanfaatkan sebagai tempat tinggal prajurit maupun perwira. Pada saat itu difungsikan sebagai Guest House seperti semula.</span></p> <ol start="11"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Gudang Mesiu</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bentuk Bangunan dengan adanya peninggian-peninggian lantai dan tanpa jendela tetapi hanya ventilasi saja, menuatkan dugaan bahwa fungsi bangunan ini adalah sebagai gudang mesiu. Fungsi ini tetap bertahan dari tahun ketahun meskupun benteng mengalami pergantian penguasa. Pada saat ini dipergunakan sebgai Storage Museum.</span></p> <ol start="12"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Dapur Umum</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bangunan ini relative baru. Dalam peta tahun 1937 belum muncul, sehingga diperkirakan bangunan dibangun setelah tahun tersebut bersamaan dengan bangunan kembarannya yaitu bangunan dapur selatan. Pada masa benteng dikuasi TNI banguna dapur ini dimanfaatkan sebagai rumah tinggal prajurit. Pada saat ini dimanfaatkan sebagai ruang storage Museum.</span></p> <ol start="13"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Sel / Ruang Tahanan</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bangunan ini dibangun sesudah tahun 1830 dengan menempel pada anjungansebelah barat. Adanya peninggian lantai sewaktu ditemukanpada bangunan ini diduga merupakan tempat tidur. Kemungkinan juga dimanfaatkan sebagai gudang. Pada saat ini dipergunakan sebgai fasilitas ibadah di museum yaitu Mushola putra dan putrid.</span></p> <ol start="14"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Perumahan Perwira Utara</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Semula mempunyai fungsi sebgai tempat tinggal perwira. Dengan adanya perubahan bentuk teras depan menjadi ruang depan, maka diperkirakan bangunan ini telah mengalami perubahan fungsi yaitu sebgai kantor administrai. Kemudian ketika benteng digunakan oleh TNI tempat ini digunakan sebgai tempat tinggal prajurit yang telah bekeluarga. Sekarang bangunan ini merupakan tata pameran tetap Ruang Diorama II.</span></p> <ol start="15"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Perumahan Perwira Selatan 1</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bangunan ini mempunyai susunan ruang yang terdiri dari teras depan, bangunan utama, dan teras belakang, diperkirakan berfungsi sebgai perumahan perwira. Dengan adanya perubahan teras depan menjadi ruang depan, diperkirakan bangunan ini mulai dipergunakan sebagai perumahan prajurit atau perwira yang telah bekeluarga, bukan unutk perwira saja. Hal ini diperkirakan terjadi ketika benteng digunakan oleh TNI. Sekarang difungsikan sebagai ruang Diorama 1.</span></p> <ol start="16"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Gudang Senjata Ringan & Barak Prajurit.</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Banguna ini semula difungsikan sebgai barak prajurit dilantai atas dan sebgai tempat penyimpanan senjata Ringan dilantaibawah. Hal ini dikuatkan dengan letaknya yang berdekatan dengan bangunan (N2) yang berfungsi sebgai gudang senjaa berat. Disamping itu juga berdekatan dengan gudang mesiu. Saati in meruppakan Ruang Konservasi, fumigasi dan laboratorium di lantai bawah dan ruang dokumentasi dilantai atas.</span></p> <ol start="17"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Gudang Senjata Berat</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Bangunan ini berfungsi sebai gudang senjata. Sedangkan keberadaan ruang-ruang yang berdekatan diperkirakan mempunyai fungsi yang berkaitan dengan keberadaan gudang senjata ini, antara lain untuk perkantoran bagain admisnitrasi gudang, perawatan senjata, dll. Saat ini dipergunkan sebagai Kantor Konservasi.</span></p> <ol start="18"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Anjungan</span></p> </li></ol> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Semula anjungan dibangun mengelilingi benteng bagain dalam sebagai sarana pertahanan. Di anjungan ini ditempatkan prajurit dengan senjata tangan dan meriam yang dikonsentrasikan pada sudut anjungan. Tahun 1830, anjungan di sudut di timur laut dibongkar dan dibangun gedung societet. Tahun 1898 anjungan utara dibongkar dan dibuat terowongan untuk megakses unit service baru di utara benteng. Selanjutnya anjungan tidak punya arti strategi militer dan difungsikan sebagai sarana rekreasi dan kebun sayur. Pada saat ini anjungan dimanfaatkan sebagai sarana untuk melihat kawasan nol kota Jogja dan sekelilingnya.</span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;"><b>C. Pemanfaatan Benteng Vredeburg sebagai Museum</b></span></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:serif;"> Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Museum Benteng Vredeburgmempunyai visi terwujudnya pengembanan dan pemanfaatn museum yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, memperkokoh identitas dan jati diri, integrasi nasional dan ketahanan budaya. Adapun misi yang diemban adalah mewujudkan peran museum sebagai sarana edukasi, pariwisata, pusat informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan pelestarian, penyajian dan pengembangan sejarah dan budaya denan nuansa edutainment.</span><span style="font-family:serif;"><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:serif;"> Visi dan misi museum secara keseluruhan dijabarkan dalam berbagai kegiatan rutin yang terbagi menjadi tiga bagian kegiatan sebagai berikut :</span></div></div> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Pelestarian sejarah dan budaya melalui berbgai kegiatan seperti perawatan dan pemeliharaan benteng sebagai cagar budaya, konservasi, fumigasi, dan restorasi benda-benda sejarah Perjuangan. Perawatan dan pemeliharaan benteng sebgai cagar budaya dilakukan secara bersama-sama dengan Balai Pelestraian Peninggalan Purbakala. Sedangkan kegiatan konservasi, fumigasi, dan restorasi terhadap benda-benda koleksi sejarah Perjuangan dilakukan secaraintern oleh petugas pemeliharaan dan perawatan museum. Adapun koleksi benda-benda sejarah perjuangan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta terdiri dari benda-benda realia, replica, foto, lukisan dan koleksi lainnya yang berjumlah kurang lebih 7.000 buah. Seluruh benda koleksi museum disimpan diruang pameran tetap maupun storage museum sesuai dengan standar International Council of Museum.</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Penyajian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti pameran tetap dan temporer, penydiaan film-film sejarah perjuangan, perpustakaan sejarah serta penerbitan buku dan bulletin. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta memiliki 5 ruang pameran tetap yang terdiri dari 4 Ruang Diorama dan Ruang Realia. Ruang pameran tetap berisi koleksi benda sejarah yang memvisualisasikan peristiwa sejarah perjuangan bangsa, terutana perjuangan dari Yogyakarta sejak kedatangan bangsa barat ke Indonesia sampai dengan saat ini. Selain itu pengunjung juga bisa menikmati sajian film-film sejarah perjuangan di Runga Bioskop Sejarah Perjuangan. Museum juga dilengkapi denan perpustakaan yang berisi buku-buku sejarah dan budaya. Saran pembelajaran sejarah bagi anak-anak sekolah juga disediakan melalui CD interaktif.</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%" align="JUSTIFY"><span style="font-family:serif;">Pengembangan sejarah dan budaya melalui kegiatan penelitian dan pengkajian sejarah perjuangan, festival, lomba, ceramah, diskusi, loka karya, workshop, pentas seni, baik diselenggarakan sendiri, kerjasama instansi terkait, maupun memfasilitasi masyarakat melalui saran dan prasarana museum. Pengkajian sejarah difokuskan pada sejarah perjuangan di Yogyakarta baik peristiwa berkaitan dengan koleksi tata pameran tetap museum. Festival, lomba, diskusi, pentas seni bernuansa sejarah juga rutin dilakukan sperti festival busana perjuangan, lomba lagu, teater, lukis dan mewarnai dengan nuangsa perjuangan, cerdas cermat permuseuman, kesejarahan dan kepurbakalaan, dan kemah budaya. Selain itu museum juga menyediakan saran dan prasarana bagi masyarakat untuk mengadakan pameran, lomba, festival, ceramah, diskusi dan kegiatan lain yang bernuansa budaya.</span></p> </li></ol>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-46372300666111690102010-06-17T20:42:00.000-07:002010-06-17T20:47:40.644-07:00 <meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CSuharto%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CSuharto%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin: 5pt 0in; text-align: center;" align="center"><b>PAMERAN BENTENG <st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on">INDONESIA</st1:place></st1:country-region></st1:place></st1:country-region></st1:place></st1:country-region></st1:place></st1:country-region></st1:place></st1:country-region> DI MUSEUM BENTENG VREDEBURG</b><u1:p></u1:p><u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <u3:p></u3:p> <p class="MsoNormal" style="margin: 5pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam rangka pendukungan penyebaran Informasi Kepurbakalaan Direktorat Peninggalan Purbakala bekerja sama dengan PDA (Pusat Dokumentasi Arsitektur), Museum Benteng Vredeburg dan PAC (Architects and Consultan Arcitektural Urban Heritage Project) mengadakan Pameran Benteng Indonesia yang diselenggarakan pertama kali di Yogyakarta dan akan diadakan di kota-kota lain seperti Ambon dan Makassar.<u1:p></u1:p><u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <u3:p></u3:p> <p class="MsoNormal" style="margin: 5pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><u4:p></u4:p>Tujuan diselenggarakanya Pameran Benteng <st1:country-region st="on"><st1:country-region st="on"><st1:country-region st="on"><st1:country-region st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:country-region></st1:country-region></st1:country-region></st1:country-region> ini adalah untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang sejarah benteng yang ada di Indonesia, agar supaya masyarakat peduli terhadap kekayaan budaya dan sejarah <st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region></st1:place></st1:country-region></st1:place></st1:country-region></st1:place></st1:country-region></st1:place></st1:country-region>.<u1:p></u1:p><u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 5pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><u3:p></u3:p><u4:p></u4:p> <meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"> <u4:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></u4:smarttagtype><u4:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></u4:smarttagtype><u4:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></u4:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <u7:worddocument> <u7:view>Normal<u7:zoom>0<u7:punctuationkerning/> <u7:validateagainstschemas/> <u7:saveifxmlinvalid>false<u7:ignoremixedcontent>false<u7:alwaysshowplaceholdertext>false<u7:compatibility> <u7:breakwrappedtables/> <u7:snaptogridincell/> <u7:wraptextwithpunct/> <u7:useasianbreakrules/> <u7:dontgrowautofit/> <u7:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</u7:browserlevel> </u7:compatibility> </u7:alwaysshowplaceholdertext> </u7:ignoremixedcontent> </u7:saveifxmlinvalid> </u7:zoom> </u7:view> </u7:worddocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <u5:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </u5:latentstyles> </xml><![endif]--> <meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"> <u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></u1:smarttagtype><u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></u1:smarttagtype><u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></u1:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <u6:worddocument> <u6:view>Normal<u6:zoom>0<u6:punctuationkerning/> <u6:validateagainstschemas/> <u6:saveifxmlinvalid>false<u6:ignoremixedcontent>false<u6:alwaysshowplaceholdertext>false<u6:compatibility> <u6:breakwrappedtables/> <u6:snaptogridincell/> <u6:wraptextwithpunct/> <u6:useasianbreakrules/> <u6:dontgrowautofit/> <u6:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</u6:browserlevel> </u6:compatibility> </u6:alwaysshowplaceholdertext> </u6:ignoremixedcontent> </u6:saveifxmlinvalid> </u6:zoom> </u6:view> </u6:worddocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <u7:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </u7:latentstyles> </xml><![endif]--> <meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"> <u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></u1:smarttagtype><u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></u1:smarttagtype><u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></u1:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <u8:worddocument> <u8:view>Normal<u8:zoom>0<u8:punctuationkerning/> <u8:validateagainstschemas/> <u8:saveifxmlinvalid>false<u8:ignoremixedcontent>false<u8:alwaysshowplaceholdertext>false<u8:compatibility> <u8:breakwrappedtables/> <u8:snaptogridincell/> <u8:wraptextwithpunct/> <u8:useasianbreakrules/> <u8:dontgrowautofit/> <u8:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</u8:browserlevel> </u8:compatibility> </u8:alwaysshowplaceholdertext> </u8:ignoremixedcontent> </u8:saveifxmlinvalid> </u8:zoom> </u8:view> </u8:worddocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <u9:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </u9:latentstyles> </xml><![endif]--> <meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"> <u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></u1:smarttagtype><u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></u1:smarttagtype><u1:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></u1:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <u10:worddocument> <u10:view>Normal<u10:zoom>0<u10:punctuationkerning/> <u10:validateagainstschemas/> <u10:saveifxmlinvalid>false<u10:ignoremixedcontent>false<u10:alwaysshowplaceholdertext>false<u10:compatibility> <u10:breakwrappedtables/> <u10:snaptogridincell/> <u10:wraptextwithpunct/> <u10:useasianbreakrules/> <u10:dontgrowautofit/> <u10:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</u10:browserlevel> </u10:compatibility> </u10:alwaysshowplaceholdertext> </u10:ignoremixedcontent> </u10:saveifxmlinvalid> </u10:zoom> </u10:view> </u10:worddocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <u11:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </u11:latentstyles> </xml><![endif]-->Pameran Benteng <st1:country-region st="on"><st1:country-region st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:country-region></st1:country-region> berlangsung pada tanggal 15 – 20 Juni 2010 di Benteng Vredeburg <st1:place st="on"><st1:place st="on"><st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place></st1:place></st1:place>. Yang mengusung tema Benteng “Dulu Kini dan Esok”, dan akan diselenggarakan di <st1:city st="on"><st1:city st="on"><st1:city st="on">kota</st1:city></st1:city></st1:city> lain seperti Ambon dan <st1:place st="on"><st1:place st="on"><st1:place st="on">Makassar</st1:place></st1:place></st1:place>.<o:p></o:p></p> <span style=";font-family:";font-size:12pt;" ></span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-54035578849599693762010-04-14T23:40:00.000-07:002011-05-19T20:44:45.226-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;" align="center"><b>VISI DAN MISI<u1:p></u1:p></b><u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="font-family: trebuchet ms;"><u1:p> </u1:p><u1:p> </u1:p><u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;" align="center"><st1:placename st="on"><st1:placename st="on"><st1:placename st="on"><b>Visi</b></st1:placename></st1:placename></st1:placename><b> <st1:placetype st="on"><st1:placetype st="on"><st1:placetype st="on">Museum</st1:placetype></st1:placetype></st1:placetype> Benteng Vredeburg <st1:place st="on"><st1:place st="on"><st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place></st1:place></st1:place></b><u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"> Visi sebuah lembaga atau instansi adalah target yang akan dicapai oleh lembaga atau institusi tersebut. Adapun visi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta adalah <b><i>“Terwujudnya peran museum sebagai pelestari nilai sejarah dan kejuangan Rakyat <st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on"><st1:country-region st="on"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region></st1:country-region></st1:place></st1:country-region></st1:place> di Yogyakarta dalam mewujudkan NKRI”.<u1:p></u1:p></i></b><u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="font-family: trebuchet ms;"><u1:p><u2:p> </u2:p></u1:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-family: trebuchet ms;" align="center"><st1:placename st="on"><st1:placename st="on"><b>Misi</b></st1:placename></st1:placename><b> <st1:placetype st="on"><st1:placetype st="on"><st1:placetype st="on">Museum</st1:placetype></st1:placetype></st1:placetype> Benteng Vredeburg <st1:place st="on"><st1:place st="on"><st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place></st1:place></st1:place><u1:p></u1:p></b> <u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;">Misi adalah rumusan-rumusan umum tentang upaya-upaya apa saja yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Adapun misi dari Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, antara lain :<u2:p></u2:p><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in; font-family: trebuchet ms;">1.<span style="font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> Mewujudkan peran museum sebagai pelestari benda-benda peninggalan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di Yogyakarta<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in; font-family: trebuchet ms;">2.<span style="font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> Mewujudkan peran museum sebagai sumber informasi sejarah perjuangan rakyat Indonesia di Yogyakarta<o:p></o:p></span></p> <u2:p style="font-family: trebuchet ms;"></u2:p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in; font-family: trebuchet ms;">3.<span style="font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> Mewujudkan peran museum sebagai media pendidikan non formal bagi pengembangan ilmu pengetahuan sejarah dengan nuansa <i>edutainmen.</i><u2:p></u2:p><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in; font-family: trebuchet ms;">4.<span style="font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> Mewujudkan museum sebagai wahana peningkatan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam semangat juang rakyat Indonesia di Yogyakarta<u2:p></u2:p><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><u1:p> </u1:p><o:p></o:p></p> <p style="font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-688997271606083462010-04-14T23:38:00.000-07:002010-04-14T23:39:33.743-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b>LATAR BELAKANG BERDIRINYA BENTENG VREDEBURG</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Yogyakarta merupakan salah satu <st1:city st="on">kota</st1:City> di <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> yang mempunyai peranan penting dalam perjalanan sejarah dalam merintis, mencapai, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Peristiwa-peristiwa penting sebagai tonggak-tonggak sejarah terjadi di <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:City> ini. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sejak awal berdirinya <st1:city st="on">kota</st1:City> <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> telah tampil ke pentas sejarah semangat juang para pemimpin-pemimpinya. Dimulai dari Sultan Agung Hanyokrokusumo yang menyerang Batavia tahun 1628 dan 1629, dilanjutkan oleh Pangeran Mangkubumi yang bertempur melawan VOC yang kemudian diakhiri dengan Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang juga perlawanan pangeran Diponegoro dan peristiwa-peristiwa lainnya. Semua itu talah menjadi goresan tinta emas dalam lembaran sejarah perjuangan Bangsa <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Perjanjian yang berhasil dikeluarkan karena campur tangan VOC selalu mempunyai tujuan akhir memecah belah dan mengadu domba pihak-pihak yang bersangkutan. Demikian pula dengan perjanjian Giyanti. Orang Belanda yang berperan penting dalam lahirnya Perjanjian Giyanti tersebut adalah Nicolas Hartingh, yang menjabat Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa (Gouverneur en Directeur van Java noordkust) sejak bulan Maret 1754.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada hakekatnya perjanjian tersebut adalah perwujudan dari usaha untuk membelah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian yaitu Kasunanan <st1:city st="on"><st1:place st="on">Surakarta</st1:place></st1:City> dan Kasultanan Yogyakarta. Untuk selanjutnya Kasultanan Yogyakarta diperintah oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alogo Adul Rachman Sayidin Panata Gama Khalifatulah I. sedang Kasunanan <st1:city st="on"><st1:place st="on">Surakarta</st1:place></st1:City> diperintahkan oleh Paku Buwono III.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Langkah pertama yang diambil oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I adalah segera memerintahkan membangun kraton. Dengan titahnya Sultan segera memerintahkan membuka Hutan Beringan di mana di tempat tersebut sudah terdapat dusun Pacetokan. Sri Sultan Hamengku Buwono I mengumumkan bahwa wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya tersebut diberi nama Ngayogyakarta Adiningrat (Ngayogyakarta Hadiningrat) dengan ibukota Ngayogyakarta. Pemilihan nama ini dimaksudkan untuk menghormati tempat bersejarah yaitu Hutan Beringan yang pada jaman almarhum Sri Susuhunan Amangkurat Jawi (Amangkurat IV) merupakan <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:City> kecil yang indah. Di dalamnya terdapat istana pesanggrahan yang terkenal dengan Garjitowati. Kemudian pada jaman Sri Susuhunan Paku Buwono II bertahta di Kartasura nama pesanggrahan itu diganti dengan Ngayogya. Pada masa itu dipergunakan sebagai tempat pemberhentian jenazah para bangsawan yang akan dimakamkan di Imogiri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Hutan kecil ini mula-mula adalah tempat peristirahatan Sunan Pakubuwono II dengan nama Pesanggrahan Garjitowati. Untuk selanjutnya beliau menggantikan dengan nama Ayogya (atau Ngayogya). Nama Ngayogyakarta ditafsirkan dari kata”Ayuda” dan kata “Karta”. Kata “a” berarti tidak dan “yuda” berarti perang. Jadi “Ayuda” mengandung pengertian tidak ada perang atau damai. Sedangkan “Karta” berarti aman dan tenteram. Jadi Ngayogyakarta dapat diartikan sebagai “<st1:city st="on"><st1:place st="on">Kota</st1:place></st1:City> yang aman dan tenteram”.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Disamping sebagai seorang panglima perang yang tangguh, Sri Sultan Hamengku Buwono I, adalah juga seorang ahli bangunan yang hebat. Kraton Kasultanan Yogyakarta permata dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755. Selama pembangunan keraton berlangsung, Sultan dan keluarga tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang Gamping, kurang lebih selama satu tahun. Pada hari Kamis Pahing, tanggal 7 Oktober 1756 selama satu tahu. Meski belum selesai dengan sempurna, Sultan dan keluarga berkenan menempatinya. Peresmian di asaat raja dan keluarganya menempati kraton ditandai dengan candra sangkala “Dwi Naga Rasa Tunggal” Dalam tahun Jawa sama dengan 1682, tanggal 13 Jimakir yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1756. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah kraton mulai ditempati kemudian berdiri pula bangunan-bangunan lainnya. Kraton dikelilingi tembok yang tebal. Di dalamnya terdapat beberapa bangunan dengan aneka rupa dan fungsi. Bangunan kediaman sultan dan kerabat dekatnya dinamakan Prabayeksa, selesai dibangun tahun 1546. Bangunan Sitihinggil dan Pagelaran selesai dibangun tahun 1757. Gapura penghubung Dana Pertapa dan Kemagangan selesai tahun 1751 dan 1763. Masjid Agung didirikan tahun 1771. Benteng besar yang mengelilingi kraton selesai tahun 1777. Bangsal Kencana selesai tahun 1792. Demikian kraton Yogyakarta berdiri dengan perkembangan yang senantiasa terjadi dari waktu ke waktu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Melihat kemajuan yang sangat pesat akan kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Sehingga pihak Belanda mengusulkan kepada Sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi Belanda. Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi “kekuatan” yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan ijin Belanda untuk membangun benteng dikabulkan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta), pada tahun 1760 atas permintaan Belanda, Sultan HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh Sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jaya (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada awal berdirinya bahwa benteng tesebut keadaannya masih sangat sederhana. Tembok dari tanah yang diperkuatdengan tiang-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren. Bangunan di dalamnya terdiri atas bamboo dan kayu dengan atap ilalang.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam perkembangan selanjutnya sewaktu W.H Ossenbrech menggantikan kedudukan Nicolas Hartingh, tahun 1765 mengusulkan kepada Sultan agar benteng diperkuat menjadi bangunan yang lebih permanent agar lebih menjamin keamanan. Usul tersebut dikabulkan, selanjutnya pembangunan benteng dikerjakan dibawah pengawasan seorang Belanda ahli ilmu bangunan yang bernama Ir. Frans Haak. Tahun 1767 pembangunan benteng dimulai. Menurut rencana pembangunan tersebut akan diselesaikan tahun itu juga. Akan tetapi dalam kenyataannya proses pembangunan tersebut berjalan sangat lambat dan baru selesai tahun 1787. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut Sultan yang bersedia mengadakan bahan dan tenaga dalam pembangunan bentengm sedang disibukkan dengan pembangunan Kraton Yogyakarta, sehingga bahan dan tenaga yang dijanjikan lebih banyak teralokasi untuk pembangunan kraton. Setelah selesai bangunan benteng yang telah disempurnakan tersebut diberi nama Rustenburg yang berarti “Benteng Peristirahatan”.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga banyak merobohkan beberapa bangunan besar seperti Gedung Residen (yang dibangun tahun 1824), Tugu Pal Putih, dan Benteng Rustenburg serta bangunan-bangunan yang lain. Bangunan-bangunan tersebut segera dibangun kembali. Benteng Rustenburg segera diadakan pembenahan di beberapa bagian bangunan yang rusak. Setelah selesai bangunan benteng yang semula bernama Rustenburg diganti menjadi Vredeburg yang berarti “Benteng Perdamaian:. Nama ini diambil sebagai manifestasi hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang tidak saling menyerang waktu itu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Bentuk benteng tetap seperti awal mula dibangun, yaitu bujur sangkar. Pada keempat sudutnya dibangun ruang penjagan yang disebut “seleka” atau “bastion”. Pintu gerbang benteng menghadap ke barat dengan dikelilingi oleh parit. Di dalamnya terdapat bangunan-bangunan rumah perwira, asrama prajurit, gudang logistic, gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rummah residen. Di Benteng Vredeburg ditempati sekitar 500 orang prajurit, termasuk petugas medis dan para medis. Disamping itu pada masa pemerintahan Hindia Belanda digunakan sebagai tempat perlindungan para residen yang sedang bertugas di Yogyakarta. Hal itu sangat dimungkinkan karena kantor residen yang berada berseberangan dengan letak Benteng Vredeburg.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <br /> <span class="fullpost"><br /><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-55164710185366350362010-04-14T23:37:00.000-07:002010-04-14T23:38:37.965-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b>BENTENG VREDEBURG PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Jatuhnya Singapura ke tangan Jepang, membuat kedudukan pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda terancam. Ketika akan menyerang <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region>, Jepang lebih dulu menguasai daerah-daerah penghasil minyak bumi di Kalimantan Timur seperti Tarakan, Pulau Bunyu dan <st1:city st="on"><st1:place st="on">Balikpapan</st1:place></st1:City>. Penguasaan daerah tersebut sangat penting untuk mendukung kepentingan perang pasukan Jepang di kawasan Pasifik. Setelah Kalimantan, Jepang kemudian menyerang Sumatra yaitu Dumai, Pekanbaru dan <st1:city st="on"><st1:place st="on">Palembang</st1:place></st1:City>. Terakhir baru Jepang menyerang Pulau Jawa dengan mendaratkan pasukannya di Banten, Indramayu dan Banyuwangi. Dalam waktu singkat berhasil menduduki tempat strategis di Pulau Jawa. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati, Jawa Barat. Maka sejak itulah Jepang berkuasa di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Masa pendudukan Jepang di <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> berlangsung sejak tanggal 6 Maret 1942. Mereka segera menempati gedung-gedung pemerintah semula ditempati pemerintah Belanda. Pendudukan tentara Jepang atas <st1:city st="on">kota</st1:City> <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> berjalan sangat lancar tanpa ada perlawanan. Dengan semboyan Tiga A (A Light, A Leader, A Hider/ Nipon Cahaya Asia, Nipon Pemimpin Asia dan Nipon Pelindung Asia), mereka melakukan pawai dengan jalan kaki dan bersepeda bergerak menuju pusat kota Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk menarik simpati rakyat <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tanggal 7 Maret 1942, pemerintah Jepang memperlakukan UU nomor 1 tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga dipusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pulihan yang terkenal keras dan kejam.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Di samping itu Benteng Vredeburg juga digunakan sebagai tempat penahanan bagi tawanan orang Belanda maupun Indo Belanda yang ditangkap. Juga kaum politisi <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> yang berhasil ditangkap karena mengadakan gerakan menentang Jepang.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Guna mencukupi kebutuhan senjata, tentara Jepang mendatangkan persenjataan dari <st1:city st="on"><st1:place st="on">Semarang</st1:place></st1:City>. Sebelum dibagikan ke pos-pos yang memerlukan terlebih dahulu di simpan di Benteng Vredeburg. Gudang mesiu terletak di setiap sudut benteng kecuali di sudut timur laut. Hal itu dengan pertimbangan bahwa di kawasan tersebut keamanan lebih terjamin. Penempatan gudang mesiu di setiap sudut benteng dimaksudkan untuk mempermudah disaat terjadi perang secara mendadak.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, ketika proklamasi telah berkumandang dan nasionalisasi bangunan-bangunan yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun secara de facto dikuasai oleh Jepang tetapi secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dari uraian itu dapat dikatakan bahwa pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) bangunan Benteng Vredeburg difungsikan sebagai markas tentara Kempeitei, gudang mesiu dan rumah tahanan bagi orang Belanda dan Indo Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <span class="fullpost"> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-79999386887483336302010-04-14T23:36:00.000-07:002010-04-14T23:37:37.742-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-family: "";">BENTENG VREDEBURG PADA MASA KEMERDEKAAN</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 telah berkumandang di Jl. Pegangsaan Timur 56 <st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:City>. Berita tersebut sampai ke <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> melalui Kantor Berita Domei Cabang Yogyakarta (sekarang Perpustakaan Daerah, Jl. Malioboro Yogyakarta). Kepala Kantor Berita Domei Cabang Yogyakarta waktu itu adalah orang Jepang. Sedangkan kepala bagian radio adalah Warsono, dengan dibantu oleh tenaga-tenaga lainnya, yaitu Soeparto, Soetjipto, Abdullah dan Umar Sanusi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada siang hari itu, berita tentang proklamasi kemerdekaan <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> disambut dengan perasaan lega oleh seluruh rakyat <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>. Ditambah dengan keluarnya Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Pernyataan 5 September 1945) yang kemudian diikuti oleh Sri Paku Alam VIII yang berisi dukungan atas berdirinya Negara baru, Negara Republik Indonesia, maka semangat rakyat semakin berapi-api.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sebagai akibatnya terjadi berbagai aksi spontan seperti pengibaran bendera Merah Putih, perampasan bangunan dan juga pelucutan senjata Jepang. Masih kuatnya pasukan Jepang yang berada di Yogyakarta, menyebabkan terjadinya kontak senjata seperti yang terjadi di Kotabaru <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>. Dalam aksi perampasan gedung ataupun fasilitas lain milik Jepang, Benteng Vredebug juga menjadi salah satu sasaran aksi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah Benteng dikuasai oleh pihak RI untuk selanjutnya penanganannya diserahkan kepada Instansi Militer yang kemudian dipergunakan sebagai asrama dan markas pasukan yang tergabung dalam pasukan dengan kode Staf “Q” di bawah Komandan Letnan Muda I Radio, yang bertugas mengurusi perbekalan militer. Sehingga tidak mustahil bila pada periode ini Benteng Vredeburg disamping difungsikan sebagai markas juga sebagai gudang perbekalan termasuk senjata, mesiu dll. Pada tahun 1946 di dalam komplek Benteng Vredeburg didirikan Rumah Sakit Tentara untuk melayani korban pertempuran. Namun dalam perkembangannya rumah sakit tersebut juga melayani tentara beserta keluarganya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Ketika tahun 1946 kondisi politik Indonesia mengalami kerawanan disaat perbedaan peersepsi akan arti revolusi yang sedang terjadi, maka meletuslah peristiwa yang dikenal dengan “Peristiwa 3 Juli 1946”, yaitu percobaan Kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Soedarsono. Karena usaha tersebut gagal maka para tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut seperti Mohammad Yamin, Tan Malaka dan Soedarsono ditangkap. Sebagai tahanan politik mereka pernah ditempatkan di Benteng Vredeburg.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 12pt;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <span class="fullpost"><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-85843170613159609112010-04-14T23:35:00.001-07:002010-04-14T23:35:54.607-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b>BENTENG VREDEBURG PADA MASA PENDUDUKAN BELANDA</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sejalan dengan perkembangan politik yang terjadi di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> dari waktu ke waktu, maka terjadi pula perubahan atas status kepemilikan dan fungsi bangunan Benteng Vredeburg. Secara kronologis perkembangan status tanah dan bangunan Benteng Vredeburg sejak awal dibangunnya (1760) sampai dengan runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda (1942) adalah sebagai berikut:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">1.<span style="font-family: "";"> </span>Tahun 1760-1765</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Pada awal pembangunannya tahun 1760 status tanah merupakan milik kasultanan. Tetapi dalam penggunaannya dihibahkan Belanda (VOC) di bawah pengawasan Nicolas Hartingh, Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">2.<span style="font-family: "";"> </span>Tahun 1765-1788</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan, tetapi secara defacto penguasaan benteng dari tanahnya dipegang oleh Belanda, usul gubernur W.H. Van Ossenberg (pengganti Nicolas Hartingh) agar bangunan benteng lebih disempurnakan, dilaksanakan pada tahun 1767. Periode ini merupakan periode penyempurnaan benteng yang lebih terarah pada satu bentuk benteng pertahanan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">3.<span style="font-family: "";"> </span>Tahun 1788-1799</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Pada periode ini status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kasultanan, secara de facto dikuasai Belanda. Periode ini merupakan saat digunakannya benteng secara sempurna oleh Belanda (VOC). Bangkrutnya VOC tahun 1799 menyebabkan penguasaan benteng diambil alih oleh <st1:place st="on"><st1:placename st="on">Bataafsche</st1:PlaceName> <st1:placetype st="on">Republic</st1:PlaceType></st1:place> (Pemerintah Belanda). Secara de facto menjadi milik pemerintah Kerajaan Belanda.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">4.<span style="font-family: "";"> </span>Tahun 1799-1807 </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kasultanan, tetapi penggunaan benteng secara de facto menjadi milik Bataache Republik (Pemerintahan Belanda) di bawah Gubernur Van Den Burg. Benteng tetap difungsikan sebagai markas pertahanan. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">5.<span style="font-family: "";"> </span>Tahun 1807-1811</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Pada periode ini benteng diambil alih pengelolaannya oleh Koninklijik Hollland .Maka secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan, tetapi secara de facto menjadi milik Pemerintah Kerajaan Belanda di bawah Gubernur Deandels.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">6.<span style="font-family: "";"> </span>Tahun 1811-1816</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;">Ketika Inggris berkuasa di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> 1811-1816, untuk sementara benteng dikuasai Inggris di bawah Gubernur Jenderal Rafles. Namun dalam waktu singkat Belanda dapat mengambil alih. Secara yuridis formal benteng tetap milik kasultanan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">7.<span style="font-family: "";"> </span>Tahun 1816-1942</p> <p class="MsoNormal" style="margin: 5pt 0in 12pt 0.25in; text-align: justify;">Status tanah benteng tetap milik kasultanan, tetapi secara de facto dipegang oleh pemerintah Belanda. Karena kuatnya pengaruh Belanda maka pihak kasultanan tidak berbuat banyak dalam mengatasi masalah penguasaan atas benteng. Sampai akhirnya benteng dikuasai bala Tentara Jepang tahun 1942 setelah Belanda menyerah kepada Jepang ditandai dengan Perjanjian Kalijaga bulan Maret 1842 di Jawa Barat.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <span class="fullpost"><br /><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-75437626345894553762010-04-14T23:24:00.000-07:002010-06-30T00:11:38.687-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: center; text-indent: 27pt;"><span style="font-weight: bold;">BANGUNAN</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-weight: bold;"></span>Sesuai dengan awal bahwa benteng Vredeburg dibangun untuk dijadikan sebuah benteng pertahanan. Sehingga dalam perkembangannya pun bangunan-bangunan pedukung yang didirikan bertolak dari konsep sebagai pertahanan . Hal itu dapat dilihat dari beberapa bangunan yang masih dapat dijumpai sekarang , antara lain :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; margin-left: 9pt; text-indent: -9pt;"><b>Selokan atau Parit
<br /></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEWYPhqz1Bas4mUyS4jPSh46FwiVHSOZTJcHqpkLNSWY9UtMVucnPiLDo37_d5AImyKXMYlSX8V60DCU8GY-IDqMNXpYRxolkn8In6pEnIZnPE1a7R9XixkkYBrnDgySit5iQ4ZtDp-9_0/s1600/Benteng+sudut+BD.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEWYPhqz1Bas4mUyS4jPSh46FwiVHSOZTJcHqpkLNSWY9UtMVucnPiLDo37_d5AImyKXMYlSX8V60DCU8GY-IDqMNXpYRxolkn8In6pEnIZnPE1a7R9XixkkYBrnDgySit5iQ4ZtDp-9_0/s200/Benteng+sudut+BD.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460246830125299282" border="0" /></a><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"></p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"\0022"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Times New Roman"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:auto; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"\0022"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Times New Roman"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:auto; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"\0022"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Times New Roman"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:auto; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"\0022"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Times New Roman"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:auto; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"\0022"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Times New Roman"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:auto; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><span style="font-size: 11pt; font-family: "",";";">Parit atau selokan ini dibuat dengan maksud rintangan paling luar terhadap serangan musuh. Parit dibuat di sekeliling benteng dengan perhitungan bahwa musuh akan datang dari segala arah. Tetapi perkembangan selanjutnya, ketika sistem kemiliteran telah mengalami kemajuan, parit sebagai sarana pertahanan sudah tidak urgen lagi. Bahkan untuk tahun-tahun berikut parit hanya berfungsi sebagai sarana drainage (pembuangan) saja. Untuk memberikan kesan kepada masyarakat bahwa sekeliling benteng terdapat parit, sisa parit masih dapat dilihat dibawah jembatan depan gerbang sebelah barat .</span><span style="font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span> </p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt;"><o:p> </o:p></span></p> <span style="font-size:11;"><o:p></o:p></span><p></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:11;"><o:p> </o:p></span></p> <p></p> <span style="font-size:10;"><o:p></o:p></span><span style="font-size:8;"><o:p></o:p></span><p></p><p></p><p></p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in;"><b>Jembatan
<br /></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrXsRs1b_02FilZMF9I0YynifFlwyTnVwaE4wi5gZ-ZvRw76IglTR1GG4dWyyru0vqoiQVtRevSlZDmud1tkdfMW5kPwq2ytoS1BdGa54B_6XvuOIQ8R1KXkc6u1I0bJ43kYYb6nFf9Yth/s1600/Benteng+jembatan+angkat.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrXsRs1b_02FilZMF9I0YynifFlwyTnVwaE4wi5gZ-ZvRw76IglTR1GG4dWyyru0vqoiQVtRevSlZDmud1tkdfMW5kPwq2ytoS1BdGa54B_6XvuOIQ8R1KXkc6u1I0bJ43kYYb6nFf9Yth/s200/Benteng+jembatan+angkat.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460247163010620306" border="0" /></a></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">Pada masa awal Benteng Vredeburg dibangun, antar daerah dalam benteng dengan luar benteng dihubungkan dengan jembatan (jembatan angkat ). Menurut rencana awal benteng dibangun dengan konsep simetris, sehingga dengan demikian jembatan yang dibuat berjumlah empat buah yaitu menghadap keempat penjuru (barat, selatan, timur, dan utara). Tetapi berdasarkan data yang ditemukan, bekas-bekas jembatan hanya dapat dijumpai utara tidak ditemukan. Hal ini dapat saja terjadi dalam proses pembangunan yang telah dibuat dalam konsep awal bangunan benteng, di sisi utara dipandang sudah aman sehingga untuk jembatan sebelah utara benteng dipandang sudah tidak perlu.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">Untuk saat ini jembatan yang masih dapat dilihat adalah jembatan yang telah mengalami perkembangan kemudian. Hal itu terjadi seiring dengan perkembangan teknologi khususnya kendaraan perang. Sehingga jembatan yang tadinya berupa jembatan gantung, sudah tidak mungkin lagi mampu menopang kendaraan perang yang keluar masuk benteng. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in;"><b>Tembok (Benteng)
<br /></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqceeFSr_QIbETG_hiPNWESQ29JUdy0_YeJ9b-VgO7791TxOyY6CVdZzcq1z6CIJclqWIdX3pkBoCd0o8GnEl0YO_oY4qePEjMXQvjvBqrkAooK-Y8EsacR5FbN9xHL_FrBZJmfL31TMFc/s1600/DSC01066.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqceeFSr_QIbETG_hiPNWESQ29JUdy0_YeJ9b-VgO7791TxOyY6CVdZzcq1z6CIJclqWIdX3pkBoCd0o8GnEl0YO_oY4qePEjMXQvjvBqrkAooK-Y8EsacR5FbN9xHL_FrBZJmfL31TMFc/s200/DSC01066.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460247423716761154" border="0" /></a></p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Lapisan pertahanan sesudah parit adalah tembok (benteng) yang mengelilingi komplek benteng Vrederburg. Di sisi tembok sebelah dalam juga dibuat anjungan, sehingga praktis tembok (benteng) ini dapat berfungsi sebagai tempat pertahanan, pengintaian, penempatan meriam-meriam kecil maupun senjata tangan. Dengan begitu jarak pandang pengintaian maupun jarak tembak akan lebih leluasa.</p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Saat sekarang sebagian anjungan (sebelah timur sebagian, sebelah barat dan sebelah selatan) masih dapat dilihat. Juga relung-relung di atas tembok (benteng) sebagai tempat meriam maupun senjata tangan lainnya. Pembongkaran anjungan ini diperkirakan karena perkembangan situasi dimana keamanan telah lebih terjamin, sehingga anjungan dipandang sudah tidak diperlukan lagi. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in;"><b>Pintu Gerbang Barat</b></p><p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEZr9KIIa47Ey-WZElangX07yfTlLj2hi0EkC9ivvgWjMOwWA3byeMqB5B52u_sd3llF1mxj4IodrdWhytLienenRZP3ZxFowbIDKgLYFXa4FAwFj_Ma8ONMjxo6J9Z77AP8iwmPp_pdrm/s1600/gerbang.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEZr9KIIa47Ey-WZElangX07yfTlLj2hi0EkC9ivvgWjMOwWA3byeMqB5B52u_sd3llF1mxj4IodrdWhytLienenRZP3ZxFowbIDKgLYFXa4FAwFj_Ma8ONMjxo6J9Z77AP8iwmPp_pdrm/s200/gerbang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460247726308198258" border="0" /></a></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">Pintu gerbang sebagai sarana (jalan) keluar ataupun masuk komplek benteng. Mengingat konsep awal bahwa benteng dibangun dengan konsep simetris maka pintu gerbang yang ada berjumlah empat buah (selatan, timur, utara, dan barat ). Tetapi karena proses pembangunan benteng itu sendiri memakan waktu yang amat panjang, sehingga sangat dimungkinkan konsep awal tersebut berubah karena situasi keamanan yang mengharuskan pintu gerbang yaitu sebelah barat, timur dan selatan. Di sebelah selatan hanya dibuat kecil dan lebih tepat kalau disebut terowongan. Sehingga arus keluar masuk penghuni benteng melewati pintu gerbang barat dan timur saja.<span style="font-weight: bold;">
<br /></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in;"><b>Bangunan-Bangunan di Bagian Tengah
<br /></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6hyphenhyphenBs5uqsWKasUM3akA_5KWQ0DF3i8EJaU8Q3hvAcv7Ym9jUdPqFdTD5qQ3Y32bZS902hKOg74ZfCWhPweDRJmTWV8VccoRkIuWh5nGtnBQ3rrQ11yQ7-XYBoH82rhyphenhyphenZPQH6mg1pw2pyF/s1600/Halaman+4.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6hyphenhyphenBs5uqsWKasUM3akA_5KWQ0DF3i8EJaU8Q3hvAcv7Ym9jUdPqFdTD5qQ3Y32bZS902hKOg74ZfCWhPweDRJmTWV8VccoRkIuWh5nGtnBQ3rrQ11yQ7-XYBoH82rhyphenhyphenZPQH6mg1pw2pyF/s200/Halaman+4.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460248030198733362" border="0" /></a> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--> <!--[endif]--></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">Di dalam komplek Benteng Vredeburg bangunan-bangunan yang ada berupa bangsal-bangsal. Semula bangsal-bangsal tersebut berfungsi sebagai barak para prajurit maupun perwira. Akan tetapi dalam perkembagan selanjutnya sejalan dengan perkembangan fungsi bangunan yang bukan lagi sebagai tempat pertahanan melainkan sebagai tangsi militer, bangunan tersebut lebih tepat disebut sebagai tempat tinggal. Hal itu dapat dilihat dari dibangunnya bangunan-bangunan baru.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">Di antara bangunan-bangunan yang ada juga masih dapat terlihat adanya lapangan di dalam komplek Benteng Vredeburg yang relatif luas.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">Semula lapangan tersebut dimungkinkan untuk tempat persiapan militer, latihan maupun upacara-upacara militer lainnya. Setelah Benteng Vredeburg fungsi sebagai tangsi militer yang dimungkinkan prajurit akan membawa keluarganya, maka lpagan tersebut beralih fungsi sebagai halaman dan tempat bermain saja.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: -0.1in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">Hal itu juga berlaku dengan anjungan di sisi selatan, barat dan timur sebagian. Yang semula dibangun sebagai sarana pendukung pertahanan untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<br /><span class="fullpost">
<br />
<br />
<br /></span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-46844487535511917872010-04-14T23:21:00.000-07:002010-04-14T23:34:32.226-07:00<div style="text-align: center;"><b>REALIA</b></div> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Koleksi realia adalah koleksi yang berupa benda (Material) yang benar-benar nyata (riil) bukan tiruan dan berperan langsung dalam suatu proses terjadinya suatu sejarah yang mempunyai arti penting dalam pembinaan atau pengembangan sejarah , ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayan. Koleksi realia antara lain berupa peralatan rumah tangga, senjata, naskah, pakaian, peralatan dapur dll.</p> <p class="MsoNormal" style=""><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-76398042944369143622010-04-14T21:09:00.000-07:002010-06-16T19:58:39.833-07:00<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyVIoHFxyF1qNzPordePMUndO16kz_ZBjHS__4c9HAOH_JWXpE3fy_pxz4zzdXekMyc7QIeeRYMJn1cgVTrunTemkqxnXp4WEx7yp3frEg0h7JD8izkr1G7J9GZ-UgppNVA32sbG1QGgqX/s1600/Foto(159).jpg"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"\0022"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Times New Roman"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:auto; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CSuharto%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </p><p style="text-align: center;" class="MsoNormal"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CSuharto%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CSuharto%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} </style><span style="font-family:Arial;"><o:p></o:p></span></p> <p></p> </a><div style="text-align: center;"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CSuharto%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><b><span style=";font-family:Arial;font-size:12pt;" >FOTO</span></b>
<br />
<br /></div></div><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyVIoHFxyF1qNzPordePMUndO16kz_ZBjHS__4c9HAOH_JWXpE3fy_pxz4zzdXekMyc7QIeeRYMJn1cgVTrunTemkqxnXp4WEx7yp3frEg0h7JD8izkr1G7J9GZ-UgppNVA32sbG1QGgqX/s1600/Foto(159).jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyVIoHFxyF1qNzPordePMUndO16kz_ZBjHS__4c9HAOH_JWXpE3fy_pxz4zzdXekMyc7QIeeRYMJn1cgVTrunTemkqxnXp4WEx7yp3frEg0h7JD8izkr1G7J9GZ-UgppNVA32sbG1QGgqX/s200/Foto(159).jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5483565978178917858" border="0" /></a><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjesUIykb-Sd_NDD75yrBGtJ0nQS9IOzVUsORjHoYU72jG-yiQGHhXwQRq1d_mF6-IDOomw2stZhDF4wqXEFZKxSLncNz3fkQ9OyEvxq3b3G-15-eufzDi77TGiTbEeAyrR3adrCIV6LapU/s1600/Foto(146).jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjesUIykb-Sd_NDD75yrBGtJ0nQS9IOzVUsORjHoYU72jG-yiQGHhXwQRq1d_mF6-IDOomw2stZhDF4wqXEFZKxSLncNz3fkQ9OyEvxq3b3G-15-eufzDi77TGiTbEeAyrR3adrCIV6LapU/s200/Foto(146).jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5483565971865472658" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhchKGibghFxviKB543EiH7CWcSs9Ei8vOBaVI7BibyYXItOgi_sdJwIer8aV1ftdsc1oGDjlKtmDeXVJ5nphuTg9EvAE3VLL92hS3KC25lUt4sPkb60bQyTE9A-RCwhHvE5hXzMOajfNay/s1600/Foto(140).jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhchKGibghFxviKB543EiH7CWcSs9Ei8vOBaVI7BibyYXItOgi_sdJwIer8aV1ftdsc1oGDjlKtmDeXVJ5nphuTg9EvAE3VLL92hS3KC25lUt4sPkb60bQyTE9A-RCwhHvE5hXzMOajfNay/s200/Foto(140).jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5483565960302446770" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg95VClq3wK89LwicU8a91yKo2ZshTXWXsSfr39I15uoU1SX0q3wD3OH4DKNQr0GmX50OBHR924_PLi02GMxOL3Gm8Va0HsPBUx4oS60DseFLQ_YMSb31WZhvfB3Xm7ahA2CaAFT6vDY7E4/s1600/Foto(139).jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg95VClq3wK89LwicU8a91yKo2ZshTXWXsSfr39I15uoU1SX0q3wD3OH4DKNQr0GmX50OBHR924_PLi02GMxOL3Gm8Va0HsPBUx4oS60DseFLQ_YMSb31WZhvfB3Xm7ahA2CaAFT6vDY7E4/s200/Foto(139).jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5483565955486315634" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgd2PJgFseGi8EjAVF2uSpKoNyB4PGJ13_VeNGrDm0F93HPYhvOiFKoi7on2r2cR4ZLqg1vOotArDdxaVXLKB-kqXY6jqPtp_ABJ5m2pXFT2nSS2_UNbPvbFvgTlrxuR7HqqANBwKmDRIMi/s1600/Foto(137).jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgd2PJgFseGi8EjAVF2uSpKoNyB4PGJ13_VeNGrDm0F93HPYhvOiFKoi7on2r2cR4ZLqg1vOotArDdxaVXLKB-kqXY6jqPtp_ABJ5m2pXFT2nSS2_UNbPvbFvgTlrxuR7HqqANBwKmDRIMi/s200/Foto(137).jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5483565947308995570" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgz4SJMb3mBViwf5hweUykxJRhRlJXy6PBwyPYnqa2kD-Uikz2K2a_Q-SjS_gjUfyIwM0pwPokQ9VitPqib7-BY_JREysqAp2co7EwcO7aehoM17hJfNOpsp4Ql0NosKUjiOrbMpCBUadif/s1600/Benteng+Pam+Tetap.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 125px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgz4SJMb3mBViwf5hweUykxJRhRlJXy6PBwyPYnqa2kD-Uikz2K2a_Q-SjS_gjUfyIwM0pwPokQ9VitPqib7-BY_JREysqAp2co7EwcO7aehoM17hJfNOpsp4Ql0NosKUjiOrbMpCBUadif/s200/Benteng+Pam+Tetap.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460220028474689474" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiYDhVHFQaIYjabzHrMxX1lTPvyG4ucx7i9KREddymx0ofLRrwv79q1cbfs23eS0vjoyi1JImvdhyphenhyphenS1jjuc3ftDE9Zh52q50h0P8FonYgkCKIikTFg-NQTT8B_VtuxS7USU53oCGyo_w-3/s1600/Benteng+Monumen+SO.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 125px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiYDhVHFQaIYjabzHrMxX1lTPvyG4ucx7i9KREddymx0ofLRrwv79q1cbfs23eS0vjoyi1JImvdhyphenhyphenS1jjuc3ftDE9Zh52q50h0P8FonYgkCKIikTFg-NQTT8B_VtuxS7USU53oCGyo_w-3/s200/Benteng+Monumen+SO.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460220020526641266" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUk6uelx0ZJJB31uK8upG7a4GSgRwJDjRRVojOmlI6SXU7cVZfqyN_KhHNeBbkypgGNmQCQXXjXxy-P6sBsPqWFDOZ68mpuZ-uoo45PqJHDfoe7eiuynKKAQETGU93SanrW3uqO7lNK5Vw/s1600/Benteng+Kol+bang.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 166px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUk6uelx0ZJJB31uK8upG7a4GSgRwJDjRRVojOmlI6SXU7cVZfqyN_KhHNeBbkypgGNmQCQXXjXxy-P6sBsPqWFDOZ68mpuZ-uoo45PqJHDfoe7eiuynKKAQETGU93SanrW3uqO7lNK5Vw/s200/Benteng+Kol+bang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460220012069929970" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNNKwcmubgOtUS7CK-bo9AkaoluIBYh40KyTKbUyU-_jX3pM_DxPMVi8g529ywd4_R2ZySiTBPRhzjNeTBURIdZoVweaokwlVWz24W0qqv2EebMwCjr0nPeWA3p5_FArcmBmXUjT0L4CBn/s1600/51.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNNKwcmubgOtUS7CK-bo9AkaoluIBYh40KyTKbUyU-_jX3pM_DxPMVi8g529ywd4_R2ZySiTBPRhzjNeTBURIdZoVweaokwlVWz24W0qqv2EebMwCjr0nPeWA3p5_FArcmBmXUjT0L4CBn/s200/51.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460220002256249538" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaqmIVRkXqzgCJdcPpxHRjIxsVMPktoej5zAyReT9OKp-2eO50oLyBOi_ihfAV0jcjSzjxR4GVhv9dp43nh3hhtMF9fkSTK_AbP0D3qLxm2UC027tpfujM4FPwseYWqK8EQWJtwLOoIBLB/s1600/1C7.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaqmIVRkXqzgCJdcPpxHRjIxsVMPktoej5zAyReT9OKp-2eO50oLyBOi_ihfAV0jcjSzjxR4GVhv9dp43nh3hhtMF9fkSTK_AbP0D3qLxm2UC027tpfujM4FPwseYWqK8EQWJtwLOoIBLB/s200/1C7.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460219995477512770" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqjqC2BSSnS72-0ujJD54N7qAPfaQ9xwqyg25M6sHigXZeoDhpFYp9-ML2MNwtP34OzwrrOaY3RLqi1G44xABCONAx7S0aEyPtFO3fDJYakOXyvGqRQOW67CB35I8DtdqL2CNea7zXuNWb/s1600/1C6.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqjqC2BSSnS72-0ujJD54N7qAPfaQ9xwqyg25M6sHigXZeoDhpFYp9-ML2MNwtP34OzwrrOaY3RLqi1G44xABCONAx7S0aEyPtFO3fDJYakOXyvGqRQOW67CB35I8DtdqL2CNea7zXuNWb/s200/1C6.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460215073739869474" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsYmsivwfpQ-Gx-f0Ewoq1pBdB4yImhoG3j-am5woy5V5dytF5nmg1Dt92zSM94TD1P0ZP95vahM82JLMpVdkPUzHniji3QPRNprId4S7PjOevRMHh4HsOyYaiuAn9TUg0CTrVWWHDnktw/s1600/1C5a.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsYmsivwfpQ-Gx-f0Ewoq1pBdB4yImhoG3j-am5woy5V5dytF5nmg1Dt92zSM94TD1P0ZP95vahM82JLMpVdkPUzHniji3QPRNprId4S7PjOevRMHh4HsOyYaiuAn9TUg0CTrVWWHDnktw/s200/1C5a.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460215067357728418" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIvcyNXEZ9SiTq_AO3puC0p0D0MZ4kgJtGRDJFl5bA09xRith_6Z-LBIqU08c4FO3wZEKbcv2jeYWkFJYgkIAnfIrmeWMH8whYfUdiw22Rr92NcjLqN790MG8hHptksl3YSoDoEYA0FrD-/s1600/1C4.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIvcyNXEZ9SiTq_AO3puC0p0D0MZ4kgJtGRDJFl5bA09xRith_6Z-LBIqU08c4FO3wZEKbcv2jeYWkFJYgkIAnfIrmeWMH8whYfUdiw22Rr92NcjLqN790MG8hHptksl3YSoDoEYA0FrD-/s200/1C4.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460215063433131922" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGqq4iToLIeUEj-nlC9gv-HTeMUVwmahyphenhyphen68O_v1LPNUYTuZ_OEK8zC9UNzjvML5HMtyPNiFkYi2PCd2uAZWoUBkQ3PyP1Q8iHgIdCbOVMd_w3Y0C-xKjtSLa0epzSNYOzjSv-WjwEUpeyK/s1600/1C1a.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGqq4iToLIeUEj-nlC9gv-HTeMUVwmahyphenhyphen68O_v1LPNUYTuZ_OEK8zC9UNzjvML5HMtyPNiFkYi2PCd2uAZWoUBkQ3PyP1Q8iHgIdCbOVMd_w3Y0C-xKjtSLa0epzSNYOzjSv-WjwEUpeyK/s200/1C1a.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460215050609361410" border="0" /></a>
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixwJ7-OyS_sjpqpnmYQA3hhvPHoesv-hvyKGj4oGR9a4fmzyTGd-7PM7skXCUij1dPW4TqdwMcNSfJr9bRUBDJWQU0axMCwNqHrwOBYOSZobNd8YR245HtybSlGIyGHvDWsjQ51nUI3wYV/s1600/1C1.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixwJ7-OyS_sjpqpnmYQA3hhvPHoesv-hvyKGj4oGR9a4fmzyTGd-7PM7skXCUij1dPW4TqdwMcNSfJr9bRUBDJWQU0axMCwNqHrwOBYOSZobNd8YR245HtybSlGIyGHvDWsjQ51nUI3wYV/s200/1C1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460215045891741090" border="0" /></a>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-29519809036743429042010-04-14T21:07:00.000-07:002010-04-14T21:08:56.633-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b>ADEGAN PERISTIWA SEJARAH DALAM BENTUK MINIRAMA</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Minirama adalah sebuah penggambaran sesuatu peristiwa dengan sistim tiga dimensi. Sampai saat ini Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah berhasil menyajikan adegan peristiwa-peristiwa bersejarah dalam bentuk minirama sebanyak 55 buah, yang ditempatkan dalam 4 ruang (Ruang Minirama I, II, III, dan IV)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Ruang Minirama I sekilas menggambarkan sebagian sejarah yang terjadi dalam kurun waktu sejak perang Diponegoro sampai dengan masa kependudukan Jepang di Yogyakarta. Sebanyak 11 buah minirama. Ruang Minirama II secar selintas menggambarkan peristiwa-peristiwa sejarah sejak proklamasi hingga Agresi militer Belanda ke 1, sebanyak 19 buah.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Ruang Minirama III, menggambarkan secara selintas peristiwa sejarah sejak adanya perjanjian Renville sampai dengan pengakuan kedaulatan RIS, sebanyak 18 buah. Dan yang terakhir adalah ruang minirama IV, menggambarkan secara selintas peristiwa sejarah sejak tahun 1951 sampai dengan tahun1974, sebanyak 7 buah.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam penggambaran peristiwa tersebut berusaha menampilkan peristiwa-peristiwa local (<st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>) yang berdampak Nasional. Hal ini selaras dengan predikat bahwa <st1:city st="on">kota</st1:City> Yogyakarta adalah <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:City> perjuangan. Juga membuktikan bahwa sebutan <st1:city st="on">kota</st1:City> perjuanan bagi <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> adalah bukan tanpa alasan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Koleksi-koleksi tersebut sebagian telah disajikan dalam pameran tetap museum dan dapat diikmati oleh umum. Tetapi ada juga yang belum bisa dinikmati oleh umum. Koleksi yang belum dapat dinikmati oleh umum, disimpan di ruang storage (ruang studi koleksi) dan masih perlu diadakan pengkajian lebih lanjut sebelum disajikan untuk umum.</p> <span class="fullpost"><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-70566962425955686212010-04-14T21:06:00.002-07:002010-04-14T21:07:40.033-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b>RUANG PAMERAN TETAP MINIRAMA I</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Di ruang pameran ini digambarkan sekilas peristiwa-peristiwa yang terjadi sejak Perang Diponegoro (1825-1830) sampai dengan masuknya bala tentara Jepang ke <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> (6 Maret 1942).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Pangeran Diponegoro Terjebak di Meja Perundingan : </b></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;">Lokasi: Kantor Karesiden Kedu <st1:city st="on"><st1:place st="on">Malang</st1:place></st1:City></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;">Waktu: 28 Maret 1830</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pangeran Diponegoro adalah putra Sri Sultan Hamengku Buwono III (Sultan Raja) dari Ibunya yang bernama R.A. Mongkorowati. Pangeran Diponegoro lahir tahun 1785 dengan nama Pangeran Ontowiryo . </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Perlawanan Pangeran Diponegoro terhaap Belanda disebabkan antara lain karena sifat Belanda yang selalu ikut campur dalam masalah intern Kasultanan Yogyakarta, seperti pergantian Raja, perubahan tata upacara maupun pengangkatan pejabat kesultanan. Juga diangkatnya beberapa orang penarik pajak serta penyewaan tanah secara besar- besaran oleh Belanda .</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Kongres Budi Utomo :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;">Lokasi: Ruang makan Kweekschool Yogyakarta (SMU 11, Jl AM. Sangaji Yogyakarta ).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu: 3-5 Oktober 1908</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Budi Utomo merupakan Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia yang pertama kali berdiri. Organisasi tersebut lahir pada 20 Mei 1908 di Jakarta, tepatnya di ruang anatomi STOVIA (School Toot Opleiding van Inlansche Artsen) yaitu tempat pendidikan calon dokter bumi putera.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Berdirinya organisasi ini bermula dari adanya usaha dari Dr.Wahidin Sudiro Husodo untuk membantu kaum bumi putera yang kurang mampu untuk dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi dengan menyelenggarakan “Studiefonds” (Dana pendidikan).<b> </b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Lahirnya Organisasi Muhammadiyah : </b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Lokasi : Kauman, Gondomanan Yogyakarta </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu : 18 November 1912</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Kehidupan beragama umat Islam di Indonesia sampai akhir abad XIX dipandang sudah banyak meyimpang dari tuntunan pokokya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Praktek-praktek Thahayul, Bid’ah, dan Syirik banyak di campur aduk dalam pengamalan agama Islam. Gambaran kegiatan tersebutlah yang mendorong Kyai Haji Ahmad Dahlan Mendirikan Organisasi Muhammadiyah.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Berdirinya Taman Siswa :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Lokasi: Jl. Tanjung No. 32 (Sekarang Jl. Gajah Mada No. 32) <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu: 3 Juli 1922</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Keadaan yang dirasakan pada masa colonial Belanda, bahwa sistem pendidikan yang berlaku lebih banyak berorientasi pada kepentingan Belanda dari pada rakyat Bumiputera. Kepincangan ini menjadi satu tantangan bagi kaum pergerakan untuk menciptakan iklim baru dalam dunia pendidikan. Yang berdasarkan pada kepentingan budaya rakyat <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Kongres Jong Java di Yogyakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;">Lokasi: Dalem Joyodipuran, Jl. Kintelan 139 (Sekarang Jl. Brigjen Katamso 23 <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu: 25-31 Desember 1928 </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta tepatnya di gedung STOVIA (School Toot Opelding van Inlansche Arsthen) lahir perkumpulan pemuda Indonesia dengan nama Tri Koro Dharmo oleh para pelajar STOVIA antara lain R.Satiman Wirjosandjojo, Kaarman, dan Sunardi. Perkumpulan tersebut beranggotakan para siswa sekolah menengah asal Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Madura. Cita-citanya adalah untuk menmingkatkan rasa cinta pada Tanah Air.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Masuknya Jepang ke <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Lokasi: Perempatan Tugu Jetis <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu :6 Maret 1942 </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 8 Desember pasukan Jepang telah menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika di Pearl Habour, sehingga pecahlah perang Pacific yang sesungguhnya adalah bagian dari Perang Dunia II yang telah berlangsung sejak tahun 1939 di Eropa. Selanjutnya Jepang terus menyerbu Negara-negara <st1:place st="on">Asia</st1:place>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Jatuhnya Singapura ke tangan Jepang, membuat kedudukan Pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda terancam.Ketika akan menyerang Indonesia, Jepang lebih dulu menguasai daerah-daerah penghasil minyak bumi di Kalimantan, Jepang kemudian menyerang Sumatera yaitu ke Dumai, Pekan Baru, dan Palembang Terakhir baru Jepang menyerbu pulau Jawa dengan mendaratkan pasukannya di Banten, Indramayu, dan Banyuwangi pada bulan Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat terhadap Jepang di Kalijati, Jawa Barat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 6 Maret 1942 Tentra Jepang sudah memasuki Yogyakarta, melalui jalan Solo, menuju ke barat dan belok ke kiri menuju jalan Malioboro.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Penderitaan Pada Masa Pendudukan Jepang :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Lokasi: Lapangan Gading, Wonosari, Gunung Kidul</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu: 1942-1945</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah tentara jepang dapat dengan mudah menguasai Kota Yogyakarta dan mengatur pemerintahan militer dengan baik, segera kelihatan maksud yang sesungguhnya dibalik simpatik propagandanya. Bebagai tindak kekerasan mulai dilakukan pemerintah Jepang. Barang-barang kebutuhan mulai diangkut pemerintah Jepang secara konvoi setiap malamnya, dengan alasan keperluan Jepang sehingga hal ini menjadikan kemlaratan bagi bangsa <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Peristiwa yang sangat menyedihkan tampak sangat jelas ketika tentara Jepang memerintahkan rakyat Wonosari untuk memperbaiki lapangan terbang Gading yang dibangun sejak pemerintahan Belanda.</p> <span class="fullpost"><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-53267851785551375942010-04-14T21:06:00.001-07:002010-04-14T21:06:43.038-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b>RUANG PAMERAN TETAP MINIRAMA II</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Di dalam ruang pameran tetap minirama II, berusaha di sajikan adegan peristiwa-peristiwa yang terjadi di <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> pada masa awal kemerdekaan sampai dengan terjadinya Agresi Militer Belanda II , dalam bentuk minirama .</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan di kediaman Bung Karno , di Jl. Pegasaan Timur 56 Yogyakarta , beritanya berhasil sampai ke Yogykarta pada tanggal 17 Agustus 1945 siang hari melalui kantor Berita Domei cabang Yogykarta . Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> , pada tahun (1945-1947) berusaha disajikan di minirama sebagai berikut :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Sri Sultan Hamengku Buwono IX Memimpin Rapat Dalam Rangka Dukungan Proklamasi :</b> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 17 Agustus 1945 , jam 10.00 di kediaman Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta , telah diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia . </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Demikian pula Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai panutan . Keraguan-raguan itu akhirnya lenyat seteah Sinar Matahari yang terbit pada tanggal 19 Agustus 1945 memuat tentang proklamasi Kemerdekaan Indonesia bersama dengan berita proklamasi kemerdekan tersebut dimuat pula teks UUD 1945 .</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Penguasaan Media <st1:city st="on"><st1:place st="on">Massa</st1:place></st1:City> dengan Perbuatan Percetakan Harian Sinar Matahari di Selatan Hotel Garuda :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu : 17 Agustus 1945</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify;">Adegan : Perebutan percetakan harian Sinar Matahari dari tangan Jepang di bawah pimpinan Samawi dan Sumantara.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada zaman Kolonel Belanda, sekitar tahun 1930an satu-satunya Koran yang terbit di yogyakarta berhurup latin dan berbahasa jawa adalah sediya tama. Direksi penerbitan Koran tersebut adalah R. Royjidto dipercaya pada Brahmono (Alfonsius Suetamo Dwijosarojo).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tahun 1942 masa pendudukan Jepang, Sendenbu (barisan propaganda Jepang) masih membiarkan sedya tama terbit tetapi dengan syarat harus menggunakan Bahasa Indonesia. Namun karena adanya banyak tekanan dari pemerintah Jepang akhirnya R.Royjidto segera menutupnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah berita Proklamasi 17 Agustus 1945 berhasil diterima dari kantor Berita Domei Pusat di Jakarta di kantor Berita Domei Cabang Yogyakarta pada siang hari sekitar pukul 12.00 WIB langsung mendapat tanggapan positif dari kalangan pemuda pelajar <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>. Mereka tidak hanya berpangkul tangan saja, tetapi aktif bergerak tanpa takut meski harus berhadapan dengan serdadu Jepang dengan singkur terhunus.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Penurunan Bendera Hinomaru dan Pengibaran Bendera Merah Putih di Gedung Cokan Kantai (Gedung Agung) :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Lokasi : Gedung Agung Ahmad Yani <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu : 21 September 1945 </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify;">Adegan : Para pemuda antara lain Slamet Sultan Ilyas, Supardi, Rusli dan pemudi Siti Aisyah menurunkan Bendera Hinomaru dan menggantinya dengan Bendera Merah Putih di atap Gedung Cokan (Gedung Agung) </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Ketika berita proklamasi kemerdekaan di hati sebagian besar rakyat Yogyakarta masih tersimpan rasa keragu-raguan. Baru setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberikan arahan kepada kelompok-kelompok pemuda di Gedung Willis Kepatihan Yogyakarta, rakyat merasa mantap ditambah lagi dengan keluarnya maklumat 5 September 1945 oleh kedua raja Yogyakarta. Yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 21 September 1945, sebelum terjadi penurunan Bendera Hinomaru di Gedung Cokan Kantai rakyat bergerak menuju Balai Mataram (Seni Sono sekarang). Untuk mengibarkan bendera Merah Putih. Setelah Bendera Merah Putih berkibar di Balai Mataram, mereka dihalau oleh tentara Jepang. Tetapi kemudian sekitar jam 12:00 mereka kembali lagi dengan jumlah yang lebih banyak. Ribuan rakyat Yogyakarta yang sebagian besar pemuda pelajar telah berkumpul di depan Gedung Cokan Kantai (Gedung Agung) dengan dikawal oleh satu kompi pasukan polisi istimewa. Waktu itu sebagai juru bicara adalah Jamaludin Nasution yang bertindak selaku sekretaris Promotor Pemuda Nasional (PPN).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Pengeboman Balai Mataram ,BRI dan Sonobudoyo : </b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify;">Adegan pesawat RAF ( Royal Air Force ), Tanggal 25 November 1945 </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Gedung Balai Mataram semula bernama Gedung Societeit de Vereening . dibangun di luar komplek benteng (Benteng Vredeburg ). Bangun selesai sempurna dibangun pada tahun 1915.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Pertempuran Kotabaru :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 7 Oktober 1945 Adegan Rakyat sebagian besar pemuda pelajar dan BKR mengadakan kontak dengan Tentara Jepang di Kotabaru. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada masa awal Kemerdekaan Indonesia, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dibawah pimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sri Paku Alam VIII, BPU (Barisan Penjagaan Umum), KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah), Polisi, BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan rakyat berhasil menjalin kerjasama yang harmonis dengan kaum mudanya untuk melakukan gerakan perebutan kekuasaan senjata Jepang.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Peristiwa Perebutan Senjata dari Tentara Jepang oleh Polisi Istimewa, Pemuda dan Masa Rakyat :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 23 September 1945 Tentara Jepang secara diam-diam berhasil melucuti senjata kesatuan Polisi Istimewa di Gayam yang kemudian segera simpan di dalam gudang.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Pengangkutan Eks Tahanan Warga Negara Belanda dan Eks Tentara Jepang :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tanggal 28 April 1946, bekas tawanan Belanda dan Jepang diangkut dengan kereta api dari Stasiun Tugu Yogyakarta menuju Jakarta. Kegiatan Militer Akademi di YogyakartaPada bulan April 1946 lokasi berada Chrillik Mulo Kota Baru. Pada tanggal 5 Oktober 1945 berdiri TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sebagai BKR.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 5 Oktober 1945, markas besar umum TKR Yogyakarta, (sekarang Museum Pusat TNI AD Dharma Wirama ) Jl . Jenderal Sudirman Yogyakarta. Pertama dibentuk suatu badan yang bertugas menjaga Kongres Pemuda di Yogyakarta. Pada tanggal 10 s.d 11 November 1945, Presiden Soekarno menuju mimbar tempat diadakan rapat raksasa dalam acara Kongres Pemuda Indonesia di Yogyakarta.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Pemerintahan Republik Indonesia Hijrah ke Yogyakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 4 Januari 1946, Presiden Soekarno dan para pembesar Negara yang lain tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta ketika hijrah dari Jakarta.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Kegiatan Pemuda, Pelajar, MOBPEL, GAPI, IPI, TP, Pada Masa Revolusi : </b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Pada tahun 1945, terletak Lapangan Bumijo (depan SMU 17 I Yogyakarta). Di Yogyakarta para pemuda dan pelajar tidak ketinggalan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt;"><b>Hari Adi Berdirinya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -9pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 19 Desember 1949 terletak di Sitihinggil, Kraton Yogyakarta, Prof .Dr .Sardjito sedang menyampaikan pidatonya saat diresmikan Universitas Gadjah Mada.</p> <span class="fullpost"><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-31242359020822506272010-04-14T21:04:00.000-07:002010-04-14T21:05:37.108-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b>RUANG PAMERAN TETAP MINIRAMA III</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Ruang pameran tetap Minirama III ini menceritakan perjalanan sejarah Bangsa Indonesia sejak ditandatanganinya perjanjian Renville 17 Januari 1948 dan sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sampai dengan pengakuan kedaulatan RIS 27 Desember 1949, Belanda telah dua kali mengadakan aksi polisionilnya yang bermaksud menanamkan imperialismenya kembali di Indonesia.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Yang pertama, Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947 merupakan Pelanggaran yang dilakukan oleh Belanda terhadap persetujuan yang telah disepakati RI dan Belanda tanggal 25 Maret 1947 yaitu perjanjian Linggajati. Kemudian yang kedua Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948 merupakan pelanggaran dari persetujuan yang telah disepakatinya bersama antara RI dan Belanda di atas kapal Renville tanggal 17 Januari 1948 kemudian terkenal dengan perjanjian Renville. </p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Pasukan Siliwangi Hijrah ke <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pasukan hijrah Siliwangi tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tanggal 11 Pebruari 1948. Selanjutnya Pimpinan pasukan Mayor Mokoginto melapor kepada Panglima Besar Jenderal Sudirman. Hadir juga menerima kedatangan hijrah ini para pemimpin Negara antara lain wakil Presiden Mohammad Hatta, Arudji Kartawinata dan Ibu-Ibu kowani. Untuk Selanjutnya pasukan hijrah tersebut segera disalurkan ke pos-pos yang ditentukan.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Bantuan Obat-Obatan dari Pemerintah Mesir Melalui Pesawat Udara Tiba di Lapangan Terbang Maguwo Yogyakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 5 Maret 1948 pesawat pemerintah Mesir T-CCB mengangkut obat-obatan bantuan pemerintah Mesir tiba di Lapangan Terbang Maguwo (sekarang Adusujipto) <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> melalui PMI. Obat-obatan segera disalurkan ke pos-pos PMI yang memerlukan.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Pembukaan Pekan Olahraga Nasional <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> Pertama :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 9-12 September 1948 Arak-arakan bendera PON dari Gedung Agung menuju ke Solo melalui Jl. Tugu Kidul (sekarang Jl.P.Mangkubumi). Sesampainya di Solo kemudian bendera PON dikibarkan di Stadion Sriwedari Solo. Acara dimeriahkan dengan senam masal. Cabang olahraga dalam PON I meliputi sepak bola, bola keranjang, bola basket, bulu tangkis, atletik, renang, tennis, panahan, pencak silat dll. PON I ditutup tanggal 12 September 1948. Upacara penutupan tersebut Panglima Jenderal Sudirman.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Agresi Militer Belanda II :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan Belanda telah berhasil menguasai lapangan Maguwo (sekarang Adusujipto) mengadakan sapu bersih terhadap apa yang ditemui di sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta (Jalan Solo). Pasukan Belanda Brigade T di bawah pimpinan Kapten Van Langen bergerak menuju pusat <st1:city st="on">kota</st1:City> <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> sambil menghambur-hamburkan peluru menembak apa saja yang ditemui.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Stasiun Pemancar Radio Dalam Perang Gerilya :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tahun 1949 kegiatan di stasiun pemancar radio PC-2 di Playen Gunung Kidul dalam perang gerilya. Stasiun darurat Radio Angkatan Udara Republik Indonesia PHB-PC2 yang berhasil diselamatkan di rumah keluarga Pawirosetomo di Desa Banaran, Kelurahan Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul telah disimpan sejak bulan Januari sampai dengan awal Maret tahun 1949. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pemancar hanya beroperasi pada malam hari untuk menghindari intaian musuh. Antena yang dipakai dikerek diantara dua batang pohon kelapa yang kalau sudah selesai digulung kembali. Sedangkan generator diletakkan di bawah tanah. Tepatnya di bawah luweng (perapian untuk memasak nasi). Sehingga secara sekilas tidak terlihat mencurigakan.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Intimidasi dan Penggeledahan Terhadap Rakyat Oleh Belanda :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 1 Februari 1949 penggeledahan oleh Belanda terhadap penduduk di Dusun Jati, Wonokromo, Bantul. Pada waktu itu Belanda secara aktif melaksanakan pembersihan di tempat tersebut. Merek berdalih mencari gerilyawan kemudian melakukan intimidasi terhadap rakyat yang ditemui, dan dipaksa menunjukkan sarang gerilyawan. Jika tidak mau menjawab tidak jarang dari mereka disiksa, rumahnya dibakar, dan bahkan ada yang sampai dibunuh. Pada umumnya mereka memilih mati atau disiksa oleh serdadu Belanda dari pada harus menunjukkan persembunyian para pejuang.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Perlawanan Gerilyawan TNI di Yogyakarta Selatan :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 19 Februari 1949 penghadangan patroli Belanda di Dusun Mrisi, Kasihan, Bantul oleh Batalyon Sardjono. Dalam peristiwa tersebut berhasil diledakkan sebuah bran carier dan sebuah truk. Akibatnya sebanyak 13 orang serdadu Belanda tewas dan 4 orang lainnya mengalami luka-luka. Peristiwa-peristiwa semacam inilah yang menyebabkan pasukan Belanda enggan melakukan patroli di desa-desa dengan jumlah pasukan yang relative kecil. Karena hal itu hanya mengundang bahaya bagi mereka sendiri.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Sabotase Jetmbatan Duwer Untuk Menghambat Agresi Militer Belanda II :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tahun 1948-1949 peledakan Jembatan duwet di Dusun Duwet, Kalibawang, Kulon Progo oleh gerilyawan TNI. Dengan demikian jalur gerak Belanda menjadi terputus. Bantuan tentara Belanda yang datang dari Purworejo dan Magelang dapat dihentikan. Juga pasukan yang datang dari Yogyakarta tidak dapat bebas bergerak. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Wilayah Banjarharja sama sekali tidak dapat ditembus oleh Belanda, dan selamatlah markas-markas perjuangan yang ada disana sampai dengan Yogyakarta kembali ke tangan RI 29 Juni 1949. Belanda hanya dapat menembusnya dengan tembakan mortar yang dilancarkan dari markasnya di Cebongan.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Dapur Umum di Daerah Gerilya :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tahun 1948-1949 suasana Dapur Umum di markas Gerilya di Banaran, Banjarharjo, Kulon Progo di Rumah Bapak Kariyo Utomo. Di samping dipergunakan sebagai Dapur Umum, rumah Bapak Kariyo Utomo juga dipergunakan sebagai Markas Perjuangan Kolonel TB. Simatupang (Wakil KSAP) yang waktu itu tugasnya sangatlah berat. Beliau harus dapat mengatur pertahanan Jawa dan Sumatra. Hubungan antara MBKD (Markas Besar Komando Djawa), MBKS (Markas Besar Komando Sumatra) dan Panglima Besar Jenderal Sudirman juga menjadi tanggungjawabnya.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Serangan Umum 1 Maret 1949 :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 1 Maret 1949 pasukan Gerilyawan TNI serta para pejuang lainnya mengadakan serangan terhadap Hotel Tugu dalam aksi serangan Umum 1 Maret 1949. Menjelang Serang Umum 1 Maret 1949 telah aktif mengadakan serangan pendahuluan untuk mengacaukan pertahanan Belanda di Sentul, Kantor Pos, dan Benteng Vredeburg. Dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, pihak RI timbul korban kurang lebih 353 gugur, sedangkan pihak Belanda menurut beritanya tidak kurang dari 213 tentaranya tewas.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Pencegahan Konvoi Tentara Belanda :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Bulan Maret 1949 pasukan Gerilyawan TNI pimpinan Kapten Widodo memasang trek bom di Jembatan Piyungan, Jl.Wonosari, Bantul. Tindakan konvoi Belanda dalam jumlah besar ini dimaksudkan untuk pamer kekuatan setelah dipermalukan oleh TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Perlawanan Tentara Pelajar di Daerah Sleman :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada bulan Mei 1949 pasukan TP yang bermarkas di Redjodani, Ngaglik, Sleman melakukan penghadangan terhadap pasukan Belanda di Redjodani. Pada hari itu juga, kira-kira pukul 09.00-10.00 datang berita yang disampaikan oleh seorang wanita, bahwa sepasukan tentara Belanda telah bergerak dari arah Selatan dan diperkirakan akan menuju ke Ngetiran. Menurut informasi yang diterima bahwa jumlahnya sekitar 13 orang. Maka Sersan Suwono sebagai Komandan Regu I mengambil alih tugas pimpinan dibantu oleh Harsono. Ia segera menyebarluaskan berita tersebut kepada TP yang tersebar di desa Ngetiran. Sedang Sersan Suwono bergerak menyongsong pasukan Belanda dengan persiapan sepenuhnya. Untuk itu Sersan Suwono menempati posisi di sekitar jembatan beberapa meter jaraknya di sebelah utara jalan jurusan Yogyakarta Pulowatu. Oleh gerakan Sersan Suwono ini akhirnya Belanda bergerak mundur kembali ke selatan.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Pasukan Gerilya Masuk Kota Yogyakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada bulan Juni 1949 pasukan Gerilya TNI (MA pimpinan Letnan Wiyogo Atmodarminto) masuk kota dari arah timur melalui kampong Pengok, Gondokusuman Yogyakarta di jemput Sri Paku Alam VIII didampingi oleh 2 orang dari Milobs. Pukul 12.00 pasukan mulai masuk kota didampingi Sri Paku Alam VIII dengan rute Pelemkecut Demangan Pengok dan kemudian menempatkan pos komandonya untuk sementara di Rumah sakit Pusat (Bethesda sekarang) dan dilanjutkan dengan upacara pengibaran bendera Merah Putih di halaman rumah sakit tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Para Pemimpin Negara ke Ibukota RI Yogyakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 6 Juli 1949 para pemimpin Negara antara lain Presiden Soekarno, Drs.M.Hatta, H.Agus Salim tiba di lapangan terbang Maguwo dari pengasingannya di Pulau Bangka Sumatra. Dengan adanya kesepakatan dari persetujuan Roem-Royen yang ditandatangani pada tanggal & Mei 1949 maka Presiden Soekarno yang berada di Sumatra segera memerintahkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku Menteri Negara koordinator keamanan untuk menyiapkan segala sesuatunya menjelang pengembalian Yogyakarta dari tangan Belanda, termasuk penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam persetujuan tersebut juga memuat prinsip bahwa Belanda akan membebaskan para tahanan politik yang ditawan Belanda sejak tanggal 19 Desember 1949 dengan tidak bersyarat. Ini berarti bahwa Presiden Soekarno, Drs.M.Hatta dan para pemimpin lainnya yang ditangkap sewaktu Belanda menjalankan aksi militernya yang kedua akan segera dikembalikan.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Panglima Besar Jendral Sudirman Menerima Penghormatan Dalam Parade Militer :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tanggal 10 Juli 1949 pangsar Jenderal Sudirman menerima penghormatan dalam parade militer di Alun-alun Utara Yogyakarta sepulang dari perjuangan Gerilya. Menjelang pukul 06.00, tanggal 19 Desember 1948 datang secara bergelombang pesawat terbang Belanda di atas Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo, sambil melakukan penembakan dan pemboman disana-sini. Mengetahui hal tersebut Pangsar Jenderal Sudirman yang sedang sakit sejak Oktober 1948 segera memerintahkan ajudannya Kapten Separdjo Rustam untuk menyiapkan perintah harian untuk segenap anggota angkatan perang dan menghadap Presiden untuk menerima perintah.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Karena ditunggu sampai diantar jam 09.00 Kapten Soepardjo Rustam tidak kembali, maka dengan diantar oleh dokter pribadinya Dr.Soewondo dan Kapten Cokropranolo segera pergi ke Istana (Gedung Agung). Presiden memberitahu bahwa pemerintah belum melakukan tindakan apapun dan masih menunggu wakil presiden yang sedang mengadakan perundingan dengan KTN di Kaliurang. Sementara itu Kapten Soepardjo membawa Perintah Kilat No.I/PB/D/48 ke studio RRI Yogyakarta untuk disiarkan.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Konferensi Inter Indonesia :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 19-22 Juli 1949 Drs.Mohammad Hatta sedang memimpin sidang Konferensi Inter Indonesia yang pertama di Hotel Toegoe Yogyakarta Jl. Pangeran Mangkubumi Yogyakarta. Pembukaan konferensi diadakan di Kepatihan Yogyakarta oleh Drs.M.Hatta pada tanggal 19 Juli 1949. Sedangkan konferensi lanjutan tahap kedua dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 31 Juli sampai dengan 3 Agustus 1949.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada Konferensi Inter Indonesia Tahap Pertama ini membicarakan masalah pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat) terutama tentang susunan dan hak-hak Negara bagian atau otonom, bentuk kerjasama RIS dengan Belanda akibat penyerahan kekuasaan.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Pelantikan Presiden Republik Indonesia Serikat :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tanggal 17 Desember 1949 pada pukul 08.00 Ir.Soekarno dilantik sebagai presiden RIS (Republik Indonesia Serikat) oleh Ketua Mahkamah Agung Mr.Kusuma Atmaja di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil, Kraton Kasultanan Yogyakarta. Disaksikan para undangan yang hadir antara lain : Drs. Mohammad Hatta, Mr.Muhammad Roem, Anak Agung Gde Agung, Mr.Sugiyo Pranoto, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan Sri Paku Alam VIII. Hadir pula wakil-wakil dari Negara bagian termasuk RI Yogyakarta, Pejabat Belanda dan wakil dari UNCI (United Nations Commision for Indonesia).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah selesai acara pelantikan, dilanjutkan dengan penghormatan terhadap Presiden RIS dengan defile militer di Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta yang dipimpin oleh Kolonel Soeharto.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Pemerintah Republik Indonesia Serikat Pindah ke Jakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tanggal 28 Desember 1949 di lapangan Terbang Maguwo (sekarang Adusujipto) Yogyakarta Presiden Soekarno menginspeksi pasukan menjelang keberangkatannya ke Jakarta untuk memangku jabatannya yang baru sebagai Presiden RIS. Selama kurang lebih 4 tahun (1946-1949), Yogyakarta telah terbukti menjadi benteng Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Oleh karena itu menjelang keberangkatannya ke Jakarta, Presiden Soekarno berkenan menuliskan kesannya atas Kota Yogyakarta yang berbunyi sebagai berikut :</p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;">“<i>Yogyakarta menjadi termashur oleh karena jiwa kemerdekaanya. Hidupkanlah ters jiwa kemerdekaan itu.”</i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: right;" align="right"><i>Soekarno</i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: right;" align="right"><i>28 Desember 1949</i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Demikianlah, sejarah telah membuktikan bahwa Yogyakarta dengan semangat kemerdekaan yang telah tertanam dalam sanubari rakyatnya telah mampu menjadi benteng Proklamasi kurang lebih selama 4 tahun.</p> <span class="fullpost"><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-62605555549300631142010-04-14T21:02:00.000-07:002010-04-14T21:04:30.343-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b>RUANG PAMERAN TETAP MINIRAMA IV</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Di ruang pameran tetap ini, digambarkan sekilas peristiwa-peristiwa perjuangan di Yogyakarta yang terjadi sejak <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> kembali kebentuk pemerintahan (Negara Kesatuan Repoblik <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>) NKRI sampai dengan Masa Orde Baru (1950-1974)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Putaran roda sejarah berjalan dengan pasti lengkap dengan dinamika sebagai isinya . kemerdekaan telah dicapai, pengakuan kedaulatan tealah diraih. Kini tiba saatnya untuk menunjukkan kepada dunia luar eksistensi bangsa <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> sebagai bangsa yang telah merdeka dan berdaulat. Disamping itu prosess “ berbenah diri” pun dimulai. Dalam proses ini tidak jarang ditemui tajamnya batu-batu sandungan perjuangan. Hal itu terjadi karena kesepahaman akan landasan idiil (ideology) Negara belum tercapai. Pertentangan-pertentangan yang terjadi berseumber pada masalah perbedaan idealisme kelompok.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam hal ini, Yogyakarta sebagai <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:City> perjaungan selalu tampil ke depan. Ide-ide pembaharuan banyak bermunculan dari <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>. Tonggak-tonggak perjaugan tersebut merupakan dukumen histories yang patut diketahui oleh generasi muda. Oleh karena itu melalui materi pameran di Ruang Pameran Tetap Minirama IV diharapkan masyarakat dapat dipertebal karenanya. Adapun visulalisasi dari peristiwa- peristiwa tersebut antara lain :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Pemilihan Umum Pertama di Yogyakarta Tahun 1951 :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Lokasi : <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Waktu : 16 Juni s.d. 10 Nopember 1951</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Adegan: Pelaksanaan Pemilu Pertama di salah satu daerah di <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pemilu sebagai pelaksanan hak mutlak dari rakyat untuk memilih wakil wakilnya di DPR selalu menjadi dambaan. Usaha tersebut telah dimulai sejak <st1:city st="on">Ibukota</st1:City> <st1:state st="on">RI</st1:State> pindah dari <st1:city st="on">Jakarta</st1:City> ke Yogyakarta tersebut telah dimulai sejak <st1:city st="on">Ibukota</st1:City> <st1:state st="on">RI</st1:State> pindah dari <st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:City> ke Yogyakarta 4 Januari 1946. Untuk itu dibentuk suatu panitia yang bertugas untuk memikirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemilihan umum tersebut. Langkah selanjutnya menjadi terhenti karena terjadinya Agresi Militer Pertama pada tanggal 21 Juli 1947. Baru pada bulan Agustus 1948 pemerintah RI berhasil mengesahkan Undang-undang No.27 Tahun 1948 tentang susunan DPR dan pemilihan anggotanya. Akan tetapi persiapan untuk melaksanakan UU tersebut terputus ditengah jalan karena adanya Agresi Militer Belanda Kedua tanggal 19 Desember 1948.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah pemerintah RI kembali ke <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>, Juli 1949, langkah-langkah untuk melksanakan pemilu dilanjutkan kembali. Sementara itu KMB berlangsung sejak 23 Agustus s.d. 2 Nopember 1949 dengan hasil pengakuan kedaulatan RIS yang disahkan tanggal 27 Desember 1949. bentuk Negara menjadi RIS dan RI Yogyakarta merupakan bagian dari RIS.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sebagai acting presiden RI diangkat Mr. Asaat (ketua KNIP). Untuk melanjutkan pemerintahan RI maka pada tanggal 4 Januari 1950 Mr. Asaat menunjuk 3 orang formatur, pembentuk kabinet yang beranggotakan Mr. Susanto Tirtoprojo, Muhammad Natsir dan Dr. Halim. Mereka sepaakt mengangkat Dr. Halim sebagai Perdana Menteri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Akibat dari berdirinya Negara federalis di bekas daerah penjajahan Belanda menimbulkan pertentangan yang berakhir dengan kontak senjata (pemberontakan). Pertentangan tersebut terjadi akibat adanya perbedaan pendapat antara golongan unitaris federalis yang menginginkan bentuk Negara federal.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Di Yogyakarta golongan unitaris terus menjalankan menjadi impian dari sebagian besar rakyat. Mundurnya wali negara Jawa Timur, kemudian diikuti oleh wali negara di negara di bagian yang lain. Hingga pada bulan Mei tanggal 3 negara bagian dari RIS yang masih ada yaitu RI Yogyakarta, Negara Sumatera Timur (NST), dan Negara Indonesia Timur (NIT). Melihat desakan rakyat untuk segera kembali ke NKRI (Negara Kesatuan Repoblik <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>) maka setelah RIS, NST dan NIT berunding diputuskan bahwa untuk mewujutkan keinginan rakyat untuk kembali ke NKRI, harus diadakan pembicaraan antara RIS dan RI. RIS diwakili oleh Drs. M. Hatta dan RI diwakili oleh Dr.Halim. tanggal 19 Mei 1950 kedua belah pihak (RIS dan RI) telah menandatangani kesepakatan terbentuknya NKRI. Oleh karena itu Presiden segera mengeluarkan UU No.20/1950, tanggal 14 Agustus 1950. Keesokan harinya, 15 Agustus 1950 Mr. Asaat menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno. Dan saat itu pula negara kembali ke bentuk NKRI.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dengan demikian kedudukan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi berubah. Melalui UU No.3/1950 kedudukan DIY berubah dari <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ibukota</st1:City> <st1:state st="on">RI</st1:State></st1:place> menjadi Daerah Istimewa berstatus Swatantra I yang mengandung konsekuensi akan dilanjutkan usaha-usaha demokratisasi. Oleh karena itu dibentuk badan-badan pemerintah seperti DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Hal itu dilaksanakan berdasarkan UU No. 7 tahun 1950 tanggal 19 Juli 1950 tentang pemilihan anggota DPRD Propensi dan Daerah di dalam lingkungan yang merupakan pemilihan bertingkat. Sejalan dengan itu dikeluarkan pula PP No.36 taun 1950 tentang penyelenggaraan UU No. 7 tahun 1950.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Di Yogyakarta Pemilu dilaksanakan pada tanggal 16 Juli s.d.10 Nopember 1951. Pemilihan umum di <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> ini merupakan pemilihan umum bertingkat. Pada hakekatnya pemilihan umum bertingkat ini merupakan eksperimen. Hal ini karena disesuaikan degan tingkat kecerdasan penduduk, kurang sebandingnya petugas dengan masyarakat. Serta belum adanya pengalaman.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam pemilihan umum bertingkat ini, rakyat tidak langsung memilih wakilnya akan duduk di DPR/DPRD. Tetapi rakyat memilih “wali pemilih”. Dan wali pemilih inilah yang akan memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPR/DPRD. Sesuai dengan Undang-Undang maka setiap 250 jiwa ditetapkan dipilih 1 orang wali pemilih. Selain di Yogyakarta, yang melaksanakan pemilu bertingkat ini adalah di Minahasa.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam pemilu ini, parpol mengadakan kampanye secara berkelompok. Kelomok tersebut membentuk panitia kampanye. Seperti Kesatuan Aksi Pemilihan umum (KAPU) yang dibentuk oleh Masyumi, BPII, Muhammadiyah dan sebagainya yang jumlahnya 15 Organisasi. Panitia Kesatuan Aksi Buruh dan Tani (PKABT) yang dibentuk oleh SOBSI,BTI, PSII, PKI, Gerwis, Pemuda Rakyat dan Pemuda Muslim. Panitia itu berkampanye ke desa-desa dengan mengadakan rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Adapun jadual kegiatan pemilihan dari tanggal 16 Juli sampai dengan 10 Nopember 1951 adalah sebagai berikut :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify;">1. Tanggal 16 Juli : Pendaftaran Penduduk</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify;">2. Tanggal 30 Juli : Pengajuan Calon Untuk Pemilih</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify;">3. Tanggal 5 Agustus : Pendaftaran Pemilihan Umum</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify;">4. Tanggal 27 Agustus : Pemilihan Pemilih di Kelurahan </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 2.25in; text-align: justify; text-indent: -135pt;">5. Tanggal 11 September : Pengajuan Calon anggota DPRD di kabupaten dan <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:City> Praja</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 153pt; text-align: justify; text-indent: -1.75in;">6. Tanggal 7 Oktober : Pemungutan suara calon anggota DPRD di Kapanewon Kemantren</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 2.25in; text-align: justify; text-indent: -135pt;">7. Tanggal 20 Oktober : Penetapan hasil pemilihan anggota DPRD di Ibukota <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify;">8. Tanggal 10 Nopember : Pemilihan Umum Selesai.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Berdasarkan suara-suara pemilih yang masuk maka Masyumi mendapat 18 kursi, Persatuan Pamong Desa Indonesia (PPDI) 7 kursi, Panitia Kesatuan Aksi Buruh dan Tani (PKABT) 5 kursi, PNI 4 kursi, Partai Katholik 2 kursi, Sarekat Sekerja Pamong Praja (SSPP) 2 kursi dan Parti Indonesia Raya 2 kursi. Kemudian dari 40 orang anggota DPRD hasil pemilihan umum dipilih 5 orang sebagai anggota Dewan Pemerintah Daerah. Kelima anggota tersebut yaitu dua orang dari Masyumi, seorang dari PNI, seorang dari PPDI dan seorang lagi dari PKABT.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Para anggota DPRD DIY hasil pemilihan umum bertingkat ini pada tanggal 24 Desember 1951 dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Mr. Iskaq Cokrohadi Surya di Gedung DPRD Jl. Malioboro.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Sebagai pemilu pertama, pemilu tahun 1951 di DIY mendapat perhatian besar dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah lain. Mereka masing-masing mengirimkan tim peninjauan. Kantor Pemilihan Pusat mengirim Mr. Subagyo Resodiporo dan Ny. Pujobuntoro. Sedangkan DPRS mengirim Hadikusumo, Amels, Mari Yara, Moch Tauchid, Andi Gappa dan Meizir Achmadiyas. Daerah-daerah lain yang mengirim Peninjau antara lain : Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Konferensi Rencana <st1:city st="on"><st1:place st="on">Colombo</st1:place></st1:City> Tahun 1959 :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Lokasi : Univesitas Gadjah Mada, <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 81pt; text-align: justify; text-indent: -45pt;">Waktu : 26 Oktober s.d. 14 Nopember 1959, dalam rangkaian Konferesnai Rencana Colombo XI</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada bulan Januari 1950 bertempat di <st1:city st="on"><st1:place st="on">Colombo</st1:place></st1:City> (ibukota Srilangka) berlangsung konferensi para menteri luar negeri dari negara-negara persemakmuran Inggris. Dalam konferensi tersebut, Senayake (Perdana Menteri Srilangka) mengusulkan untuk memasukkan rencana pembanguann ekonomi. Ternyata usul tersebut mendapat tanggapan positif dari menteri luar negeri Australia.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Langkah selanjutnya dalam konferensi tersebut disusun sebuah rencana pemberian bantuan bagi negara-negara persemakmuran di Asia Selatan dan Tenggara secara kerjasama internasional dalam hal pembangunan dan perkembangan ekonomi. Rencana pembangunan ekonomi Asia Selatan dan Tengaara ini selanjutnya dinamakan “Rencana Colombo”. Nama resminya adalah “Plan for cooperative Economic Development of South East Asia” atau “Rencana Kerjasama Untuk Pembangunan Ekonomi di Asia Selatan dan Tenggara”. Adapun tujuan dari Rencana Colombo adalah untuk memajukan ekonomi neagra-negara Asia Selatan dan Tenggara dengan jalan kerjasama dan Bantu-membantu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada waktu Rencana Colombo dilahirkan pada tahun 1950, anggotanya hanya terdiri dari negara-negara anggota Persemakmuran Inggris yaitu Australia, India, Inggris, Pakistan, Srilangka dan Selandia Baru, Kemudian keanggotaan itu diperluas dengan ikut sertanya Amerika Serikat dan negara-negara lainnya di Asia Selatan dan Tenggara sebagai anggota. Indonesia menjadi anggota pada tahun 1953.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sejak menjadi anggota Rencana Colombo, Indonesia menerima bantuan ekonomi maupun bantuan teknis dari negara-negara anggota Rencana Colombo. Bantuan tersebut dipergunakan untuk pembangunan ekonomi dalam rangka mempertinggi tingkat kehidupan rakyat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam konferensi negara-negara persemakmuran Inggris yang diadakan di Sydney Australia bulan Mei 1950 dibentuklah Dewan Konsultatif (Consuatative Committee) yang beranggotakan wakil tingkat menteri negara-negara anggota Rencana Colombo. Pada bulan Oktober 1950 Dewan Consultative mengadakan sidang di London yang hasilnya bahwa dewan koncultative menyetujui akan adanya program pembangunan ekonomi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Masa kerja Rencana Colombo, semula direncanakan untuk masa 6 tahun terhitung mulai juli 1951 sampai akhir bulan Juni 1957. tetapi rencana tersebut digagalkan karena dalam Konferensi Dewan Konsultatif di Singapura tahun 1955 diputuskan bahwa masa kerja Rencana Colombo diperpanjang sampai bulan Juli 1961. Kemudian perpanjangan masa kerja selanjutnya sesudah tahun 1961 dibicarakan dalam Konferensi Dewan Konsutatif Rencana Colombo di Yogyakarta tahun 1959</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tahun 1958 dilaksanakan Konferensi Tahunan Dewan Konsultatif Rencana Colombo ke X di Seattle Amerika Serikat. Sebagai anggota Rencana Colombo, RI juga mengikuti Konferensi tersebut. Delegasi RI dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Dr. Subandrio. Dalam konferensi tersebut RI menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah bagi Konferensi Rencana Colombo tahun1959. Sebenarnya pada tahun tersebut pemerintah Malaya pun juga menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah yang secara resmi disampaikan pada bulan Juli 1958. Namun berkat kerjasama yang baik antara delegasi RI dan Malaya, akhirnya tuan rumah konferensi Colombo 1959 diserahkan kepada pihak RI.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah diputuskan bahwa Konferensi Rencana Colombo tahun 1959 akan diselenggarakan di Indonesia, maka Yogyakarta kemudian ditunjuk sebagai penyelenggara. Pemberitahuan secara resmi bahwa Konferensi Rencana Colombo tahun 1959 akan diadakan di Yogyakarta, diterima oleh pemerintah D.I.Y. tanggal 26 Desember 1958. Oleh karena itu persiapan segera dilakukan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Penunjukkan Yogyakarta sebagai penyelenggara dalam Konferensi Rencana Colombo 1959 ini berdasarkan pertimbangan bahwa Yogyakarta sampai saat itu telah dua kali menyelenggarakan konferensi internasional yaitu International Rubber Study Group Conference bulan Juli 1957 dan ECAFE Conference bulan Oktober 1957. Atas dasar tersebut maka Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyanggupkan diri untuk menerima sebagai penyelenggara Koferensi Rencana Colombo tahun 1959.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam hal pemenuhan masalah akomodasi untuk keperluan konferensi panitia memperoleh pinjaman dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang terletak di Sekip dan Bulaksumur serta gedung-gedung yang dibangun oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta di Kompleks Demangan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Gedung yang berada di Sekp milik UGM terdiri dari tiga buah yaitu unit III, unit IV dan unit V. Unit III dan unit IV dipergunakan untuk ruang pameran, kantor delegesasi, Press Room, Kantor Pos Telegram dan Telepon, Kantor Host Committee, Toko-toko Souvenir, Kantor Cabang Bank Indonesia, Kantor GIA, Rumah Makan, Kantor Imigrasi, Ruang untuk Pemutaran Film, Klinik dan sebagainya. Sedang untuk persidangan (Main Conference Hall) menempati unit V.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Bagi para delegasi tingkat ahli disediakan penginapan di perumahan Kompleks Demangan. Sedangkan sebagai para delegasi tingkat menteri disediakan perumahan di kompleks Bulaksumur. Sedangkan Hotel Garuda dipergunakan sebagai tempat penginapan bagi para wartawan dalam dan luar negeri yang meliputi jalannya Konferensi Rencana Colombo tahun 1959.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Konferensi Rencana Colombo XI di Yogyakarta tahun 1959 diikuti lebih kurang 150 orang delegasi dari 21 negara antara lain Amirika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, Birma, Jepang, India, Pakistan, Indonesia, Kamboja, Muang Thai, Laos, Philipina, Srilangka, Singapura, Kalimantan Utara, Serawak dan beberapa peninjau dari Colombo Plan Bureau, ECAFE, UNTB,dan IBRD. Kecuali itu Konfrensi Rencana Colombo juga mendapat perhatian yang besar dari pers dalam negeri dan luar negri. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Konfrensi Rencana Colombo di Yogyakarta ini terbagi dalam dua bagian, yaitu konferensi Tingkat Ahli dan Konferensi Tingkat Menteri. Konferensi Tingkat Ahli Berlangsung dari tanggal 26 Oktober s.d. 6 Nopember 1959, sedang Konferensi Tingkat Menteri berlangsung tanggal 11 s.d. 14 Nopember 1959.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Konferensi Tingkat Ahli dibuka dengan resmi pada tanggal 20 Oktober 1959, pukul 09.00 dengan suatu upacara bendera dari salah satu Negara peserta. Adapun yang membuka konferensi adalah Suwito Kusumowidagdo selaku Sekretaris Jendral Konferensi Rencana Colombo. Materi yang dibahas adalah seluruh aspek pembangunan, ekonomi dan social. Kebutuhan akan tenaga ahli dan pendidikan mendapat perhatian khusus. Demikian pula usaha mengembangkan produksi dan kemungkinan pasaran produksi. Pada tanggal 6 Nopember 1959 pukul 16.00 Konferensi Tingkat Ahli ditutup oleh Ketua Konferensi Ismail Thaiyeb.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Konferensi Tingkat Menteri dibuka resmi pada tanggal 11 Nopember 1959 pukul 09.00 oleh Presiden Sukarno. Upacara pembukaan dihadiri selain oleh segenap delegasi dari Negara-negara peserta, juga Presiden Sukarno, beberapa menteri dari kabinet karya, wakil ketua dewan pertimbangan agung, pembesar-pembesar militer, police, sipil, para duta besar Negara asing dan para wartawan dalam dan luar negeri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Kemudian pada tanggal 14 Nopember 1959 pukul 12.00 Konferensi Rencana Colombo tingkat menteri ditutup oleh ketua Konferensi Dr.Subandrio dengan suatu penurunan upacara bendera dari Negara-negara peserta Konferensi Rencana Colombo XI. Konferensi tersebut berakhir dengan menghasilkan sebuah komunike, yang secara garis besar sebagai berikut :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><i>1. </i>Dewan konsultatif Rencana Colombo XI telah menerima laporan tahunan yang meliputi perkembangan ekonomi sejak konferensi tahunan yang lalu, meliputi masalah dan tugas untuk masa depan serta usaha mengembangkan ekonomi. Laporan ini akan disiarkan di ibukota Negara-negara rencana Colombo pada atau sesudah tanggal 7 Januari 1960. Pada mukadimah yang termuat dalam bab yang pertama dikemukakan mengenai tinjauan ekonomi selama tahun yang lalu dan dalam bab ke 2 disebutkan mengenai “<i>The task a head”</i> atau tugas berikutnya untuk perkembangan ekonomi. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><i>2. </i>Singapura yang sebelum konferensi ini dalam keanggotaan Rencana Colombo masih termasuk ke dalam Kerajaan Inggris sekarang diterima anggota penuh setelah diadakan perubahan konstitusinya yang membuat Singapura menjadi Negara yang berdaulat.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><i>3. </i>Konferensi telah mengambil keputusan memperpanjang jangka waktu kerja Rencana Colombo dengan lima tahun lagi, terhitung mulai dari tahun 1961 dengan pengertian, bahwa dalam sidang tahunnanya dalam tahun 1964 nanti perpanjangan akan dirundingkan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><i>4. </i>Dalam laporan-laporan tahunan ini dewan konsultatif menemukan hal-hal yang sangat membesarkan hati untuk mempercepat kegiatan ekonomi yaitu dalam perkembangan pertanian di beberapa Negara Asia. Perkembangan dan industri barang-barang jadi juga nampak berkembang. Makin baiknya tempat yang diduduki oleh barang barang ekspor dari daerah-daerah Asia di dalam pasaran dunia juga memberikan perbaikan dalam neraca perdagangan pada tahun 1959.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><i>5. </i>Dewan konsultatif mencatat adanya indikasi peningkatan pendapatan riil perkapita di daerah Asia secara keseluruhan. Kemajuan telah terjadi dalam perluasan jasa-jasa social yang esensiil di lapangan pendidikan dan kesehatan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><i>6. </i>Dewan konsultatif memperhatikan bahwa pertambahan penduduk yang makin meningkat di Asia merupakan problem yang sangat berat, khususnya mengenai pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><i>7. </i>Dewan konsultatif berpendapat bahwa proses perkembangan ekonomi tidak hanya tergantung pada mobilisasi sumber-sumber kekayan alam saja, tetapi tergantung pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu diperlukan latihan bagi pejabat-pejabat dan pendidikan teknik ditingkatkan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><i>8. </i>Konferensi Rencana Colombo yang akan datang diadakan di Jepang pada tahun 1960.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.25in;">Untuk kelancaran penyelenggaraan Konferensi Rencana Colombo tahun 1959 tersebut dibentuk suatu panitia yang terdiri dari dua badan yaitu Secretariat Konferensi dan Host Committee. Tugas pokok secretariat konferensi adalah menyelanggarakan suatu yang langsung berhubungan dengan materi persidangan. Sedangkan tugas pokok Host Committee adalah menyelenggarakan segala sesuatu mengenai urusan-urusan delegasi. Kedua badan ini selanjutnya dikoordinasikan dan diintregasikan oleh suatu executive board yang terdiri atas seseorang Sekretaris Jendral dan 4 orang wakil Sekretaris Jendral, termasuk ketua Host Committee sendiri. Masing-masing badan organisasi ini kemudian dibagi lagi dalam beberapa bagian dan seksi-seksi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.25in;">Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertama nomor: 317/MP/1959 Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku kepala Daerah Istimewa Yogyakarta diangkat sebagai ketua dan bendaharawan Host Committee dan Sekretaris Jendral departemen luar negeri Republik Indonesia, Suwito Kusumowidagdo, diangkat sebagai coordinator penyelenggaraan konferensi. Surat keputusan menteri pertama ini kemudian disusul dengan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/79/PL/X/59 yang membentuk secretariat Konferensi Rencana Colombo ke XI serta menunjuk Sekretaris Jendral departemen luar negeri, Suwito Kusumowidagdo, sebagai Sekretaris Jendral dan pejabat-pejabat tinggi Indonesia lainnya sebagai staf Sekretariat Konferensi. Surat keputusan tersebut kemudian disusun dengan surat keputusan No. SP/966/PL/X59 yang menetapkan daftar terakhir para anggota staf Sekretariat Konferensi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.25in;">Sebagai pelaksana Surat Keputusan Menteri Pertama tersebut di atas, maka Kepala Daerah Istimewa Yogyakrta dengan surat keputusan nomor: 16 dan 27/K/1959 menetapkan susunan Panitia Penyelenggara Konferensi Rencana Colombo ke XI. Kemudian dengan surat keputusan ketua host committee no.24/K/19590 di Jakarta dibentuk satu cabang dari host committee untuk menyelenggarakan penampungan para delegasi yang tiba di Jakarta dalam perjalanan mereka ke Yogyakarta dan yang kemudian pulang dari Yogyakarta ke Jakarta.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Seminar Nasional Pancasila Pertama di Yogyakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Seminar ini berlangsung di Sasana Hinggil Dwi Abad, Kraton Kesultanan Yogyakarta pada 16 s.d. 20 Febuari 1959 merupakan filsafah Negara yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Menyadari akan kepentingannya nilai-nilai luhur yang terkandung dalamnya dan mengakuinya sebagai hasil perjanjian luhur bangsa Insonesia, maka para penuda yang bergabung dalam liga Pancasila ingin menyumbangkan pemikirannya terhadap bangsa dan Negara ke arah pengisian Pancasila dengan mengadakan Seminar Pancasila I di Yogyakarta. Mereka berusaha bersama-sama dengan golongan masyarakat Indonesia untuk mengembangkan acara Pancasila dan memperkaya perbendaharaan dengan memohon kepada para ahli untuk mengupas persoalan ang menyangkut kenegaraan dan kemasyarakatan dari segi Pancasila. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Seminar Nasional Pancasila Pertama ini berlangsung selama 5 hari dimulai tanggal 19 s.d. 20 Pebuari 1959 dan ditutup dengan sebuah acara resepsi di Gedung Agung Yogyakarta. Sedangkan kantor kesekretariatannya diselenggarakan di Gedung Dwi Sata Warsa Yogayakarta. Sebagai ketua keskretariatan adalah Soeratman.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Diselanggarakannya Seminar Nasional Pancasila ini bertujuan antara lain:</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -27pt;">1. Berusaha merumuskan Pancasila dalam segala bidang kenegaraan dan kemasyarakatan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -27pt;">2. Memperkaya dan memperdalam ajaran yang timbul dari Pancasila</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Rapat Seminar Nasional Pancasila Pertama dibuka oleh ketua panitia Drs.Imam Pratignyo hadir dalam pembukaan tersebut antara lain Sri Sultan Hamengku Buwono IX, KGPAA Sri Paku Alam VIII, Kepala Daerah Kotapraja, Pembesar Sipil dan Militer serta para tamu undangan yang lain. Dalam pembukaan seminar dikumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Seminar Nasional Pancasila I di Yogyakarta dihadiri kurang lebih 1.250 orang yang terdiri dari anggota Liga Pancasila seluruh Indonesia, para sarjana dan peminat ajaran Pancasila serta para undangan dan wakil-wakil organisasi. Turut diundang pula pada seminar tersebut beberapa tokoh Indonesia untuk menyampaikan prasaran atau sambutan pikirannya antara lain : </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">a. Yang Mulia Menteri P dan K Prof. Dr.Prijono, yang menyampaikian sumbang saranya tentang Pancasila dan Moral Nasional tanggal 16 Februari 1959</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">b. Prof. Mr. Muhammad Yamin, menyampaikan Tinjauan Pancasila terhadap revolusi Fungsional pada tanggal 16 Februari 1959 </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">c. Prof. Dr. N.Drijakara SJ, menyampaikan Pancasila dan Religi pada tanggal 17 Pebruari 1959.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">d. Prof. Mr. Notonagoro, menyampaikan Berita Pikiran Ilmiah Tentang Kemungkinan Jalan Keluar dari Kesulitan Mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Pebruari 1959</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">e. H.Roeslan Abdul Ghani, menyampaikan Pancasila sebagai Landasan Demokrasi Terpimpin pada tanggal 18 Pebruari 1959</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Senin pagi tanggal 16 Pebruari 1959 merupakan hari pertama sidang. Sidang ini menanggapi dari Prof. Mr. Muhammad Yamin tentang Tinjauan Pancasila terhadap Revolusi Nasional. Sidang dipimpin oleh Drs. Imam Pratignyo. Setelah diadakan rapat lebih lanjut antara panitia yang selalu didampingi oleh Prof. Dr. M. Sardjito dengan pemrasaran di Gedung Negara tanggal 16 Pebruari 1959 pukul 23.00 s.d. 02.00 dan rapat khusus antara penyimpul sendiri di Hotel Merdeka tanggal 17 Pebruari 1959 pukul 17.00 s.d. 20.00, panitia menyimpulkan bahwa prasaran dari pemrasaran dapat diterima dan sama sekali Pancasila tidak diperdebatkan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Pada tanggal 17 Pebruari 1959 sidang dilanjutkan dengan pemrasaran Prof.Dr.N.Drijarkara SJ. Prasaran yang disampaikan tentang Pancasila dan Religi. Sidang umum dipimpin oleh Drs. Parmadji dibantu Drs. Kuntowijoyo sebagai wakil. Waktu sidang dibagi menjadi dua yaitu sidang umum pukul 08.30 s.d. 10.00 dan sidang khusus pukul 20.00 s.d. 23.30 dan bertempat Hinhhil Dwi Abad Yogyakarta.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Kesimpulan sidang yang berpokok masalah pemisahan antara Negara dan agama. Negara tidak bersifat indifferent terhadap agama, bahkan memberikan jaminan yang baik bagi kedudukan agama dalam Negara. Hari itu juga dilanjutkan dengan penyampaian prasaran dari Prof. Mr. Drs. Notonagoro mengenai Berita Pikiran Ilmiah Tentang Kemungkinan jalan keluar dari Kesulitan mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Pimpinan sidang dipegang oleh Mr. Mashuri Saleh. Berlangsung di Sasana Hinggil Dwi Abad Yogyakarta pukul 11.00 s.d. 14.30.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;">Pada tanggal 18 Pebruari 1959 sidang dilanjutkan dengan menanggapi prasaran dari H. Roeslan Abdul Gani tentang Pancasila sebagai Landasan Demokrasi Terpimpin. Ketua sidang adalah Drs. Imam Pratignyo. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa ide Demokrasi Terpimpin dan hal-hal penting sebagaimana yang dikemukakan dalam prasaran dirasa perlu meluaskan penyebaran dengan berbagai usaha antara lain dengan penerangan-penerangan, diskusi, penerbitan dan lain sebagainya. </p> <p class="MsoNormal" style="">Setelah membaca semua kesimpulan yang dirumuskan oleh panitia perumus yang terdiri dari 4 kelompok, panitia seminar menyimpulkan bahwa :</p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;">1. Pancasila sebagai Dasar Negara RI tidak perlu diperdebatkan lagi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 45pt; text-indent: -0.25in;">2. Demokrasi terpimpin sebagai alat penyelenggaraan pemerintahan untuk merealisasi cita-cita Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.</p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;">3. Masuknya golongan fungsional dalam badan-badan kenegaraan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 45pt; text-indent: -0.25in;">4. Azas Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa sebagai salah satu sila dalam rangka kesatuan Pancasila yang bias menjamin adanya pemeliharaan dan perkembangan keyakinan agama.</p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;">5. Kembalinya secara prinsipil pada UUD Proklamasi 17 Agustus 1945.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Kesimpulan yang telah tertulis ini kemudian ditandatangani di Yogyakarta pada tanggal 20 Pebruari 1959 oleh Panitia Seminar Pancasila Pertama di Yogyakarta, Drs. Imam Pratignyo sebagai ketua dan Soeprapto, BA sebagai sekretaris. Setelah dianggap cukup maka Seminar Nasional Pancasila I ditutup pada tanggal 20 Pebruari 1959 dengan malam penutupan yang berlangsung di Gedung Agung. Kesimpulan hasil seminar pun dibacakan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Hadir dalam acara penutupan tersebut antara lain Menteri Penerangan Soedibjo, dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Hadir pula Presiden Soekarno yang berkenan memberikan amanatnya pada acara terakhir dalam resepsi tersebut. Setelah pidato pembukaan oleh Drs. Imam Pratignya kemudian dilanjutkan pembacaan hasil seminar. Juga disampaikan berturut-turut sambutan dari Menteri Penerangan RI Soedibjo, sambutan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan yang terakhir adalah amanat Presiden Soekarno.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Keesokan harinya tanggal 21 Pebruari 1959, di Siti Hinggil Kraton Yogyakarta, Presiden Sukarno berkenan memberikan kuliah umum mengenai Keadilan Sosial dan Demokrasi Terpimpin. Kemudian pada sore harinya di Alun-alun Utara Yogyakarta meski diwarnai hujan lebat berlangsung rapat raksasa untuk kembali ke UUD 1945. Berkenan sebagai pembicara pada acara tersebut antara lain Prof. Mr. Muhammad Yamin, H. Roeslan Abdul Gani dan Chaerul Saleh. Juga berkenan Presiden Sukarno memberi wejangan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Peristiwa ini lebih memantapkan lagi usaha-usaha untuk kembali ke UUD 1945, sehingga secara tidak langsung Yogyakarta telah berperan aktif hingga lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang kembalinya Negara ke UUD 1945.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Tri Komando Rakyat (TRIKORA) :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara, Yogyakarta Presiden Sukarno berpidato dan mencetuskan TRIKORA (Tri Komando Rakyat) dalam rangka Pembebasan Irian Barat dari kekuasaan Belanda. Pemilihan waktu dan tempat dicetuskannya Trikora ini dilakukan oleh Mohammad Yamin. Tanggal 19 Desember merupakan tanggal disaat Belanda melakukan pengeboman atas kota Yogyakarta dalam agresi militer keduanya. Dan Kota Yogyakarta dipilih untuk mengenang usaha pengusiran Belanda dari Jakarta yang dilakukan oleh Sultan Agung tahun 1628 dan 1629. Trikora tersebut antara lain berisi :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">1. Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua bikinan colonial Belanda.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Langkah pertama dari pelaksanaan Trikora adalah pembentukan komando operasi yang diberi nama Komando Mandala. Komando ini dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962. Sebagai panglima diangkat Mayjen Soeharto. Sedangkan Wakil I Panglima Kolonel laut Subono, Wakil II Panglima Kolonel Udara Leo Watimena. Dan sebagai Kepala Staf Gabungan Kolonel Achmad Tahir. Markas Komando Mandala bertempat di Ujung Pandang.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Untuk komando tertinggi pembebasan Irian Barat, berhasil disusun pada bulan Januari 1962 sebagai berikut :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">1. Panglima Besar : Presiden / Panglima Tertinggi Ir. Sukarno</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">2. Wakil Panglima Besar : Jenderal A.H.Nasution</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">3. Kepala Staf : Letjen Ahmad Yani</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Komando Mandala yang dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962 mempunyai tugas antara lain :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;">1. Menyelenggarakan operasi militer pembebasan Irian Barat.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">2. Memimpin dan mempergunakan segenap pasukan bersenjata, barisan perlawanan rakyat maupun potensi nasional lainnya dalam lingkungan kekuasaannya untuk membebaskan wilayah Irian Jaya.</p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Peristiwa G 30 S/PKI Di Daerah Istimewa Yogyakarta :</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tahun 1926 Ir. Sukarno telah merintis perlunya persatuan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme demi terciptanya tujuan perjuangan. Semasa Demokrasi Terpimpin Bung Karno memerlukan dukungan PKI untuk menghidupkan kembali gagasan persatuan tersebut dengan menciptakan persatuan golongan Nasionalis, Agama dan Komunis yang terkenal dengan Nasakom. Tetapi oleh karena kepandaian PKI maka Nasakom diidentikan dengan Pancasila. Siapa yang menerima Pancasila berarti menerima Nasakom.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah kegagalannya dalam peristiwa Madiun Affair (Pemberontakan PKI Madiun) September 1948, secara perlahan PKI tumbuh menjadi partai besar. Pada pemilu 1955 PKI muncul sebagai partai ke 4 pemenang pemilu berkat kepemimpinan D.N. Aidit. Pemilu merupakan langkah konstitusional PKI untuk meneruskan perjuangannya. Namun perjuangan tersebut merupakan titik awal dari usahanya untuk merebut kekuasaan dengan jalan kekerasan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah dipelajari seluruhnya maka PKI segera membentuk gerakan tandingan yang dinamai Dewan Revolusi. Untuk menghindari resiko kegagalan maka yang memegang pimpinan adalah para tokoh ABRI yang sudah terbujuk oleh PKI, bukanlah para tokoh pimpinan PKI. Sebagai ketua Dewan Revolusi adalah Letkol Untung. Dengan begitu kalau aksi ini mengalami kegagalan PKI tidak dilibatkan dan dianggap masalah tersebut sebagai masalah intern Angkatan Darat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sementara itu di Yogyakarta tanggal 1 Oktober 1965 kegiatan berjalan seperti biasa. Baru pada siang harinya setelah terdengar siaran RRI yang mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi dan diamankannya beberapa perwira TNI AD dari anggota Dewan Jenderal muncul kesimpang siuran. Ketidak pastian tersebut ditambah lagi dengan adanya penentuan bahwa pangkat tertinggi hanya Letnan Kolonel.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Bagi para pendukung PKI menganggap bahwa keluarnya pengumuman tersebut menjadi tanda harus dibentuknya Dewan Revolusi di daerah dan menyatakan dukungannya. Di Jawa Tengah, para pendukung G 30 S / PKI Jakarta, melakukan perebutan kekuasaan terhadap pimpinan AD di Kodam yang dilakukan oleh oknum ABRI hasil binaan PKI. Mereka itu antara lain Kolonel Sahirman, Kolonel Haryono, Letnan Kolonel Usman Sastrodibroto. Sedangkan pasukan yang berhasil dipengaruhi PKI antara lain Yonif “K” pimpinan Mayor Kaderi, Yonif “D” pimipinan Mayor Soepardi, Yonif “L” pimpinan Mayor Wisnuraji dan Kompi Yonif “C”.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Mereka menduduki Kodam VII / Diponegoro, kantor pemerintah, dan alat-alat telekomunikasi. Kolonel Sairman menyatakan dukungannya terhadap G 30 S / PKI di Jakarta. Segera diikuti pula dengan dukungan tempat-tempat lainnya, termasuk dari Korem 072 Yogyakarta oleh Kasi V Mayor Mulyono.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Tanggal 1 Oktober 1965 RRI Yogyakarta telah dikuasai oleh para pemberontak. Melalui corong RRI tersebut Mayor Mulyono mengumumkan bahwa di Yogyakarta telah dibentuk Dewan Revolusi dan dia sendiri sebagai ketuanya. Juga pimpinan Korem 072 berada ditangannya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sementara itu Markas Korem 072 yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman diduduki pemberontak. Sedangkan Danrem dan Kasrem masing-masing Kolonel Katamso dan Letkol Soegiyono diculik oleh pemberontak dan kemudian dibunuh oleh para pengkianat di Kompleks Batalyon L Kentungan melalui algojo-algojonya antara lain Sertu Alip Toyo, Serda Darmo, Serda Katimin dan Pelda Kamil. Kemudian jenazah kedua beliau dikubur dalam satu liang. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada tanggal 3 Oktober 1965 RRI Pusat Jakarta menyiarkan pidato Presiden yang membackan keputusan tentang penunjukan Mayor Jenderal Soeharto sebagai pimpinan Angkatan Darat sejak 1 Oktober 1965 dan ditugaskan untuk menyelenggarakan pemulihan keamanan dan ketertiban. Sebelumnya pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 19.00 Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima KOSTRAD melalui RRI pusat Jakarta menyatakan bahwa apa yang menamakan dirinya Gerakan 30 September adalah gerakan kontra revolusioner yang didalangi oeh PKI.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Sementara itu tanggal 1 s.d. Oktober 1965 Yogyakarta masih dikuasai oleh pemberontak. Kemudian Kolonel Widodo diberi tugas untuk mengamankan Yogyakarta dan merebut kembali markas Korem 072. Mayor Mulyono yang tidak mendapat dukungan, tanggal 3 Oktober 1965 meninggalkan Yogyakarta dan beberepa waktu kemudian tertangkap di sebuah desa di Boyolali. Sebagai ganjarannya mahkamah Militer menjatuhi hukuman mati. Demikian pula dengan para algojo yang berhasil ditangkap. Sejak itulah Korem 072 kembai dalam Slagorde Kodam VII Diponegoro.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Karena keberhasilan itu maka Pangdam VII Diponegoro Mayjen Soerjosumpeno menunjuk untuk sementara waktu Kolonel Widodo sebagai “caretaker” Danrem 072 selama Brigjen Katamso belum diketahui nasibnya mulai tanggal 5 Oktober 1965. Untuk selanjutnya Kolonel Widodo memerintahkan Kapten Suryotomo untuk segera mengetahui nasib perwira yang diculik pemberontak.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Setelah beberapa hari dilakukan penyelidikan dan lokasi tempat penguburan jenazah kedua perwira TNI AD tersebut maka pada tanggal 20 Oktober 1965, setelah Batalyon L diberangkatkan ke luar daerah pada tanggal 18 Oktober 1965 penggalian jenazah dimulai. Pimpinan penggalian ditunjuk Mayor. M. Said dari POM dengan anggota dari POM, Kasrem, dan Zibang. Sebelumnya telah dibentuk tim pembuktian ulang yang dipimpin oleh Kapten Suryotomo dengan anggota Peltu Loto, Serma Suwandi, dan Kopda Sugiyo serta dua orang dari Zipur. Penyelidikan telah dimulai sejak tanggal 18 Oktober 1965. Tanggal 20 Oktober 1965 pukul 16.30 penggalian jenazah dimulai. Setelah terbukti jenazah masih ditemukan maka ditimbun kembali. Kemudian untuk penggalian dan pengangkatan jenazah seluruhnya dilakukan pada tanggal 21 Oktober 1965 dimulai pukul 06.00 WIB.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Baru sedalam 1 meter jenazah telah ditemukan. Mula-mula Kolonel Katamso menyusul kemudian Letkol Sugiyono. Guna penelitian lebih lanjut jenazah dibawa ke Kesrem 072. Selanjutnya pada tanggal 22 Oktober 1965 kedua jenazah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Semaki dalam upacara kebesaran militer. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka di lokasi terjadinya pembunuhan dibangun sebuah monumen dengan nama Monumen Pahlawan Pancasila.</p> <span class="fullpost"><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-43668895705642712132010-04-14T20:59:00.000-07:002010-04-14T21:00:10.111-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style="">AJANG PRESTASI DI MUSEUM BENTENG VREDEBURG <st1:place st="on">YOGYAKARTA</st1:place><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat melanjutkan cita-cita luhur perjuangan para pahlawannya. Perjuangan sekarang lain dengan perjuangan tempo dulu. Perjuangan Tempo Dulu dalam merebut kemerdekaan banyak memakan korban baik jiwa, harta dan raga. Perjuangan jaman sekarang dihadapkan pada permasalahan baru yang sama bobotnya jika dibandingkan dengan jaman dahulu. Perjuangan melawan kebodohan, kemiskinan dan ketertinggalan, semua ini merupakan tantangan bagi generasi sekarang. Melanjutkan cita-cita perjuangan para pahlawan perintis kemerdekaan sekaligus menghiasi dan mengisi masa kini adalah tanggungjawab bersama. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Akhir-akhir ini ancaman stabilitas nasional yang mengarah pada disintegrasi bangsa tercermin dalam maraknya perselisihan bahkan bentrokan fisik antar pelajar. Mereka seolah kehilangan jatidiri sebagai bangsa yang berbhineka tunggal ika. Oleh karena itu perhatian dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan untuk membina para pelajar memahami sejarah perjuangan bangsanya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta melalui program kerjanya menyelenggarakan berbagai kegiatan lomba, antara lain : Lomba Cerdas Cermat Aspek Permuseum dan Kesejarahan, Lomba Cerita Sejarah Tema Perjuangan serta Lomba Lukis dan Mewarnai Tema Perjuangan. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai upaya penanaman, pemahaman nilai-nilai luhur dan menumbuhkan semangat kejuangan para pelajar.</p> <br /> <span class="fullpost"><br /><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-45967536315705968582010-04-14T20:58:00.000-07:002010-04-14T20:59:14.458-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style="">TRAVEL DIALOG “<st1:placename st="on">PENGELANAN</st1:PlaceName> <st1:placename st="on">POTENSI</st1:PlaceName> <st1:placename st="on">WISATA</st1:PlaceName> <st1:placename st="on">YOGYAKARTA</st1:PlaceName> <st1:placename st="on">KHUSUSNYA</st1:PlaceName> <st1:placetype st="on">MUSEUM</st1:PlaceType> BENTENG VREDEBURG <st1:place st="on">YOGYAKARTA</st1:place>”<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Program kegiatan Travel dialog adalah kegiatan promosi yang dilakukan di luar wilayah, kegiatan ini merupakan kerjasama antara pemerintah dalam hal ini melalui Dinas Pariwisata di seluruh Kota dan Kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta UPT Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta pelaku bisnis pariwisata yang ditujukan untuk meningkatkan jumlah kunjungan dan memperlama kunjungan wisatawan dengan pilihan destinasi wisata yang menarik dan unik.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Yogyakarta merupakan salah satu <st1:city st="on">kota</st1:City> tempat tujuan wisata bagi wisatawan asing dan domestic karena obyek-obyek wisata yang ada di Yogyakarta memiliki daya tarik tertentu terutama bagi wisatawan nusantara khususnya bagi orang-orang yang memiliki kenangan tersendiri terhadap <st1:place st="on"><st1:city st="on">kota</st1:City></st1:place> ini. Daya tarik <st1:city st="on">kota</st1:City> Yogyakarta juga didukung dengan predikat <st1:city st="on">kota</st1:City> Yogyakarta sebagai <st1:place st="on"><st1:city st="on">kota</st1:City></st1:place> pelajar yang masih populer di daerah-daerah lain di Indonesia. Kegiatan pariwisata tentu saja tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Travel Agen/ Biro Perjalanan Wisata (BPW), mereka memiliki peran strategis dalam mempromosikan suatu paket-paket wisata yang ada di <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>. Promosi wisata perlu dilakukan agar jumlah kunjungan wisatawan ke wilayah <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> tetap tinggi. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Maksud dari kegiatan Travel Dialog ini adalah sebagai salah satu sarana mempromosikan/ memperkenalkan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta sebagai salah satu Obyek Tujuan Wisata (OTW) kepada pelaku bisnis wisata, calon wisatawan, sekolah-sekolah agar BPW dan wisatawan mengenal dan menjadikan museum sebagai salah satu tujuan paket tujuan wisatanya. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar BPW mengenal lebih baik tentang koleksi, fasilitas-fasilitas yang ada di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta termasuk keletakannya diantara obyek-obyek wisata lain di pusat <st1:city st="on">kota</st1:City> <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>. Kegiatan tersebut telah terselenggara di berbagai Propinsi di Pulau Jawa.</p> <br /> <span class="fullpost"><br /><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-85363168677331041872010-04-14T20:57:00.000-07:002010-04-14T20:58:25.862-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style="">MUSEUM BENTENG VREDEBURG YOGYAKARTA MENYELENGGARAKAN<span style=""> </span>PAMERAN TEMPORER DI SETIAP KABUPATEN/ <st1:place st="on"><st1:city st="on">KOTA</st1:City></st1:place> SE-PROPINSI DIY<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Pada saat ini secara berlahan namun pasti keberadaan museum sudah mendapatkan perhatian dikalangan masyarakat luas. Hal ini merupakan titik terang bagi para pengelola museum yang selalu berusaha untuk senantiasa menyajikan, memamerkan, mengkomunikasikan, mempublikasikan mengenai eksistensis museum pada masyarakat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:City></st1:place> banyak hal yang dapat dilakukan oleh kalangan oleh pengelola/petugas museum agar museum dapat dikenang dan diketahui oleh masyarakat, misalnya melalui publikasi. Cara-cara publikasi dapat dilakukan dengan menyebarluaskan brosur-brosur, liflet-liflet, buku panduan ke sekolah-sekolah, instansi terkait, biro perjalanan, mengadakan pameran, ceramah, diskusi, festival dll.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Berkaitan dengan itu Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta sebagai salah satu Museum khusus sejarah perjuangan Nasional yang mengemban tugas pokok dan fungsinya sebagai pelestari nilai-nilai luhur kejuangan serta memiliki tugas-tugas untuk mengumpulkan, merawat, menyimpan, meneliti dan menyajikan benda-benda bukti material dari peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta, sebagai sumber informasi, rekreasi, edukasi dan inspirasi kepada masyarakat senantiasa menyelenggarakan pameran Temporer di setiap Kabupaten/Kota se Propinsi DIY.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dengan pameran ini diharapkan masyarakat dapat melihat secara langsung koleksi-koleksi yang dipamerkan serta mendapatkan informasi yang diperluka dan yang lebih penting masyarakat dapat mengunjungi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Adapun materi pameran terdiri dari foto-foto dan benda-benda realia dan replica yang bernilai sejarah baik mengenai keberadaan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta juga mengenai peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di setiap Kabupaten/Kota se Propinsi DIY.</p> <br /> <span class="fullpost"><br /><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-87454612738231022992010-04-14T20:56:00.000-07:002010-04-14T20:57:21.282-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style="">KEGIATAN KEMAH BUDAYA DI MUSEUM BENTENG VREDEBURG <st1:place st="on">YOGYAKARTA</st1:place><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Pada saat ini bangsa <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> berada di tengah keprihatinan karena berbagai peristiwa dan perkembangan yang terjadi. krisis politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan masih dirasakan oleh masyarakat kita. Persoalan tersebut tentunya perlu mendapatkan perhatian kita semua. Tidak saja dari pemerintah namun juga elemen bangsa, termasuk gerakan pramuka.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Untuk itu diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk membangun karakter generasi muda yang kuat dan memiliki budi pekerti dan semangat bela Negara. Apalagi dalam persaingan global sekarang perlu dibangun sumber daya manusia terutama generasi muda yang berkepribadian kuat, handal, berpegang pada identitas dan jatidirinya. Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan mengenalkan dan menghayati nilai-nilai perjuangan dan sejarah bangsa melalui pemahaman terhadap koleksi benda-benda peninggalan sejarah dan budaya. Hal ini penting agar bisa terjalin mata rantai sejarah dan budaya antar generasi dalam rangka mempertebal wawasan kebangsaan sekaligus menanamkan kesenangan patriotisme dan rela berkorban yang mulai luntur serta membangun rasa kepedulian yang tinggi terhadap lingkungannya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Oleh karena itu Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta menyelenggarakan kemah budaya tingkat Penggalang dan Penegak. Dengan kemah budaya ini diharapkan dapat mendukung terwujudnya generasi penerus bangsa yang potensial, berkepribadian, kuat, handal, berpegang pada identitas dan jatidirinya. </p> <span class="fullpost"><br /><br /><br /> </span>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3004624601184904714.post-68757493302712374232010-04-14T20:54:00.000-07:002010-04-14T20:56:28.895-07:00<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style="">MUSEUM BENTENG VREDEBURG <st1:place st="on">YOGYAKARTA</st1:place> MASUK SEKOLAH<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><span style=""> </span></b>Selama ini perhatian museum kepada pelajar di Daerah Istimewa Yogyakarta masih belum optimal dan harus ditingkatkan lagi. Terutama sekali pelajar yang berada di daerah yang agak jauh dari <st1:place st="on"><st1:city st="on">kota</st1:City></st1:place> / museum. Mereka belum mengenal museum karena kendala geografis, juga disebabkan karena museum bukan tujuan wisata favorit dan faktor-faktor lain. Kondisi pelajar yang demikian tidak perlu dipersalahkan, karena mereka memang belum mengetahui arti penting sebuah museum. Oleh karena itu museum harus aktif mengunjungi sekolah-sekolah di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan dan memperkenalkan kepada mereka akan arti penting museum bagi pendidikan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span><st1:city st="on">Ada</st1:City> beberapa cara dapat dilakukan oleh museum untuk aktif mengunjungi sekolah, yaitu Program Masuk Sekolah perlu digalakkan dan diintensifkan dengan cara bekerja sama dengan Dinas Pendidikan diseluruh Kabupaten/ <st1:place st="on"><st1:city st="on">Kota</st1:City></st1:place> se Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Materi yang disajikan dalam kegiatan ini merupakan materi pancingan agar anak-anak menjadi tertarik dan pada akhirnya berusaha mengunjungi museum. Berikut salah satu tugas pokok museum adalah melayani masyarakat untuk tujuan pendidikan, oleh karena itu pelajar harus mengenal, memahami dan mencintai museum. Jika diamati<span style=""> </span>secara seksama sebetulnya sasaran utama yang harus mendapat perhatian lebih agar museum selalu tetap ramai dan dikunjungi, adalah museum harus dikenal, dipahami dan dicintai.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Generasi muda khususnya pelajar harus mengenal, memahami, menghayati dan mewarisi sejarah dan budaya nenek moyangnya untuk dijadikan dasar pembentukan jatidiri. Pelajar harus mengenal terlebih dahulu sejarah dan budaya nenek moyangnya sebelum memperoleh dan mengenal sejarah dan budaya luar. Penanaman nilai-nilai sejarah dan budaya harus dilakukan secara kontinyu kepada pelajar sebagai generasi muda agar identitas dan jatidiri sebagai bangsa <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> tertanam dan terpatri secara pemarnen di dalam jiwa mereka. Jika hal ini dapat dilakukan maka generasi tua tidak perlu khawatir bahwa generasi muda akan kehilangan identitas dan jatidiri bangsa yang sudah berabad-abad tertanam di bumi pertiwi <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. </p>Museum Benteng Vredeburg Yogyakartahttp://www.blogger.com/profile/13358623837495201166noreply@blogger.com0